Sedang Membaca
KH. Muhyidin, Kiai Kharismatik Pengawal Dakwah Islam di Dusun Nglegok
Thoriqul Aziz
Penulis Kolom

Bekerja sebagai Freelance Writer, saat ini domisili di kecamatan Campurdarat kabupaten Tulungagung. Penulis dapat dihubungi di IG; thoriqulaziz11, FB: Thoriqul Aziz

KH. Muhyidin, Kiai Kharismatik Pengawal Dakwah Islam di Dusun Nglegok

Img 20230329 114610

Kiai Muhyidin, saat ini beliau menjadi ketua tanfidziyah Majlis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Mojo. Tentu warga nahdliyin kecamatan Mojo tidak asing dengan nama beliau. Jabatan itu, beliau peroleh sejak tahun 2021. Menarik untuk ditelusuri seorang tokoh kharismatik dari Mojo ini. Bagaimana perjuangan dan kontribusinya dalam membantu syiar agama Islam di daerahnya.

Beliau berasal dari suatu dusun yang jauh dari pusat kota Kediri, yaitu dusun Nglegok, desa Kranding, kecamatan Mojo. Warga sekitarnya sering menyapa beliau dengan “Pak Kaji”. Sapaan itu mulai melekat pada diri beliau pasca kepulangannya melakukan ibadah rukun Islam yang kelima di Baitullah. Beliau pergi haji pada tahun 2018, sebelum pandemi melanda dunia.

Beliau adalah seorang kiai yang disegani. Karena beliau sangat berjasa dalam menyebarkan dakwah Islam. Perannya begitu sentral dan banyak masyarakat yang menerimanya. Hal ini dibarengi dengan kepakarannya dalam menguasai ilmu-ilmu agama. Sehingga banyak orang yang mempercayakan pendidikan anaknya (khususnya ilmu agama) pada beliau.

Alumni pondok pesantren al-Islahiyah ini begitu getol dalam berdakwah dan menegakkan Islam di  Nglegok. Selain menjadi imam masjid, Pak Kaji juga turut melakukan dakwah yang diwujudkan dengan dedikasinya yang lebih pada masyarakat Nglegok. Bentuk-bentuk dakwahnya masih terasa hingga sekarang. Adapun bentuk-bentuk perjuangan itu, antara lain:

Pertama, mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ/TPA). Semenjak kehadirannya di Nglegok, perjuangan pertama yang dilakukan ialah dengan mendirikan TPQ. Menurut penuturan beliau, kala itu sekitar awal tahun 2000 an di dusun ini belum ada tempat belajar mengaji Al-Qur’an, khususnya bagi anak-anak. Sebagai seorang yang paham tentang pentingnya belajar Al-Qur’an, beliau berinisiatif untuk menciptakan wadah bagi anak-anak Nglegok untuk belajar ngaji. Dengan latar belakang inilah kemudian beliau mendirikan TPQ An-Naja. Nama ini dipilih sesuai dengan tempat dimana anak-anak ngaji, yaitu di masjid An-Naja.

Baca juga:  Mbah Abdullah Sajad: Cahaya Islam di Semarang Timur

Kehadiran TPQ ini disambut dengan bahagia oleh warga sekitar. Hal ini bisa dilihat dari antusiasme warga yang tertarik untuk menyekolahkan anaknya di tempat ini. Di TPQ ini diajarkan cara membaca Al-Qur’an, mulai dari mengenalkan huruf hijaiyah hingga membaca Al-Qur’an. Selain itu, anak-anak juga diajarkan melakukan praktik bacaan dan gerakan sholat yang dilakukan di setiap hari Minggu.

Pak Kaji mengajari anak-anak dengan giat, sabar, dan istiqomah. Beliau percaya bahwa, mengajarkan Al-Qur’an pada anak-anak adalah bentuk amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir dan tidak akan terputus. Begitulah motivasinya dan yang sering diungkapkan kepada para dewan asatidz TPQ An-Naja.

