Agama islam datang dibawa oleh Rasulullah SAW dengan membawa kabar gembira, seperti yang difirmankan Allah SWT dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 102,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah (wahai Muhammad): Ruhul Qudus (Malaikat Jibril) menurunkan al-Qur’an dari Tuhanmu itu dengan benar, supaya orang-orang yang telah beriman meneguhkan (hatinya) dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang muslim”.
Fenomena yang ada saat ini, banyak para pendakwah yang terlalu kaku dalam beragama. Agama islam datang memang membawa kabar gembira dan peringatan, akan tetapi harus seimbang dalam menyampaikannya, jangan terlalu banyak menyampaikan materi yang menakut-nakuti umat.
Meminjam istilah Gus Baha’, beragamalah dengan ceria, islam memang juga harus dibawa dengan riang dan santai. Terlebih dengan kondisi saat ini yang serba susah, agama harus hadir sebagai kabar gembira kepada mereka dan tempat untuk melupakan segala kepenatan hidup.
Rasulullah SAW pun juga suka dengan bersenda gurau. Dikisahkan dalam kitab Adabud Din wad Dunya karangan Abu Hasan al-Mawardi, suatu ketika Rasulullah pernah didatangi oleh seorang wanita tua.
فمن مزاحه عليه السلام: ما روي أن عجوزا من الأنصار أتته فقالت: يا رسول الله ادع الله لي بالمغفرة, فقال لها: أما علمت أن الجنة لا يدخلها العجز؟
“Salah satu senda gurau Rasulullah SAW yaitu, sebuah riwayat yang menceritakan bahwa ada seorang wanita tua dari golongan sahabat anshor mendatangi Rasulullah SAW dan berkata: wahai Rasulullah, mintakan ampunan kepada Allah untuk saya. Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada wanita tua tadi: Apakah engkau tidak mengetahui bahwa orang yang tua renta tidak akan memasuki surga?.
Mendengar jawaban tadi, wanita tua tersebut merasa sedih dan kecewa. Rasulullah SAW malah bersikap sebaliknya, beliau malah tersenyum.
وقال لها: أوما قرأت قول الله تعالى, اِنَّآ اَنْشَأْنٰهُنَّ اِنْشَاۤءًۙ فَجَعَلْنٰهُنَّ اَبْكَارًاۙ عُرُبًا اَتْرَابًاۙ لِّاَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ
“Dan Rasulullah SAW berkata kepada wanita tua tadi: Apakah engkau belum membaca firman Allah SWT (surat al-Waqi’ah ayat 35-38), sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung, lalu Kami menjadikan mereka perawan-perawan, yang penuh cinta (dan) sebaya umurnya, untuk golongan kanan”.
Mengetahui perkataan tersebut, wanita tua tadi menjadi hilang kesedihannya, karena jawaban Rasulullah SAW tadi dengan maksud candaan bahwa orang yang masuk surga tidak ada dalam keadaan yang tua akan tetapi dalam keadaan seperti ketika masih muda. Selain itu, suatu ketika Rasulullah SAW juga pernah didatangi oleh seorang wanita untuk berkonsultasi tentang hajatnya dengan suaminya.
فقال لها : ومن زوجك؟ فقالت: فلان, فقال لها: الذي في عينه بياض؟ فقالت: لا, قال: بلى
“Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada wanita tadi: siapakah suamimu?. Lalu si wanita tadi menjawab: Fulan. Kemudian Rasulullah SAW bertanya lagi kepada si wanita tadi: Apakah orang yang di matanya ada warna putih?. Wanita tadi kemudian berkata: bukan. Lalu Rasulullah SAW menimpali si wanita tadi: iya (dia di matanya ada warna putih)”.
Kemudian wanita tadi bergegas untuk menemui suaminya. Dia mengira bahwa apa yang dikatakan Rasulullah SAW tentang suaminya bahwa di matanya terdapat warna putih itu merupakan sebuah penyakit mata.
فقال لها: ما شأنك ؟, فقالت: أخبرني رسول الله صلى الله عليه و سلم أن في عينيك بياض , فقال لها: أما ترين بياض عيني أكثر من سوادهما؟
“Kemudian suami si wanita tadi bertanya kepadanya: ada apa gerangan dengan sikapmu?. Lalu sang istri menjawab: Rasulullah SAW baru saja memberi tahu saya bahwa di mata kamu ada sesuatu (penyakit) warna putih. Sang suami kemudian berkata kepada istrinya: Apakah kamu ini tidak melihat bahwa di mataku warna putihnya lebih banyak daripada warna hitamnya?”.
Maksud dari perkataan Rasulullah SAW bahwa di matanya ada warna putih itu bukan bermaksud penyakit mata. Akan tetapi, mata seseorang memang berwarna putih dan hitam seperti yang dijelaskan si suami tadi.
Mungkin masih banyak orang yang kurang mengetahui bahwa Rasulullah SAW juga suka bercanda, meskipun tidak sampai melewati batas. Tentu ini menjadi PR bagi para pendakwah yaitu mereka harus menggambarkan sifat Rasulullah tidak dengan gambaran yang garang dan menakutkan, tetapi juga menampilkan sisi sifat beliau yang rileks dan santai. Sehingga seseorang ketika berbicara tentang agama merasa menyenangkan.
terimakasih ustadz,, mohon barokah, izin ikut share, menyebarkan materi yang baik ini. terimakasih