Sedang Membaca
Anti-semitisme di Indonesia, Mengapa Meningkat? (Bagian 1)
Munawir Aziz
Penulis Kolom

Kolumnis dan Peneliti, meriset kajian Tionghoa Nusantara dan Antisemitisme di Asia Tenggara. Kini sedang belajar bahasa Ibrani untuk studi lanjutan. Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom.

Anti-semitisme di Indonesia, Mengapa Meningkat? (Bagian 1)

Beberapa pekan lalu, penulis berkesempatan diskusi dan ngopi bareng seorang periset dan filantropis asal Israel. Mister Steve, yang berwarganegara Israel dan Amerika Serikat, bertahun-tahun melakukan riset bidang agraria dan pemuliaan lahan di Asia Tenggara.

Steve, yang secara rutin datang ke Indonesia untuk berkunjung ke berbagai kota, mengungkapkan bagaimana keterpautan hatinya dengan kawasan Nusantara.

“Saya selalu senang berkunjung, ketemu dengan orang-orang Indonesia. Saya menikmati makanan, bumbu-bumbu sekaligus bahagia menikmati negeri ini. Ini negeri dengan potensi luar biasa, baik alamnya, maupun yang lainnya,” ungkap Steve, ketika mengawali perbincangan.

Steve kemudian berkisah bagaimana ia melakukan perjalanan di berbagai negara, mengunjungi kota-kota untuk merasakan denyut nadi penduduknya. Sekaligus, ia juga mendorong riset-riset dalam bidang agraria, yang selama ini menjadi konsentrasi terbesarnya.

“Saya datang ke Indonesia ketika tsunami Aceh. Bersama kawan-kawan dari berbagai negara, saya berusaha mendatangkan bantuan berupa bahan makanan dan obat-obatan untuk warga Aceh.” Steve menunjukkan beberapa foto dokumentasi, bagaimana ia membawa rombongan aktifis kemanusiaan, dengan mengendarai sebuah pesawat khusus.

Obrolan kami berlanjut ke beberapa topik, dari yang kocak hingga serius, dari yang mengguncang perut hingga yang membuat otak berpikir keras. “Saya sedih ketika orang-orang Indonesia menganggap Israel, atau Yahudi, dengan persepsi yang keliru,” ungkapnya. Steve berkisah bagaimana orang-orang salah menilai komunitas Yahudi di berbagai negara, maupun yang di Israel, dengan pendekatan konspirasi.

Baca juga:  Ustaz Tionghoa Ini Ingin Hubungan Antaragama Rukun Selamanya

“Tidak benar bahwa orang Yahudi itu mengendalikan perekonomian dunia, itu sesuatu yang dibesar-besarkan. Sesuatu yang tidak tepat,” jelas Steve.

Perbincangan kami berlanjut hingga malam menyergap, kami menyudahi pertemuan dengan janji saling mengunjungi, saling bertukar pikiran lebih jauh.

Antisemitisme di Indonesia

Kisah perbincangan penulis dengan Steve, seorang periset asal Israel, mengungkap kegelisahan bagaimana anti-semitisme semakin meningkat di Indonesia. Bagaimana kebencian ini semakin menggejala, dengan berbagai narasi yang muncul?

Riset yang dikerjakan Anti Defamation League [ADL Global] mengungkap bahwa kebencian terhadap Yahudi merebak di Indonesia. Di negeri ini, diperkirakan ada 75 juta warga anti-Yahudi, dari 156.416.683 populasi penduduk dewasa. Indonesia merupakan negara dengan populasi warga yang memiliki kecenderungan anti-Yahudi keempat terbesar di Asia. Negara-negara Asia dengan indeks kebencian terhadap Yahudi paling tinggi, yakni Malaysia (61%), Armenia (58%) dan Korea Selatan (53%).

Dari laporan riset ADL Global, terpapar bagaimana kecenderungan penduduk global mengenai Yahudi dan persepsinya terhadap kelompok itu. Dari riset ini, mengungkap beberapa persepsi terhadap komunitas Yahudi, dengan menggali beberapa pertanyaan kunci. Di antaranya, apakah Yahudi berkuasa terlalu besar di pasar internasional.

Selain itu, tentang media global dan peran kelompok Yahudi pada pemerintah Amerika Serikat, lalu apakah Yahudi hanya mementingkan diri mereka sendiri, serta fenomena perang global di berbagai negara.

Baca juga:  Philosemitisme, Cinta yang Melahirkan Kebencian

Untuk mengetahui kecenderungan penduduk global tentang persepsi anti-Yahudi, ADL Global menyelenggarkan survey di 102 negara pada 2013-2014, melalui 53.100 intervew dalam 96 bahasa. Dalam keterangan resminya, survey ini mengungkap bahwa 1,09 miliar orang dewasa di pelbagai belahan dunia memiliki kecenderungan antisemit yang semakin meningkat.

Kecenderungan anti-Yahudi juga meningkat di Eropa, yang sebagian besar dipengaruhi oleh lalu lintas informasi di media digital.

Laporan riset Fundamental Rights Agency (FRA), mengungkap keterangan bahwa dari 5.847 orang Yahudi di Eropa, sebanyak 66% di antaranya menyatakan antisemitisme sebagai ancaman, sebagai masalah berat. Riset yang diselenggarakan pada 2012 lalu, mengungkap populasi Yahudi di Eropa, serta fenomena antisemitisme yang semakin meningkat eskalasinya.

Riset diselenggarakan di Belgia, Prancis, Jerman, Hungaria, Italia, Latvia, Inggris dan Swedia, sebagai negara-negara Eropa dengan populasi warga Yahudi yang cukup banyak. Dari laporan FRA, sebanyak 29% warga Yahudi berkeinginan pindah ketika menghadapi ancaman kekerasan, dengan alasan keselamatan.

Keinginan pindah karena ancaman kekerasan yang muncul dari pengaruh antisemitisme, menjadi aspirasi beberapa warga Yahudi di Prancis (46%), Hungaria (48%), dan Belgia (40%). Betapa hal ini menjadi fenomena serius di Eropa.

Di Indonesia, kebencian terhadap komunitas Yahudi, sebagai fenomena ‘antisemitisme without Jews’. Yakni, kecenderungan anti-semit yang tanpa melibatkan interaksi dengan kelompok Yahudi di ruang publik.

Baca juga:  Humor Gus Dur: yang Kristen Kek, yang Islam Kek

Warga Indonesia, yang hampir sama dengan penduduk Malaysia, jarang sekali melihat atau berinteraksi dengan komunitas Yahudi di ruang publik. Bahkan, sebagian besar warga Indonesia, tidak pernah bertemu dengan orang Yahudi, dalam komunikasi keseharian.

Bagaimana memaknai, kebencian yang muncul tanpa interaksi sama sekali?

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
2
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top