Sedang Membaca
Memahami Pemikiran Al-Ghazali (7): Ilmu Pengetahuan Menurut Imam Al-Ghazali (Part 1)
Imam Nawawi
Penulis Kolom

Santri Baitul Kilmah, dan Mahasiswa S2 Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Kalijaga.

Memahami Pemikiran Al-Ghazali (7): Ilmu Pengetahuan Menurut Imam Al-Ghazali (Part 1)

Imam Ghazali

Nama besar Imam al-Ghazali sudah seperti sinar matahari, tidak butuh penjelasan lagi. Namun, pemikiran filsuf kelahiran Thus, Iran ini (1058-1111 M) tetap perlu dikaji berkali-kali.

Isham Pawan Ahmad (1998), misalnya, menulis sebuah disertasi berjudul The Epistemology of Revelation and Reason: The Views of Al-Farabi and Al-Ghazali, diterbitkan oleh Faculty of Arts, University of Edinburgh, Skotlandia.

Sayangnya, Isham P. Ahmad hanya merujuk tiga kitab al-Ghazali, seperti Iqtishad fi al-I’tiqad, Kitab al-‘Ilm, dan al-Maqshad al-Asna fi Syahr Ma’ani Asma’ Allah al-Husna. Tetapi, misalnya, kitab al-Risalah al-Ladunniyah yang judulnya saja sudah bicara soal penyingkapan (revelation) tidak dirujuk.

Kata revelation menurut Kamus Cambridge berarti the act of making something known that was secret, or a fact that is made known. Tindakan membuat sesuatu diketahui di mana sebelumnya masih rahasia, atau fakta yang dibuat diketahui.

Sedangkan menurut Kamus Oxford, revelation adalah a fact that people are made aware of, especially one that has been secret and is surprising. Sebuah fakta di mana seseorang dibuat menyadarinya, terutama sesuatu yang pernah menjadi rahasia dan membuat tercengang.

Makna revelation versi Cambridge lebih bersifat intelektual, sedangkan versi Oxford lebih melibatkan perasaan emosional seseorang seperti keterkejutan setelah mendapatkan pengetahuan. Namun, keduanya sama, yakni subjek (manusia) berada pada kondisi pasif, sehingga dirinya dibuat tahu. Bukan pada posisi aktif, di mana dirinya mengetahui dengan usaha sendiri.

Baca juga:  Memahami Pemikiran Al-Ghazali (4): Al-Ghazali Pada Periode Islam Awal

Kata revelation versi Cambridge dan Oxford ini tidak berbeda dari pengertian ‘ilm ladunni menurut Mawlawy Mohammad (1862: 1066) dalam Kasysyaf Ishthilahat al-Funun. Mawlawy Mohammad mengatakan, ‘ilm ladunni huwa al-‘ilm alladzi ta’allama al-‘abdu min Allah ta’ala bi ghairi wasithathin malakin wa nabiyyin bil musyafahah wal musyahadah.

“Ilmu ladunni adalah ilmu yang dipelajari oleh seorang manusia dari Allah tanpa pelantara malaikat maupun nabi melalui percakapan maupun perjumpaan”.

Dari pengertian leksikal ini, ilmu ladunni dan revelation adalah sama. Dan ketika Imam al-Ghazali menulis kitab berjudul al-Risalah al-Ladunniyah, disertai Isham Parwan Ahmad tidak menjadikan kitab ini sebagai bagian penting dari sub pembahasannya. Untuk itulah, artikel ini mencoba melihat sesuatu yang lain.

Al-Ghazali mengkelompokkan ilmu pengetahuan itu menjadi dua kelompok: ilmu agama (al-‘ulum al-syar’iyah) dan ilmu rasional (al-‘ulum al-‘aqliyah). Namun, al-Ghazali menekankan di sini bahwa kebanyakan ilmu syariat itu bersifat rasional bagi golongan orang-orang yang alim. Sebaliknya, ilmu rasional itu bersifat agama atau syar’iyah bagi golongan orang-orang yang arif.

Ilmu agama dibagi menjadi dua macam: pertama, Ilmu ushul atau ilmu pokok, yang disebut ilmu tauhid, dan kedua, ilmu furu’ atau ilmu cabang. Ilmu ushul ini bersifat teoritis (al-‘lmiy), sedangkan ilmu furu’ ini bersifat praktis (al-‘amaliy).

Baca juga:  Sufi Perempuan Ummul Aswad binti Zayd

Ilmu Furu’ atau Ilmu Praktis atau Ilmu Amali ini dibagi tiga macam lagi:

  • Yang menyangkut hak Allah, seperti ilmu tentang berbagai macam ibadah, mulai bab thaharah (bersuci), shalat, zakat, haji, jihad, zikir, hari-hari raya dalam Islam, jum’atan, dan ibadah-ibadah sunnah dan fardhu lainnya,
  • Yang menyangkut hak manusia, yaitu ilmu yang berkenaan dengan adat-tradisi. Ada dua kategori ilmu yang berkaitan dengan hak sesama manusia ini; a) kategori muamalah, seperti jual beli, perserikatan, pemberian, pinjaman-meminjam, qishah, dan hal-hal tentang denda, b) kategori muakadah/akad, seperti pernikahan, talak, pembebasan budak, dan pembagian harta warisan. Semua ilmu ini disebut ilmu fikih, dan
  • Yang menyangkut hak diri sendiri, yaitu ilmu tentang akhlak; perilaku yang baik dan yang buruk, yang bisa diterima dan yang ditolak.

Sedangkan Ilmu rasional sendiri juga terbagi menjadi tiga macam:

  • Ilmu matematika yang membahas tentang angka dan bilangan dan ilmu manthiq (logika) yang membahas tentang bentuk-bentuk dan batasan-batasan segala sesuatu melalui abstraksi pikiran (al-tashawwur).
  • Ilmu alam, yang bicara tentang benda-benda, komponen-komponen semesta. Ilmu astronomi, biologi, psikologi,kimia, fisika, kedokteran, bahkan pertambangan masuk kategori ini.
  • Ilmu metafisika, yang membahas tentang wujud, wajibul wujud, mumkinul wujud, Tuhan, malaikat, setan, mukjizat, karomah, jiwa-jiwa suci, dan sebagainya. Pembahasan tentang revelation atau ilmu ladunni ini masuk dalam bab ini.
Baca juga:  Tersesat dalam Agama

Imam al-Ghazali memasukkan Ilmu Ladunni dalam kelompok al-‘Ulum al-‘Aqliyah atau ilmu rasional memang sudah dikonfirmasi oleh penelitian terdahulu. Karena itulah, Isham Pawan Ahmad menggandengkan diksi “revelation” dengan diksi “reason” atau akal rasional. Namun, kita perlu pembahasan lebih lanjut bagaimana rasionalisasi al-Ghazali dalam menaruh ilmu ladunni sebagai epistemologi ilmu rasional. [bersambung]

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
4
Senang
2
Terhibur
2
Terinspirasi
3
Terkejut
4
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top