Sedang Membaca
Tradisi Ramadan: Mengkhatamkan Alquran dan Kitab Kuning
Fathur Roziqin
Penulis Kolom

Penulis adalah mahasiswa prodi manajemen zakat dan wakaf dan Kader Intellectual Movement Community UIN KHAS Jember.

Tradisi Ramadan: Mengkhatamkan Alquran dan Kitab Kuning

Lazimnya pondok pesantran tanah air ketika bulan ramadhan tiba adalah mengkhatamkan alquran dan kitab kuning. Kebiasaan ini berlanjut hingga hari ini dan menurut catatan sejarah bahwa tradisi ini bermula sejak abad 18. Benar atau tidak catatan tersebut—pada intinya tradisi ini sudah ada sejak lama. Dan penyelenggaraan ngaji kitab tersebut, pada intinya kita sepakati bersama, sungguh sangat  mulia.

Setiap pondok pesantren umumnya memiliki tradisi masing-masing bagaimana kegiatan mulia itu diselenggarakan pada tiap-tiap kelas. Ada kelas khusus untuk para santri—artinya bagi santri yang menetap di pesantren; ada pula kelas umum untuk masyarakat umum—artinya bagi masyarakat yang gemar menimba ilmu di pesantren secara kilat khusus di bulan ramadhan saja.

Namun pada inti pengajiannya sama: kitab kuning dibaca secara kilat dan cepat khusus di bulan ramadhan. Tujuannya tak lain adalah mengharap barakah di bulan ramadhan melalui wasilah alquran dan pengarang kitab kuning pada saat bulan ramadhan tersebut.

Inilah yang membedakan pendidikan pesantren dengan pendidikan formal. Bahwa orang-orang pesantren percaya pada barakah. Menurut orang-orang pesantren, barakah adalah kebiasaan positif yang sering diulang-ulang sehingga diharapkan menghasilkan kebaikan yang berkelanjutan (ziadatul khair).

Nah, tradisi mengkhatamkan alquran dan kitab kuning di bulan ramadhan adalah waktu paling pas untuk membentuk jatidiri sebagai seorang santri—sebagai seorang pelajar—untuk menjadi manusia lebih baik lagi; sebab di bulan mulia itu orang-orang pesantren berkeyakinan keberkahan akan diturunkan.

Baca juga:  Belajar Hubbul ‘Alam dari Syaikh Abu Bakar bin Salim

Harapan atau Implikasi kegiatan ini adalah di waktu bulan-bulan di luar bulan ramadhan para santri diharapkan mendapat keberkahan berupa semangat, konsisten dalam belajar, dan berkomitmen kuat menjadi santri teladan yang hangus akan ilmu.

Soal kapan waktu kegiatan dimulai adalah bakda salat subuh dan menjelang waktu salat dhuha—biasanya pengajian diistirahatkan. Kemudian berlanjut pengajian kitab pada pukul 08: 00 sampai 11: 00 dan berlanjut kemudian bakda salat zuhur dan berhenti sejenak salat ashar dan dilanjutkan kembali pengajian kitab bakda ashar sampai menjelang berbuka puasa (lalu disusul berbuka puasa bersama-sama).

Setelah salat maghrib berhenti sejenak hingga salat isya sekaligus salat tarawih diselenggarakan (dengan jadwal imam salat para santri senior), baru kemudian pengajian kitab dilanjutkan kembali hingga pukul 22: 00 malam. Tiga puluh menit sebelum pengajian kitab dimulai, biasanya para santri berkumpul di mushalla mengkhatamkan alquran per kelompok sesuai jadwal yang berlaku. Ini biasanya di pondok pesantren saya, Yayasan Sultan Agung LPI Pondok Pesantren Bustanul Ulum 03 Kasiyan Timur – Puger – Jember.

Adapun kitab-kitab yang dikaji bermacam-macam, dan biasanya kiyai meminta menambahkan satu atau dua kitab khusus dibaca untuk dikhatamkan di bulan ramadhan. Kitab khusus yang dimaksud adalah kitab-kitab pilihan, semisal kitab Yasin Hamami, atau kitab karangan ulama Indonesia sendiri.

Baca juga:  Memperingati Hari Asyura di Teheran

Dan biasanya, bagi kitab khusus ini—biasanya yang mengajar Gus Pesantren—disertai telaah penjelasan sanad keilmuan ulama Indonesia. Ini paling menarik, setidaknya bagi santri seperti saya. Jadi para santri paham genealogi keilmuan para ulama Indonesia.

Di luar kitab khusus tersebut, kitab-kitab yang dikaji-dikhatamkan pada bulan ramadhan adalah kitab yang dibaca waktu di luar ramadhan. Misalnya, dalam bidang ilmu aquran, ada kitab tafsir jalalain dan tafsir yasin hamami. Dalam bidang tasawuf, ada kitab bidayatul hidayah dan kitab mukhtashar ihya ulumiddin, karya Imam Al-Ghazali.

Sementara dalam bidang fiqh, ada kitab safinatun an-najah, fathul qorib, dan kifayatul akhyar (biasanya ini diajar oleh guru tugas dari pondok pesantren lain dan para alumni).

Adapun dalam bidang hadis dan teologi, biasanya kiyai yang mengajar langsung, ada kitab al jami’u as-syaqhir, atau kitab bulughul al-maram, kasyifatus as-syajak, sulam at-taufiq, dan sebagainya. Dalam bidang akhlaq, biasanya ta’lim al-mutaallim dan nazhab mathlab.

Namun ada perbedaan tanda bacaan. Artinya kitab yang dibaca adalah tanda bacaan akhir dari bulan ramadhan sebelumnya; sehingga tiap-tiap datang bulan ramadhan para santri mengkhatamkan bacaan kitab secara khusus.

Teknik pembacaan kiyai dalam membaca kitab-kitab kuning tersebut tak seperti pengajian kitab pada umumnya, melainkan dibaca secara kilat dan cepat, dan para santri cukup menyimak dengan pasif dan fokus pada pengayaan kosakata bahasa penerjemahan kitab, sesekali jika hal penting diberi penjelasan.

Baca juga:  Mengenal Manusia Universal dari Zanzibar

Nah, ini diharapkan pembelanjaan kosakata bahasa arab santri setelah usai bulan ramadhan meningkat dan bertambah, dan besar kemungkinan akan memudahkan santri dalam memahami kitab kuning yang berbahasa arab itu.

Inilah suatu tradisi mulia yang tidak ditemukan dalam pendidikan formal di Indonesia. Ini ciri khas pendidikan pondok pesantren. Pendidikan yang mengutamakan pembentukan karakter; dengan melakukan pembiasaan diri seorang santri dalam memahami kitab kuning yang merupakan warisan tokoh kesarjanaan umat Islam; yang hingga hari ini dirawat dan dijaga bahkan dikembangkan. Marhaban ya ramadhan.[]

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top