Kedua, mendirikan Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA). Kecintaannya pada dunia pendidikan ia wujudkan lagi dengan mendirikan taman kanak-kanak (TK). Sekolah ini menjadi lembaga formal yang diakui oleh badan hukum. Sehingga lulusan dari TK ini memiliki ijazah yang sah yang bisa digunakan untuk meneruskan ke jenjang di atasnya. Dalam urusan  ini, Pak Kaji tidak terjun secara langsung, ia dibantu istrinya yaitu Hj. Nafiatu Zulfa dalam mengajar anak-anak. Sementara Pak Kaji berperan di balik layar, misal pada urusan administrasi dan lain-lain.

Ketiga, mengajar di madrasah diniyah. Dedikasi Pak Kaji terhadap dunia keilmuan terpancar jelas di matanya. Beliau benar-benar mencurahkan waktunya dalam dunia pendidikan. Di madrasah diniyah, ia mendidik para remaja Nglegok, putra maupun putri. Kegiatan belajar ini dilaksanakan setelah asyar dan maghrib. Beliau mengajarkan kitab-kitab pesantren yang orientasinya pada bidang fiqih. Bidang ini dipilih karena menurut beliau lebih dekat dengan hal-hal praktis yang sering dilakukan oleh umat Islam. Jadi sangat relevan sekali jika ilmu ini diajarkan pada anak-anak remaja sebagai bekal menjalani hidup keagamaannya masa sekarang dan mendatang.

Baca juga:  Ulama Banjar (70): KH. Hasan Basri

Pak Kaji juga punya alasan lain, mengapa beliau curahkan waktunya untuk mengajak para remaja untuk ngaji kitab, yaitu untuk mengisi waktu mereka dengan hal-hal positif. Dengan kegiatan ini, para remaja Nglegok sedikit terhindar dari aktivitas-aktivitas remaja saat ini yang dibilang sudah kebacut. Oleh karena itu, kajian kitab yang diadakan Pak Kaji tidak cukup di luar bulan puasa.

Meskipun secara formal kegiatan belajar mengajar di madrasah diniyah telah ditutup, Pak Kaji sering mengadakan kajian kitab selama Ramadhan (pasan). Waktu ngaji dilakukan setelah asyar dan pasca shalat Tarawih. Terkadang juga melayani permintaan para santri untuk ngaji bakda Subuh. Untuk ngaji pasan ini, kitab yang digunakan pada beberapa bidang, terkadang fiqih, tafsir, maupun tasawuf.

Keempat, membina para jama’ah. Tidak hanya anak-anak yang menjadi fokus perhatian edukasi, tetapi para ibu bapak juga turut serta. Dalam konteks ini, Pak Kaji tahu betul yang harus ia lakukan.  Materi dakwah yang disampaikan disesuaikan dengan kondisi mad’unya. Khusus pada para jamaah ini, materi dakwah ia sampaikan pada kegiatan-kegiatan rutin yang diselenggarakan di dusun Nglegok. Seperti pengajian bapak-bapak yang diselenggarakan setiap malam Jum’at dan pengajian ibu-ibu yang terselenggara setiap malam Selasa, serta kegiatan rutin tahunan seperti peringatan maulid, isra’ mi’raj, megengan, dan lain sebagainya.

Baca juga:  Epos Ajaran Kemanunggalan Islam di Nusantara (2): Hamzah Fansuri, Sastra Sufistik, dan Mabuk Spiritual

Tidak cukup hanya dengan materi dakwah semata, Pak Kaji secara riil mengajak para warga untuk mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada konteks ini, Pak Kaji selalu menyerukan para warga untuk selalu mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Misalnya, beliau mengadakan sholat tasbih dan sholat hajat setiap selapan (tiga puluh lima harinan) sekali yang dilakukan secara berjamaah setelah sholat Maghrib. Kegiatan ini dilakukan masih tiga tahunan belakangan.

Gebrakan lain yang dilakukan Pak Kaji pada beberapa bulan terakhir ini ialah mengajak para jama’ah untuk secara bersama mengerjakan sholat sunnah ba’diyah, seperti bakda shalat Maghrib dan sholat Isya’. Ajakan ini juga disambut antusias oleh jamaah.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top