Sedang Membaca
Abu Nawas: Mantan Jago Mabuk yang Bertaubat
M. Tholhah Alfayad
Penulis Kolom

Lahir 15 Agustus 1996. Pendidikan: alumni Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Lirboyo, Kediri. Sedang menempuh S1 Jurusan Ushuluddin Univ. Al Azhar al Syarif, Kairo, Mesir. Asal Pesantren An Nur I, Bululawang, Malang, Jawa Timur.

Abu Nawas: Mantan Jago Mabuk yang Bertaubat

Abu Nawas

Kesan yang kita tangkap ketika mendengar nama Abu Nawas pasti terkait kisah-kisah lucu beliau yang mengundang gelak tawa. Banyak yang mencitrakan Abu Nawas sebagai tokoh konyol, cerdik juga banyak akal khususnya ketika menghadapi tantangan-tantangan sulit dari khalifah Harun ar-Rasyid. Dalam tulisan ini, kita akan mengenal lebih dalam mengenai Abu Nawas.

Nama Abu Nawas aslinya adalah al-Hasan bin Hani’ bin Abdul Awwal bin Shabbah. Ia terlahir dari seorang ayah bernama Hani’, seorang budak milik al-Hakim, gubernur daerah Khurasan. Tercatat, Hani’I bekerja sebagai prajurit pengawal khalifah Marwan bin Muhammad dari dinasti Umayyah. Sedangkan ibunya bernama Jubullan, seorang penenun dan produsen kain wol.

Abu Nawas lahir sekitar tahun 140 H di kota Baghdad, negara Iraq. Konon, julukan Abu Nawas ia dapatkan karena memiliki rambut kepala yang amat panjang tengahnya seolah berjambul. Suatu ketika, ia disuruh tetangganya mengundang tamu di tempat yang jauh. Maka, Abu Nawas berlari kencang menuju tempat sang tamu. Tak terasa, jambulnya bergoyang kesana-kemari. Orang-orang pun tertawa melihatnya. Sehingga, ada salah satu tetangganya yang memanggilnya “Abu Nawas, orang yang berjambul panjang”.

Sayangnya, ayah Abu Nawas wafat dikala ia berumur enam tahun. Kemudian, sang ibu membawanya ke kota Bashrah. Di kota ini, Abu Nawas mengaji al-Qur’an kepada syeikh Ya’qub al-Hadrami (W.205 H), salah satu guru besar dalam ilmu qiroat al-Qur’an. Setelah ia khatam membaca al-Qur’an, sang guru memberikannya hadiah cincin seraya mengucapkan “Mengajarlah, sekarang engkau adalah salah satu yang terbaik bacaan al-Qur’annya”. Dalam ilmu hadis, Abu Nawas adalah murid dari Mu’tamir bin Sulaiman (W.187 H) dan imam Ahmad bin Hanbal (W.241 H). Dalam ilmu gramatika bahasa arab, Abu Nawas adalah murid dari Khalad al-Ahmar (W.180 H)

Baca juga:  Bersyukur atas Musibah Bersabar atas Anugerah

Aneh memang, nasib orang tiada yang tahu. Terkadang, seorang yang terlihat alim malah justru jatuh ke dalam jurang kesesatan. Terkadang juga, seorang yang terlihat nakal justru bisa jadi kelak menjadi orang yang saleh di kemudian hari. Nasib yang kadang-kadang meleset dari perkiraan ini juga terjadi pada Abu Nawas.

Awal sebab melencengnya jalan hidup Abu Nawas adalah faktor salah memilih guru dan pergaulan. Setelah Abu Nawas berguru kepada para ulama yang hebat nan sholih di kota Bashrah, kemudian Abu Nawas berpindah haluan dengan berguru kepada Labban bin al-Hubab. Konon, Labban bin al-Hubbab ini tidak hanya mengajarkan sastra arab tetapi juga mengajak Abu Nawas mabuk-mabukan hingga melakukan kejahatan di kota Kuffah.

