Sedang Membaca
Cara Orang Indonesia Menghadapi Covid-19

Peneliti di Research Center for Biology, Indonesian Institute of Scienties

Cara Orang Indonesia Menghadapi Covid-19

1 A Jamu

Terkait penanganan Covid-19 dan kebijakan, rasanya tiap negara mengikuti protokol WHO (World Health Organization). Dari Social Distancing, Lockdown, maupun kebijakan terkait dengan aspek lainnya. Yang berbeda justru pada masyarakat atau warga negara, antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Termasuk tentu saja, bangsa Indonesia yang memiliki cara sendiri dalam menghadapi wabah ini.

Ramuan Tradisional untuk Menangkal Virus

Iklim tropis dengan keragaman hayati yang tinggi, telah memberikan pengalaman pada masyarakat Indonesia. Di berbagai daerah dan kelompok masyarakat, orang-orang terbiasa memanfaatkan berbagai macam jenis biota untuk pengobatan.

Ada ribuan macam tumbuhan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk pengobatan.
Pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan, maupun tujuan lainnya, pun diterapkan oleh masyarakat Indonesia dalam menghadapi wabah ini. Ramuan tradisional kembali dikonsumsi oleh masyarakat.

Ramuan tradisional dalam pengobatan, terutama pada bahan tumbuhan yang digunakan, banyak yang sesuai dengan pengobatan modern (medis). Beberapa kajian yang melihat senyawa aktif tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat untuk suatu penyakit, terbukti memiliki kandungan kimia yang demikian. Dalam pengobatan tradisional, dikenal terdapat tiga tahap pengobatan.

Tahap pertama adalah meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh. Hal ini dimakasudkan supaya anti-bodi dapat melawan penyakit yang ada. Jika anti-bodi atau imunitas sudah kuat, maka lebih mudah menghilangkan penyakit.

Tahap kedua adalah mengobati penyakit itu sendiri. Jika sakitnya panas, maka ramuan yang digunakan adalah untuk menurunkan panas. Demikian juga untuk gejala-gejala sakit yang lainnya, maka ramuan yang digunakan untuk tujuan melawan penyakitnya.

Setelah pengobatan pada yang sakit, tahap berikutnya adalah ramuan yang mencegah penyakit serupa datang kembali, terutama melalui ramuan yang diracik dalam usaha pengembalian kesegaran tubuh. Setalah minum ramuan ini, tubuh secara berangsur-angsur akan merasakan kesegaran.

Dengan tiga tahapan ini, orang Indonesia memiliki daya tahan tubuh yang relatif lebih kuat dibandingkan dengan masyarakat lainnya.

Baca juga:  Covid-19 di Pesantren (2): Terinfeksi Korona Bukan Aib

Cara pengobatan tradisional ini berbeda dengan cara pengobatan medis maupun cara tradisional bangsa lain (China). Dalam cara medis, obat kimia yang diminum berfungsi untuk melawan penyakit yang diderita, tanpa melalui upaya peningkatan daya tahan tubuh terlebih dahulu. Demikian juga cara tradisional China.

Cara pengobatan tradisional, walaupun terbukti telah berkontribusi mempertahankan kehidupan, tetap memiliki kelemahan. Yaitu, membutuhkan waktu yang lama. Akibatnya, orang-orang tidak sabar dalam proses pengobatan.
Dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, cara tradisional kembali digunakan oleh masyarakat Indonesia, walaupun baru tahap pertama, yakni penguatan imunitas tubuh.

Ramuan yang dimanfaatkan pun beragam, ada yang berbentuk seperti jamu rebusan, dalam bentuk minuman kesegaran, makanan maupun bentuk lainnya.

Selain memanfaatkan yang telah ada sebelumnya, seperti meminum ramuan empon-empon, wedang uwuh, wedang jahe, masyarakat juga mengkonsumsi ramuan berdasarkan informasi baru mengenai peningkatan daya tahan tubuh. Kajian modeling yang dilakukan oleh peneliti di Universitas Indonesia dan IPB, setidaknya yang beredar di masyarakat, menunjukkan bahwa kombinasi daun kelor (Moringa oleifera), jambu merah (Psidium guajava), jeruk (Citrus spp.) dan dicampur madu dipercaya mampu menangkal berbagai macam virus. Semua bahan dijadikan satu lalu bikin minuman dengan cara dijuice.

Ramuan baru tersebut, jika dilihat dari komposisi bahan yang digunakan tampaknya bertujuan untuk meningkatkan daya tubuh. Dengan kuatnya daya tahan tubuh, maka virus tidak bisa menyerang.

Cara lain yang digunakan bangsa Indonesia adalah melalui wirid, doa, hizib, maupun mantera.

Dalam pengobatan tradisional, aspek mantera merupakan bagian penting dalam proses pengobatan. Mantera biasa dibacakan ketika proses pengobatan. Walaupun demikian, biasanya juru pengobatan sudah membaca mantera, wirid, atau doa sejak memgambil bahan-bahan alam untuk pengobatan.

