Kunjungan Gus Dur ke gereja dan memberikan ceramah di sana, menjadi kontroversi di kalangan internal umat Islam (mungkin juga internal gereja sendiri), termasuk di dalamnya para kiai NU. Orang yang senang Gus Dur ke geraja saja ada 2 macam.
Pertama, karena mendapat angin segera, ada suasana baru, ada dialog, dan diskusi tentang keberagamaan di Indonesia. Kedua, ada orang senang karena mendapatkan alasan untuk makin kencang memusuhi Gus Dur. Kelompok kedua ini menemukan bukti bahwa Gus Dur menyimpang, liberal, dan lain-lain.
Gus Dur tidak hanya sekali atau dua kali mendatangi gereja. Karena itu, tokoh-tokoh Kristiani, baik yang Katolik ataupun yang Kristen, dikenali oleh Gus Dur dengan baik. Saya sudah ceritakan di catatan paling pertama tentang keakraban Gus Dur dengan tokoh-tokoh agama. Tidak perlu saya ulangi lagi di sini.
Pergaulan Gus Dur dengan mereka bukan basa-basi. Sebaliknya, mungkin Gus Dur melakukannya dengan penjiwaan yang sungguh-sungguh. Artinya, aktivitas ini memang harus dilakukan.
Tak hanya ke gereja, Gus Dur bahkan pernah menghadiri “Malam Puisi Yesus Kristus” segala. Wah, ramai sekali. Perdebatan dan kontroversi Gus Dur makin menjadi-jadi. Orang Kristiani mungkin deg-degan juga, di samping ada rasa senang karena seremonial di lingkungannya didatangi pemimpin NU, organisasi Islam terbesar.
Habib Jamalullail dari Jakarta bereaksi keras. Dia terang-terangan menjatuhi hukum kafir kepada Gus Dur. Peristiwa ini juga menjadi salah satu pemicu “pengadilan” Gus Dur oleh kiai-kiai di Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, Jawa Barat. Peristiwa ini direkam dengan baik dalam sebuah buku berjudul “Gus Dur Diadili Kiai-Kiai”.
Kiai Buchori menjelaskan kunjungan Gus Dur ke gereja itu dakwah, mengenalkan Islam dan Al-Qur’an ke mereka. Alasan ini diberikan Kiai Ali Maksum saat Kiai Buchori bertanya perihal Gus Dur ke gereja itu. Di kemudian hari, dalam sebuah ceramahnya, Kiai Buchori mengaku pernah memenuhi undangan ceramah di gereja, mengikuti jejak Gus Dur, dengan dasar dari Kiai Ali Maksum.
Setelah mendengarkan ceramah Kiai Buchori di Krapyak itu, saya beberapa kali mencari namanya di Youtube. Ternyata ada, dan lumayan banyak. Salah satunya ceramah di Pesantren Tegalrejo, Magelang.
Dalam ceramah yang diunggah 8 tahun lalu itu, Kiai Buchori mengaku mengenal Gus Dur sudah lama, sejak di Pesantren Krapyak tahun 1955. “Gus dur itu orang istimewa. Saya kenal sudah lama di NU. Tetapi tidak semua cocok juga. Tidak ada manusia kok cocok semua. Ada kadang-kadang pendapatnya Gus Dur yang saya tidak cocok. Tetapi lebih banyak yang cocok,” terang Kiai Buchori, yang memulai menekuni profesi mubalig sejak tahun 1967. Dalam kesempatan itu pula, Kiai Buchori menirukan mantan Kepala KSAD Hartono yang mengatakan “Kiai Buchori itu loh, pengikut setia Gus Dur”.
Kiai Buchori juga menjelaskan usulan Gus Dur bahwa sapaan “assalamu ’alaikum”, “bisa” diganti dengan selamat pagi, selamat sore, dan seterusnya.”
“Gus Dur mengatakan ‘bisa diganti’, bukan seperti yang ditulis koran ‘tidak perlu assalamu ‘alaikum’.”
Kiai Buchori bertanya saat ketemu Gus Dur. Gus Dur malah ketawa dan bilang “gitu saja kok repot”.
Di ceramahnya itu, Kiai Buchori menjelaskan bahwa dalam pelajaran bahasa Arab itu memang tidak ada assalamu ‘alaikum, adanya shabahul khair (selamat pagi), shabahun nur (selamat sore), dan seterusnya. “Nabi juga pernah pagi-pagi ketemu sahabatnya tidak salam, tetapi mengucapkan shabahakallah, selamat pagi. Itu riwayat Ibnu Majah,” jelasnya.
“Banyak orang yang gak paham, lalu mengecam Gus Dur.”
Yang panjang lebar diterangkan Kiai Buchori adalah tentang Gus Dur yang mengusulkan hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel. Kiai Buchori menyetujui hubungan dengan Israel karena perang tidak pernah menang. “Perang ke sana ke mari tidak pernah menang, malah tiap habis perang negara Israel bertambah. Ya sudah damai saja.”
Ketika ada seorang ketua partai Islam mengatakan Presiden Gus Dur sudah kehilangan keulamaannya karena ide membuka hubungan dengan Israel sambil mengutip ayat “wa lan tardla ‘ankal yahudu wan nashara hatta tattabi’a millatahum.. Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka..”
Kiai Buchori menyatakan ayat itu tidak bisa menjadi dalil menolak hubungan Indonesia-Israel. Karena kalau mau konsisten, Indonesia juga tidak boleh berhubungan dengan Amerika, Belanda, dll,
“Lah kita terang-terangan berhubungan dengan Vatikan..”
Pendapat yang seperti itu muncul mungkin karena sebelumnya beliau menulis lagu untuk Nasida Ria dengan judul “Damailah Palestina”:
Palestina
Negeri para rasul dan nabi
Tempat suci
Umat Yahudi Nashrani dan umat Islam
Jadi lambang
Kerukunan semua agama samawi
Tapi kini oh…nasibmu
Sangat menyedihkan
Bumimu panas tersiram darah..
Penuh pembantaian dan penculikan
…..
Wanita dan anak-anak yang tak berdosa
Menjadi korban ganasnya perang
Hampir punah….oh….Palestina
…..
Damailah hai umat Yahudi..
Ingatlah petunjuk Allah
Dalam kitab suci Taurat
Damailah hai umat Nashrani
Ingatlah petunjuk Allah dalam kitab suci Injil
Damailah wahai umat Islam
Ingatlah petunjuk Allah dalam Qur’an
Kembalilah pada yang Maha Esa
…
Dunia jangan adu domba Palestina
Bantulah perdamaian Palestina
…..
Damailah… Damailah… Palestina
***
Lagunya merdu sekali, kandungan liriknya tinggi. Dan sampai hari ini masih relevan. Jika bukan seorang ulama yang hebat, berani, punya visi, dan cita-cita mulia seperti Allah yarham Kiai A. Buchori Masruri, tidak akan keluar lirik-lirik seperti itu. Damailah Pak Kiai dan Gus Dur di alam kubur. Alfatihah..
Sekian. Semoga bermanfaat dan semoga bisa berjumpa di tema Gus Dur berikutnya..
12 Desember
Tambun-Beksi