Abu Nawas semakin bertambah dewasa semakin terlihat kecintaannya kepada minuman keras. Abu Nawas menganggap arak adalah putri dari para pedagang arak dan ia ingin memilikinya sebagaimana seorang pemuda ingin melamar kekasihnya. Hal ini tergambar dalam syairnya

خطبنا إلى الدهقان بعض بناته # فزوجنا منهن في خدره الكبرى
وما زال يلغي مهرها ويزيده # إلى أن بلغنا منه غايته القصوى

Aku melamar seorang putri (arak) dari pedagang arak
Maka, ia menikahkanku dengan anaknya dalam keadaan mabuk kepayang
Pedagang itu menaikkan maharnya (harganya) dan terus menambahnya
Hingga, kami sampai pada tujuannya yang paling tinggi

Baca juga:  Karomah Mbah Kholil Bangkalan untuk Mbah Hasyim Asy'ari

Berkali-kali Abu Nawas dihukum karena mabuk-mabukan hingga ia pun mencela agama islam yang telah melarang pemeluknya minum minuman keras. Hal ini tergambar dalam syairnya

خذها على دين المسيح إذا نهى # عن شربها دين النبي محمد
Ambillah ia (minuman keras) dengan (masuk) agama al-Masih (kristen)
Ketika agama nabi Muhammad melarang meminumnya (minuman keras)

Abu Nawas juga marah ketika diperingatkan bahwa minum minuman keras adalah haram bagi umat islam. Hal ini tergambar dalam syairnya
وإن قالوا حرام قل حرام # ولكن اللذاذ في الحرام

Apabila mereka mengatakan (minuman keras) adalah haram
Maka, katakanlah haram tetapi kenikmatan berada dalam perkara haram

Bahkan, Abu Nawas juga terang-terangan minum arak di tengah bulan ramadhan. Hal ini tergambar dalam syairnya
شربت الخمر في رمضان حتى # رأيت البدر للشعر شريكا
Aku meminum arak di bulan ramadhan

Hingga, aku melihat bulan sebagai teman bagi syairku

Pernah suatu ketika, Abu Nawas berangkat haji bersama teman-temannya. Sayangnya, di tengah perjalanan Abu Nawas memilih menghabiskan waktunya di kedai arak hingga teman-temannya pulang dari menjalankan ibadah haji. Teman-temannya datang seraya bertanya “Wahai Abu Nawas, mengapa kamu tidak berangkat haji bersama kami?”

Maka, Abu Nawas pun menjawab dengan syairnya
حج مثلي زيارة الخمار
واقتنائ العقار شرب العقار
Haji untuk orang sepertiku adalah mendatangi para tukang mabuk
Dan cukuplah bagiku meminum arak sebagai obat ketenangan

Baca juga:  Inilah Ajaran Nabi Muhammad Saw agar Kita Kuat Menghadapi Krisis

Pada akhir hayatnya, Abu Nawas memilih untuk bertaubat setelah ia memikirkan betapa beratnya dosa-dosa yang telah ia perbuat. Ia sering menangis akan dosa-dosanya seraya membuat sebuah syair indah yang terkenal di tanah air kita. Syair itu adalah

إلهي لست للفردوس أهلا # ولا أقوى على نار الجحيم
فهب لي توبة وغفر ذنوبي # فإنك غافر الذنب العظيم

Tuhanku, aku tidak pantas masuk surga Firdaus
Aku juga tidak kuat merasakan neraka Jahim

Maka, berikanlah aku taubat dan ampuni dosaku
Sungguh Engkau adalah Dzat Maha Pengampun atas dosa besar

Abu Nawas wafat pada tahun 198 H di kota Baghdad. Ia wafat dibunuh oleh suku Bani Nubikhat karena dianggap telah membuat sindiran kepada mereka dengan syairnya. Kisah ini disarikan dari kitab Akhbar Abu Nawas karya Ibnu Mandzur.

Abu Nawas telah meninggalkan sebuah syair yang sangat indah. Puisi tersebut lahir dari penyesalan hidupnya. Tak heran syeikh Abu Bakar Syatho ad-Dimyati dalam kitab I’anah ath-Thalibin mengatakan “Barang siapa yang langgeng membaca syair (Abu Nawas) ini setiap hari jumat, maka ia akan wafat dalam keadaan husnul khatimah”.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
3
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top