Sedang Membaca
Manuver Jared Kushner dan Proposal Perdamaian Israel-Palestina
Munawir Aziz
Penulis Kolom

Kolumnis dan Peneliti, meriset kajian Tionghoa Nusantara dan Antisemitisme di Asia Tenggara. Kini sedang belajar bahasa Ibrani untuk studi lanjutan. Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom.

Manuver Jared Kushner dan Proposal Perdamaian Israel-Palestina

Penghujung tahun 2019 lalu, ada sebuah kejutan politik dari Amerika Serikat terkait masa depan konflik Israel-Palestina. Presiden AS Donald Trump mendukung menantunya sekaligus senior adviser, Jared Kushner, untuk menyiapkan proposal perdamaian antara Israel dan Palestina, yang sampai saat ini masih belum menemui titik terang.

Sejarah panjang konflik perebutan Jerusalem, al-Quds, menjadi latar belakang dari kontestasi Israel-Palestina yang mengalami pasang surut. Dinamika konflik, persaingan kekuasaan, invasi lahan, serta pembunuhan dan spionase yang melibatkan kedua negara terus berlangsung sepanjang waktu.Perjalanan sejarah selama puluhan abad, telah menorehkan fakta getir betapa perebutan klaim penguasa atas al-Quds tidak pernah berakhir. Usaha-usaha untuk mencari titik kesepakatan terus dilakukan sepanjang abad, namun ada saja celah sejarah yang merusak perdamaian. Bahkan, hingga kini, Israel-Palestina masih jauh dari cita-cita perdamaian berbasis kemanusiaan.

Maka, ketika pemerintah Amerika Serikat mengajukan proposal perdamaian, diplomasi lintas negara di kawasan Timur Tengah seakan bergetar. Masa depan Israel-Palestina adalah masa depan Timur Tengah, bahkan masa depan politik internasional. Silang sengkarut kepentingan dalam konflik antara Israel-Palestina tidak saja berpengaruh di Timur Tengah, namun juga di Eropa, Amerika, bahkan terkoneksi dengan kepentingan China dan Rusia. Silang pertarungan kepentingan yang rumit ini, menjadi fakta buramnya masa depan perdamaian antar kedua negara.

Perdamaian masih menjadi angan-angan. Ketika Jared Kushner menawarkan proposal perdamaian untuk Israel-Palestina, perdebatan dan lobi-lobi diplomatik mengemuka. Jared Kushner mengungkapkan betapa proposal perdamaian yang dia ajukan, punya dampak penting dalam interaksi Israel-Palestina pada masa mendatang.

Baca juga:  Tafsir Surah Al-Kautsar (Bagian 2)

“Two foundation for our vision is a two state solution and mutual recognition. It calls for the creation of an internationally recognized state of Palestine that is connected, independent and comparable in size to the entire West Bank and Gaza today,” ungkapnya di CNN (29 Januari 2020).

Dalam wawancara di televisi CNN, Jared Kushner mengungkapkan bahwa ia telah bekerja keras untuk merumuskan kesepakatan dan proposal perdamaian. Ia bersikeras telah membuat “a real offer on the table to break the longjam. What we hope that they’ll do is read the plan.

It’s a detail document, [but Palestinian] not try to negotiate the same way that they’ve done it for many years because the way that they’ve done for years hasn’t led to a result.” Kushner menuduh pihak Palestina tidak mau bernegosiasi, sebagaimana kegagalan perdamaian yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir.

Sementara, jurnalis CNN Fareed Zakaria menganggap proposal perdaiaman dari Jared Kushner sulit untuk terlaksana sebagai kenyataan. Zakaria menganggap bahwa proposal setebal 181 halaman itu, tidak mengakomodir kriteria yang tepat bagi Palestina untuk merdeka dan berdaulat sebagai negara.Michael H Fuchs, analis politik internasional, mengungkapkan proposal perdamaian yang dirancang Jared Kushner hanya menguntungkan pihak Israel, namun tidak berarti apa-apa bagi warga Palestina.

Baca juga:  Katakan "Tidak" pada Rasisme!

“The plan gives Israel just about everything Israeli hardliners want – security control in much of the West Bank, an undivided capital in Jerusalem and Israeli annexation of parts of the West Bank, including the Jordan Valley and Israeli settlements. Meanwhile, the Palestinians get nothing – but that is little surprise considering that the plan was developed without consulting them,” demikian tulis Fuchs dalam kolomnya di the Guardian (31 Januari 2020).

Di sisi lain, Saeb Erekat, seorang negosiator dari Palestina, menegaskan bahwa proposal perdamaian yang dirancang menantu Donald Trump itu hanya menambah catatan kesalahan dari pemerintah Amerika Serikat. Erekat menganggap bahwa pemerintahan Donald Trump hanya memberi bantuan cuma-cuma bagi Netanyahu dan politisi sayap kanan Israel. Langkah politik Donald Trump ini, semakin menjauhkan cita-cita untuk membangun perdamaian di Israel.

Dalam esainya di Washington Post (29 Januari 2020), Saeb Erekat mengajak para pemimpin dunia yang selama ini ragu-ragu untuk mendakwa Israel sebagai penjahat perang, harus berpikir ulang. Sekjen the Palestine Liberation Organization (PLO), memanggil para pemimpin dunia untuk tidak ragu menyelidiki kejahatan sistematis Israel ke sidang United Nations (UN).

Saeb Erekat menolak proposal Jared Kushner, seraya mendorong publik dan pemimpin lintas negara tetap merujuk peta dan tepi batas 1967, sebagai patokan perdamaian kedua negara. Ia menegaskan, hanya dengan jalan itulah, perdamaian antara Israel dan Palestina dapat terwujud dengan jaminan keamanan serta kepercayaan dari kedua belah pihak.

Baca juga:  Gandeng Warteg, Bank Mega Syariah dan LAZISNU Salurkan 100 Ribu Takjil bagi Warga Terdampak Covid-19

Dalam bagian proposal yang dirancang Jared Kushner, ada bagian yang menyatakan bahwa Jerusalem akan menjadi ibukota resmi Israel. Serta pemerintah Israel yang menjadi otoritas atas kawasan di Jerusalem. Berkenaan dengan poin ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas langsung menolak usulan Jared Kushner.

“I will not have it to recorded in my history that I sold Jerusalem,”  tegas Abbas. Mahmoud Abbas menolak semua bentuk komunikasi untuk membahas proposal perdamaian itu, baik surat tertulis maupun perbincangan melalui telepon. Ia kecewa dengan minimnya hak-hak Palestina yang terakomodir dalam proposal itu. Abbas menyatakan tidak mau tercatat dalam sejarah sebagai ‘menjual Jerusalem’.

Mengenai proposal yang disiapkan Jared Kushner itu, para menteri luar negeri dari beberapa negara Arab juga sepakat bahwa minim sekali aspirasi Palestina yang terangkum. Menteri Luar Negeri dari Saudi Arabia, Mesir, Jordania, Irak serta Lebanon mengadakan pertemuan di Cairo untuk membahas hal ini. Intinya, proposal perdamaian belum memenuhi batas minimal aspirasi dari warga Palestina.

Perdamaian Israel-Palestina masih harus ditempuh melalui jalan panjang (*). (RM)

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top