Ketika hendak mengambil suatu jenis tumbuhan untuk obat, selain faktor waktu pengambilan yang ditentukan juga ada doa yang turut dirapalkan. Dalam kaitan pengobatan, mantera atau doa pun dirapalkan pada semua tahapan. Dari proses pencarian bahan, saat pengobatan, dan pasca pengobatan.

Baca juga:  Media Sosial dan Hal Baru di Haul Abah Guru Sekumpul

Pada saat pengambilan bahan, mantera, doa atau wirid dilakukan sebagai bentuk komunikasi dengan alam. Melalui cara ini, maka akan diketahui tumbuhan apa yang digunakan, bagian tumbuhan yang digunakan, dan dosis atau ukuran bahan yang digunakan.

Sedangkan pada saat pengobatan, doa yang dirapalkan berfungsi untuk memasrahkan pada Tuhan. Walaupun secara medis suatu tumbuhan bisa digunakan untuk obat, tetapi hakekatnya yang menyembuhkan adalah Tuhan.
Sedangkan mantera atau doa yang dirapalkan setelah proses pengobatan, berfungsi untuk mengembalikan pada alam.

Doa juga terkadang digunakan tidak berbarengan dengan pengobatan, melainkan dilakukan secara terpisah dengan memanfaatkan ramuan. Terkadang dilakukan setelah sholat fardu, salat malam, atau pada waktu-waktu tertentu (bagi muslim).

Doa berfungsi untuk menambah kekuatan mental orang dalam menghadapi penyakit atau wabah seperti sekarang ini. Dengan meningkatnya mental, maka orang menjadi optimis dan siap dalam menghadapi bencana.

Dua cara yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia ini, yakni konsumsi ramuan dan doa adalah menyasar dua aspek fundamental manusia, yakni aspek dhohir dan batin.

Aspek dhohir dikuatkan melalui ramuan berbagai macam jenis tumbuhan, sednahkan aspek batin melalui berbagai macam mantera, wirid, dan doa.

Pentingnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pandemi Covid-19 yang mengagetkan orang juga menunjukkan kedigdayaan China yang telah memadukan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang dicapai China bukan serta merta, melainkan perjalanan evolusi pemikiran manusia.

Kemajuan yang dicapai China merupakan mata rantai dari sejarah bangsa ini. Pada beberapa abad silam, mereka pernah “menjelajahi” belahan dunia lain, menyerap ilmu, dan mengembangkannya dalam formula-formula tertentu. Baik pada aspek filosofi, pengobatan, politik, ekonomi dan budaya. Jejak-jejak masa lalu sebagai dasar dari kemajuan negeri Tirai Bambu bisa dibaca dari tren perkembangan dan “ambisi” negeri ini.

Baca juga:  Humor Pesantren: Humor Mistikus Sunda Sirna di Rasa

Keberhasilan China melawan Covid-19 menunjukkan tidak saja kemajuan sains, tetapi juga bangsa yang memiliki akar historis kuat dan menjadikannya sebagai pijakan akan berhasil. Amerika dan Eropa Barat adalah bangsa yang tidak memiliki sejarah (Erick Wolf). Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkannya pun tidak memiliki akar sejarah yang cukup kuat.

Bagaimana dengan Indonesia? Bangsa ini sebenarnya memiliki akar sejarah yang kuat. Kekayaan tradisi dan ilmu tradisional menunjukkan hall tersebut. Belum bicara manuskrip kuno yang tersebar di berbagai perpustakaan, museum, maupun kolektor.

Namun, semua tanpa arti. Belum ada kajian serius yang menjadikan kekayaan tersebut sebagai pijakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa ini masih terbuai oleh kemerlap sains yang berkembang di Barat.

Akibatnya, kita tertatih-tatih mengejar ketinggalan dari negeri barat pada satu sisi, dan di sisi lain modal kekayaan yang bisa menjadi pijakan sudah terbengkalai karena diabaikan.

Kini sudah saatnya kita kembali mengok laku-lampah para pendahulu sebagai landasan melangkah. Tentunya dengan usaha saintifikasi dan disesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Seperti yang dilakukan oleh Andria Agusta, peneliti LIPI yang menemukan senyawa aktif dan potensial sebagai anti biotik masa depan. Penemuannya tersebut terinspirasi dari kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mengunyah gambir, salah satu bahan dalam sirih-pinang. Desanya di Minangkabau adalah sentra produksi gambir.

Berangkat dari situasi tersebut, Andria kemudian melakukan penelitian senyawa aktif yang ada pada gambir dan jamur endofit yang ada pada tumbuhan tersebut.

Usaha yang dilakukan oleh Andria Agusta, bisa inspirasi pada aspek kehidupan lainnya. Kimia, biologi, ethobiology, sosial, matematika, astronomi dan lain sebagainya.

Bukakah, pada aspek-aspek tersebut telah muncul teori baru yang menjadikan Indonesia sebagai lapangan penelitian?

Kita hanya perlu melihat kekayaan sejarah kita dengan perspektif ilmu pengetahuan dan teknologi

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top