M. Tholhah Alfayad
Penulis Kolom

Lahir 15 Agustus 1996. Pendidikan: alumni Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Lirboyo, Kediri. Sedang menempuh S1 Jurusan Ushuluddin Univ. Al Azhar al Syarif, Kairo, Mesir. Asal Pesantren An Nur I, Bululawang, Malang, Jawa Timur.

Qiraah Sab’ah 5: Ibnu Jazari, Potret Peneliti Agung Ilmu Qiraat

3bd8bab3 Aa44 4e41 A53a Fb577f6d36df

Ibnu Jazari lahir di kisaran pertengahan kedua abad kedelapan Hijriah dan wafat di tahun 833, sekitar akhir abad kesembilan Hijriah.

Ibnu Jazari lahir di kota Damaskus. Beliau menghafalkan Alquran di umur 13 tahun. Kemudian Ibnu Jazari mulai mempelajari berbagai qiraat sejak umur 15 tahun hingga umur 17 tahun dihadapan pembesar Ulama Alquran negeri Syiria diantaranya kepada Abdul Wahab bin Sallar, Ibnu Thohhan, Ibnu Rojab, Abi Ma’ali bin Labban, Ahmad bin Husain al Kafri.

Kemudian setelah menyelesaikan pendidikannya dibawah asuhan para Ulama Alquran di negeri kelahirannya. Ibnu Jazari pun memulai pengembaraannya ke negeri Mesir. Bahkan diceritakan, Ibnu Jazari mengembara ke negeri Mesir sebanyak tiga kali.

Ibnu Jazari mengambil sanad Alquran kepada pembesar Ulama Alquran negeri Mesir diantaranya kepada Abu Bakar ibnu Jundi, Muhammad bin Abdurrohman yang dikenal juga dengan julukan Ibnu Shoigh, Abdurrohman bin Ahmad yang dikenal dengan julukan Ibnu Baghdadi, dan Abdul Wahab bin Muhammad al Muqri’.

Setelah Ibnu Jazari mencapai derajat tinggi dalam ilmu Qiraat, maka beliau pun berinisiatif untuk meneliti sanad-sanad Qiraat. Ia melakukannya sebagai sebuah upaya agar mampu dipisahkan mana saja Qiraat yang sahih dan mana saja Qiraat yang terdapat kesalahan didalamnya.

Baca juga:  Taat Ritual, Saleh Sosial

“Aku melihat semangat diantara pelajar ilmu Qiraat telah memudar, banyak guru-guru ilmu Qiraat yang telah wafat, banyak pelajar yang hanya mengambil sedikit qiraat yang shahih, sehingga banyak Qiraat Shahihah yang mulai ditinggalkan, banyak riwayat-riwayat Qiraah yang mulai dilupakan, sehingga masyarakat sekarang hanya berpegang teguh pada Mandzumah Hirzul Amani milik Asy Syathibi dan Taisir milik Abu Amr Ad Dani serta mereka meninggalkan kitab-kitab selain keduanya, maka wajib bagiku untuk meneliti kembali serta mengenalkan Qiraat-qiraat yang Shahih dengan baik” ujar Ibnu Jazari dalam Muqaddimah kitab An Nasyr.

Maka Ibnu Jazari membuat sebuah terobosan baru di zamannya di dalamnya. Pada sebelumnya, ilmu qiraat hanya diajarkan dari lisan ke lisan tetapi Ibnu Jazari membuat sebuah gebrakan untuk meneliti kembali seluruh qiraah Alquran yang diajarkan di berbagai tempat baik secara kefasihan bacaan maupun sanad bacaan itu sendiri.

Hal yang lebih luar biasa dari Ibnu Jazari adalah beliau menambahkan lagi tiga Qiraah yang berderajat Shahih sebagai penyempurna dari tujuh Qiraah yang telah disepakati oleh para Ulama. Penambahan tiga qiraah ini tentunya berdasarkan penelitian ke berbagai penjuru untuk menemukan guru-guru Alquran yang mengajarkan tiga qiraat tersebut.

Selain itu, Ibnu Jazari juga menggenapkan cabang bacaan dari Qiraah imam Hamzah menjadi empat cabang dari imam Kholad dan empat cabang dari imam Kholaf. Begitu juga, Ibnu Jazari memperinci setiap cabang bacaan dari Qiraah imam Ya’qub dari riwayat Ruwais dan memperinci cabang bacaan dari Qiraah Kholaf al ‘Asyir. Maka dari seluruh cabang Qiraah Asyroh, Ibnu Jazari telah mentahqiq 80 cabangan bacaan dari sepuluh qiraah secara keseluruhan.

Baca juga:  Sabilus Salikin (125): Perkembangan Tarekat Syadziliyah Hingga ke Indonesia

“Aku telah mencantumkan di dalam An Nasyr dari berbagai kitab Qiraat secara terperinci dan aku telah mendapatkan seluruh sanad bacaan dari kitab-kitab Qiraat tersebut secara bersambung (Muttashil) sampai Rasulullah” ujar Ibnu Jazari dalam An Nasyr. Di dalam An Nasyr, imam Ibnu Jazari mencantumkan 67 refrensi kitab rujukan didalamnya.
Sedangkan Ibnu Jazari memberikan beberapa persyaratan dalam menerima cabang bacaan dari Qiraah Asyroh yaitu: pertama, sanad yang dapat diterima harus bersambung secara sempurna dari awal surat Alquran sampai akhir surat Alquran secara sambung menyambung (Muttashil) dari guru ke guru hingga Rasulullah Saw.

Kedua, tokoh-tokoh yang meriwayatkan Alquran harus berderajat terpercaya dan tidak melakukan kesalah bacaan dalam mengajarkan qiraah yang ia dapatkan dari guru-gurunya. Ketiga, tokoh yang meriwayatkan Alquran harus bertemu dan membaca langsung dihadapan gurunya hingga sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw. Keempat, tokoh yang meriwayatkan harus benar-benar mampu menguasai bacaan yang didapatkan dari gurunya secara terperinci.

Uniknya, ulama-ulama setelahnya sangat mengapresiasi penelitian Ibnu Jazari dalam ilmu qiraat. Sehingga, pantaslah bila Ibnu Jazari dianggap sebagai representasi ilmu qiraat. Bahkan sebagian ulama menyatakan “Sanad Alquran yang tidak melalui Ibnu Jazari maka perlu dipertanyakan keabsahannnya.”

Dari Ibnu Jazari, kita melihat sebuah kesungguhan dan upaya sangat besar dalam meneliti sanad sebuah keilmuan. (RM)

Baca juga:  Membongkar Misteri Sedulur Papat Limo Pancer

Referensi:

Salasil adz-Dzahabiyyah bil Asanid an-Nasyriyyah karya Dr. Aiman Rusydi Suwaid

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top