Sedang Membaca
Terorisme dan Media (1): Sel Terorisme dan Bom Bunuh Diri  
Ima Sri Rahmani
Penulis Kolom

UCLouvain Belgia, Dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Facebook: https://www.facebook.com/ima.rahmani1. Twitter: @rahmani_ima

Terorisme dan Media (1): Sel Terorisme dan Bom Bunuh Diri  

Whatsapp Image 2021 04 13 At 10.39.23 Pm

Di dalam bukunya yang berjudul Islamist terrosism in Europe, Peter Nesser menjelaskan hasil analisisnya mengenai dinamika dan karakter jaringan teroris khususnya di Eropa. Dalam hal ini dia menyebutnya sebagai Islamist terrorism.

Sebagai latar belakang, dia menjelaskan bahwa di dalam ‘Islamist terrorism’ ini masing–masing teroris bekerja di dalam sebuah jaringan yang dia namakan sebagai ‘sel terrorisme’. Sel–sel ini kemudian berjejaring antara satu sel dengan yang lainya. Di dalam setiap sel memiliki empat peran, karekter, dan tugas yang berbeda yaitu (1) the intrepreneur, (2) the protégé, (3) the misfit, (4) the drifter.

The interpreneur adalah mereka yang secara proaktif membangun hubungan sel yang dimilikinya dengan kelompok lain yang lebih besar khususnya jaringan ekstrimis, kelompok militan dan berbagai pusat-pusat pelatihan militer di beberapa zona konflik. Sementara itu the protégé meskipun memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan the intrepreneur namun mereka bekerja sebagai pusat komando di lapis kedua. Biasanya mereka lebih muda dan mobilitasnya lebih luas dan terbuka. Mereka sangat cerdas, berpendidikan baik, berperilaku baik, dan cukup disegani di bidang mereka baik secara akademis, profesional, dan dalam kehidupan sosial. Mereka yang aktif memberikan berbagai pelatihan seperti bomb-making skill, IT–skill, dan berbagai nasihat atau pendapat terkait masalah finansial. Mereka memiliki kemampuan bicara yang sangat ‘sophisticate’ di banding the intrepeneur.

Selanjutnya adalah the misfit adalah mereka yang dikategorikan oleh Nasser sebagai bagian dari sel yang aktif melakukan tindakan teroris di lapangan yang dia sebut sebagai the jihadi terrorist khususnya di Eropa. Dan selanjutnya adalah the drifter, yaitu mereka yang merupakan anggota sel teroris yang terdiri dari mayoritas individu yang terlibat dalam melakukan ‘plot terrorist’. Kategori ini dimasukkan oleh Nasser ke dalam kategorisasi karakter sel teroris dengan panjang, bahwa karakter yang terjadi di dalam kelompok ini memenuhi kriteria radikalisasi yang menekankan pada koneksi dan proses radikalisasi di dalam kelompok serta proses recruitment di dalam jaringan teroris. Bisa jadi, mereka melakukannya dengan penuh kesadaran atau tanpa mereka sadari (tidak sengaja bergabung).

Baca juga:  Di Bawah Bayang-Bayang Paradoks Bonjol (2): Dari Tano Batak ke Bumi Bonjol

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas memahami karakter the misfits menjadi sangat penting. Karena mereka yang pada akhirnya memutuskan diri mereka untuk melakukan eksekusi di lapangan. Dengan kata lain, memahami karakter mereka sangat penting agar kita dapat memahami latar belakang di balik keputusan mereka untuk menjadi tumbal di dalam sel teroris mereka. Menurut Nasser, the misfit di Eropa memiliki karekter seperti:

(1) mereka adalah individu yang tidak mampu berinteraksi social dengan cara yang baik;

(2) memiliki latar belakang yang cukup bermasalah seperti memiliki catatan criminal, putus sekolah, tidak bekerja, dan masa lalu yang buruk;

(3) memiliki kepribadian yang lemah dan mudah bimbang, was was dan mudah rapuh (vulnareable);

(4) mereka menjadi anjang khususnya dalam lingkaran agama ‘mungkin’ pada awalnya sebagai jalan untuk menyelesaikan persoalan pribadinya, atau karena tidak memiliki bentuk ikatan social yang lain dengan teman atau bahkan dengan keluarga;

(5) cenderung memiliki berbagai keluhan-keluhan personal;

(6) mereka memiliki keinginan untuk menghapus dosa-dosa di masa lalu.

Terhadap mereka, the intrepeneur dan the protégé mendekati dan mendengarkan keluhan-keluhan serta persoalan mereka dan di saat yang sama memberikan gambaran berbagai persoalan yang dialami secara global seperti seks bebas, keadilan, kemakmuran, lapangan pekerjaan. Hingga pada akhirnya mereka sepakat dan meyakini bahwa mereka memiliki persoalan yang sama dan persoalan yang harus diselesaikan bersama-sama.

Baca juga:  Ketika Sastra Alpa dari Bangku Sekolah

Jika kita membaca surat-surat yang ditinggalkan oleh para pelaku bom di Makassar dan di Mabes Polri baru-baru ini misalnya, kita dapat dengan mudah membaca berbagai keluhan yang menjadi latar belakang tindakan mereka. Pertanyaannya, apakah semua itu muncul begitu saja? Tentu saja tidak, pastinya ada proses yang cukup penting dan panjang yang dapat kita analisis. Yang pasti, para the intrepeneur dan the protégé pastinya mereka sudah mengantongi sederet nama–nama yang potensial untuk dapat mereka gunakan. Setiap ada kebutuhan dan tujuan politik tertentu, mereka seakan tinggal memencet tombol saja.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top