Sedang Membaca
Dari Mana Aku Terpapar Wabah Covid-19?
Laeliya Almuhsin
Penulis Kolom

Penulis lepas. Alumni Jurusan Biologi UGM. Tinggal di Depok, Jawa Barat

Dari Mana Aku Terpapar Wabah Covid-19?

Fb Img 1601268690338

Selama ini aku termasuk disiplin protokol kesehatan. Jika keluar rumah, selain masker, aku juga melengkapi dengan faceshield. Saat pulang, sebelum masuk kamar, aku mandi dulu.

Bahkan, aku beli helm baru, selalu bawa helm sendiri jika perlu pakai Gojek ke stasiun untuk ke kantor. Sejak pandemi, belum pernah ke pasar atau mal.

Aku kadang ke kantor di Jakarta Selatan seminggu sekali. Kadang naik mobil dari aplikasi, kadang naik komuter, lebih dulu naik Gojek. Tetap jaga jarak dan tidak berbagi barang yang bisa transmisi virus. Aku juga selalu cuci semua barang atau kemasan makanan sebelum masuk kulkas.

Dua minggu sebelum terpapar, aku justru tidak ngantor. Sebelum demam, dua minggu lebih di rumah saja, work from home. Jadi terpapar bukan di perjalanan.

Aku tinggal di rumah Kakak, di Depok. Kadang datang sejumlah tamu Kakak dari jauh. Biasanya aku yang paling disiplin mengingatkan tamu untuk cuci tangan di wastafel atau kamar mandi dekat ruang tamu. Karena kamarku dekat ruang tamu.

Biasanya aku yang membersihkan wastafel atau kamar mandi tersebut. Biasanya saat membersihkan, aku pakai masker. Tapi, aku ingat belakangan pernah membersihkan tanpa masker. Aku curiga dari situ. Mungkin tamu-tamu tersebut tidak positif Covid-19, tapi sangat mungkin mereka terpapar droplet virus di jalanan.

Baca juga:  Karantina: Tafsir Al-A'raaf di Dunia Nyata

Buat jadi pelajaran, saat membersihkan wastafel atau kamar mandi, lain kali pakai masker. Kalau perlu dobel. Apalagi yang dipakai bersama oleh orang-orang yang dari perjalanan.

Pelajaran kedua, sebaiknya selama pandemi ini jangan saling berkunjung dulu. Apalagi kalau ada anggota keluarga yang komorbid (punya penyakit penyerta). Silaturahim sementara bisa daring dulu.

Oh ya, aku juga sering beli makanan lewat aplikasi. Tapi ini kemungkinan kecil terpapar karena biasanya makanan panas. Virus mati dalam makanan suhu tinggi.

Hari ke-5 setelah demam. Aku pergi ke kantor karena tak menyadari sudah terpapar. Saat demam itu tak curiga gejala Covid-19 karena badan anget bersamaan dengan haid hari pertama. Biasanya kan saat PMS badan gak enak. Saat di kantor baru mulai anosmia, minum kopi tak bau dan tak ada rasa. Ketemu empat orang di kantor, hasil swab mereka semua negatif. Jadi, saat ke kantor saat itu, aku sebenarnya sudah terpapar lima hari sebelumnya. Sejak demam itu. Jadi, terpaparnya dari rumah, bukan dari kantor.

Kemarin baca berita, imbauan pemerintah agar pakai masker di rumah untuk mengurangi penyebaran virus kluster keluarga. Apalagi Jakarta dan sekitarnya, sehari orang positif Covid bertambah 3000an. Ini bukan main-main. Ayo pakai masker dengan benar.

Baca juga:  Cerita Gus Baha tentang Abu Nawas Menang Sayembara

Kematian karena Covid-19 memang relatif kecil. Di Indonesia empat persen. Lebih tinggi dari negara-negara lain. Artinya, jika ada 100 orang positif Covid, yang mati empat orang. Yang tubuhnya kuat akan bertahan, yang tak kuat akan tumbang. Aku tidak punya penyakit penyerta, saat terpapar Covid, Alhamdulillah bisa bertahan sampai sekarang. Kematian memang takdir. Tapi, bagaimana pun kita semua harus berikhtiar. Dan, ikhtiar ini harus dilakukan bersama-sama.

Foto pada Hari ke-11 diisolasi di RS Bhayangkara Brimob, Depok.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top