Nizamul Mulk adalah seorang politikus paling penting Persia di abad pertengahan yang lahir di Tus tahun 1018. Ia menjadi Perdana Menteri di era dinasti Seljuk, sebuah kedudukan paling terhormat dalam pusaran kekuasaan. Signifikasi terbesarnya dalam sejarah intelektual Islam pertengahan adalah ia mendirikan sistem madrasah Nidzamiyah yang berpusat di Baghdad dan mempunyai cabang di kota-kota besar di Khurasan seperti di Nishapur.
Pada era Nizamul Mulk juga al-Ghazali menempati posisi puncak dalam karir akademiknya sebagai rektor di Nadzamiyah Pusat. Sebelumnya, beliau mengajar di Nidzamiyah Nishapur membantu gurunya Imam Haramain atau al-Juwaini. Karena kecermelangannya, Nizamul Mulk meminta al-Ghazali untuk memimpin Nidzamiyah Baghdad.
Madrasah ini lebih memfokuskan diri pada kajian yuridis atau hukum yang condong kepada mazhab Syafi’iyah dan teologi Asy’ariyah. Oleh karenanya, tak heran jika di masa Nizamul Mulk mazhab Syafi’i dan Asy’ari mencapai puncaknya. Namun, ini bukan berarti mazhab lain tidak berkembang. Buktinya, Nizamul Mulk mendukung pengajaran mazhab Syafi’iyah dan Hanafiyah secara bersamaan di sebuah madrasah di Isfahan.
Selain mempunyai perhatian terhadap kajian hukum dan teologi, Nizamul Mulk juga tidak melupakan dimensi mistik dalam Islam. Di masa kekuasaannya, ada banyak khanaqah yang didirikannya. Khanaqah adalah sebuah tempat khusus untuk berkumpulnya para sufi. Ia bahkan menyediakan kebutuhan pokok mereka supaya mereka fokus dalam perjalanan spiritualnya. Ia mendukung ahli hukum dan para sufi sekaligus untuk menjaga keseimbangan dan mendapatkan legitimasi dari keduanya.
Di Persia era dinasti Seljuk, ahli hukum dan kaum mistikus memegang peranan yang sangat penting. Para ahli hukum memiliki kekuatan yang menjangkau urusan kepemimpinan, elit politik, masyarakat kelas menengah dan para saudagar. Sementara, para sufi menjadi benteng untuk merangkul kalangan seniman, petani, dan masyarakat kecil lainnya. Di era ini, yakni abad 11 M di Persia, jumlah ahli hukum dengan para sufi seimbang di berbagai daerah.
Kedudukan Nizamul Mulk sebagai seorang tokoh politik penting dinasti Seljuk telah diprediksi oleh Syekh Abu Sa’id Abul Khair, seorang sufi masyhur di masanya. Kisah ini tercatat dalam kitab Asrar al-Tauhid karangan Ibnu Munawar. Nizamul Mulk bercerita di depan tamu sufinya:
“Aku adalah seorang anak kecil ketika Syekh Abu Sa’id tiba di Tus. Aku sedang bermain dengan sekelompok anak di lingkungan Kristen. Abu Sa’id mendekat bersama pengikutnya. Ketika dia mencapai kami, dia berpaling kepada pengikutnya dan berkata, “Barangsiapa ingin bertemu sang guru seluruh dunia, dia sedang berdiri di sini!” dan dia menunjuk kepada kami. Kami semua saling pandang dalam kebingungan, bertanya-tanya siapa yang beliau maksud karena kami semua anak-anak yang masih ingusan. Empat tahun telah berlalu sejak saat itu. Sekarang terbuktilah bahwa yang dia maksudkan adalah aku”
Syekh Abu Sa’id juga pernah berkata kepada Nizamul Mulk muda bahwa empat ribu orang akan berdiri melayaninya, yang empat ratus di antaranya memakai sabuk emas. Sementara, kisah yang ketiga adalah ketika Nizamul Mulk masih muda, ia meminta ayahnya untuk mengirim dia ke kota Merv untuk menuntut ilmu. Namun, sebelum sampai di Merv, ayahnya meminta ia untuk menemui Syekh Abu Sa’id di Meyhana untuk memberikan hormat dan meminta nasihat.
Nizamul Mulk melakukan apa yang diperintahkan oleh ayahnya. Dia tiba di Meyhana dini hari dan terkejut karena ia melihat sekumpulan sufi dengan pakaian gelap berkumpul di sekitar jalan menuju kota. Lantas, dia bertanya kepada para sufi apa yang sedang mereka lakukan. Mereka menjawab bahwa Syekh Abu Sa’id Abul Khair mengatakan bahwa barangsiapa ingin melihat seorang anak muda yang diberkahi di dunia ini dan dunia esok hendaknya pergi ke jalan menuju Azhjah dan menyambut dia. Mendengar itu, ia langsung meneteskan air mata.
Nizamul Mulk menceritakan pertemuannya dengan Syekh Abu Sa’id:
“Aku ungkapkan kepatuhan dan salamku yang hina ini kepadanya dengan mencium tangan sang guru. Sang guru menatapku dan berkata, “Salam dan semua kabar bagus, anak muda! Suatu saat kamu akan menguasai seluruh dunia. Tetaplah teguh karena inilah kedudukanmu. Tidak ada yang mampu mencegahmu dari takdirmu ini.”
Kemudian, Nizamul Mulk bertanya kepada Abu Sa’id sampai kapan kehormatan akan melekat kepadanya. Syekh Abu Sa’id menjawab, “Kapan saja kehormatan itu diambil darimu yakni sampai akhir hidupmu”.
Ternyata, apa yang dikatakan Syekh Abu Sa’id terbukti. Nizamul Mulk meninggal di perjalanan dari Isfahan menuju Baghdad, tepatnya di kota Nahavand yang sekarang termasuk ke dalam provinsi Hamedan, Iran.
Nizamul Mulk dibunuh oleh kelompok assasin yang merupakan pasukan khusus pembunuh tokoh-tokoh penting. Mereka berafiliasi kepada Syi’ah Ismailiyah pimpinan Hasan Sabbah yang bermarkas di Alamut dekat kota Qazvin Iran. Hasan Sabbah menjadi ancaman serius kesultanan Seljuk. Bahkan, semasa hidupnya, Nizamul Mulk pun pernah menyerang benteng pertahanannya, tetapi gagal.
Itulah kisah Nizamul Mulk terkait hubungannya dengan seorang sufi Syekh Abu Sa’id Abul Khair. Kebesarannya telah diprediksi oleh guru sufi ini. Oleh karena itu, tak heran jika Nizamul Mulk sangat menghormati kaum sufi di masa pemerintahannya.