Ada yang menarik jelang Natal tahun 2020 ini. Saya menonton sebuah film setingkat Hollywood terpanjang durasi yang kutonton, lebih dari tujuh jam dengan dua episode. Seperti judul filmnya, Sayidah Maryam, film ini mengisahkan Bunda Maryam dan keĺahiran Nabi Isa Al-Masih.
Nabi Zakariya sebagai kakek Bunda Maryam dan Buyut Nabi Isa dengan jelas ditunjukkan sebagai pendakwah yang arif dan bijaksana, tanpa kekerasan. Sayangnya Nabi Imran, ayah Bunda Maryam tidak ditampilkan, hanya ibunya saja, Hana yg ditampilkan saat melahirkan Sayidah Maryam.
Sebelum Maryam dilahirkan, semua umat beragama berharap Al-Masih segera hadir di dunia. Kelahiran Al-Masih memang sudah diperkirakan dan tercatat dalam kitab-kitab mereka, sebagaimana kelahiran Nabi Muhammad saw yang juga tertulis dalam kitab Injil. Hana, istri Nabi Imran begitu tahu kalau yang dilahirkan seorang perempuan, dirinya bernadzar untuk menjadikan Maryam sebagai perempuan yang hidupnya hanya untuk beribadah.
Nadzar Hana, didukung penuh oleh Nabi Zakariya dan keluarganya. Sebelum masuk kuil (tempat ibadah umat Yahudi) terbesar di Yerussalem, Maryam kecil diajari pengetahuan Agama oleh Kakeknya, Nabi Zakariya. Selama dalam pengasihannya, Maryam kecil sudah banyak hafal ajaran-ajaran Nabi Musa yang diajarkan. Bahkan, menurut sang Nabi, hafalan Maryam melebihi para pendeta Yahudi yang ada. Pun sangat fasih dalam pelafalannya.
Kuil Yerussalem yang menjadi tempat Maryam beribadah, sangat jauh dari kota asal Nabi Zakariya di Jalela. Ketika Maryam kecil sudah mulai dititipkan, ibu Hana sangat merindukannya, bahkan untuk menahan rindunya itu, dia harus menahan lapar dan dahaga, berpuasa. Maryam kecil yang halus budi pekertinya, lembut suaranya dan selalu perhatian pada sesama, sudah mulai terkenal di beberapa kota, bahkan dia dikenal pula dapat menyembuhkan orang sakit.
Ibarat pesantren di Indonesia, Maryam itu sedang mondok. Dia tidak boleh ditengok setiap hari. Yang sering menjenguk Maryam itu kakek Zakariya. Hingga suatu saat kunjungan Nabi Zakariya mendapati Maryam tangan dan badannya memar dan kesakitan. Maryam kecil tidak mengadu, dia hanya menangis. Dia hanya mengadu pada Tuhannya. Gegara sakitnya itu Nabi Zakariya usul ke para pendeta supaya Maryam dibebaskan dari jenis pekerjaan layanan di Kuil.
Sejak awal Maryam memang hanya untuk beribadah. Tetapi oleh pendeta yang ditemui Nabi Zakariya, dikatakan, semua yang ingin jadi pelayan Tuhan, harus mengerjakan sesuatu di kuil sesuai dengan pengalaman para senior sebelumnya. Mirip dengan pondokan di sebuah asrama Pendidikan, bukan?
Kembali pada kehidupan Maryam untuk Tuhan di kuil sudah mulai dikenal sebagai wanita suci. Sebutan perempuan suci itu diam-diam membuat para pendeta irihati pada satu-satunya perempuan yang hidup di kuil. Irihati inilah yang semakin memuncak dari pendeta, bersamaan dengan suara “wahyu” yang datang ke Maryam supaya ikut shalat bersama lelaki dan para pendeta di tempat ibadah utama. Sejak saat itu, Maryam mulai dikucilkan para pendeta Yahudi. Bahkan ada seorang pendeta yang merencanakan biar Maryam dipermalukan di depan publik.
Seperti takdir yang telah dituliskan. Maryam pun mendapatkan wahyu berikutnya, bahwa dia akan mengandung seorang bayi yang akan menjadi penerang dunia dan membela orang tertindas. Saat Nabi Zakariya menjenguk Maryam, pesan melalui Wahyu itu tidak disampaikan pada kakeknya. Bagaimana mungkin dia akan hamil sementara tidak ada lelaki yang dapat menyentuhnya. Jangankan disentuh, untuk sekadar bertatapan mata saja, Maryam tidak melakukannya.
Maryam pergi dari kuil bersama kakeknya, hanya saja, pada saat kembali ke rumah Nabi Zakariya, Maryam memutuskan untuk tidak menambah beban keluarga kakeknya. Maryam menjauh dari keramaian selama berbulan-bulan. Saat Maryam di pengasingan, terdapat beberapa ilmuwan astronomi yang beragama tauhid menghadap Raja Judea terkait dengan hasil risetnya bahwa akan lahir seorang bayi yang telah lama dinanti-nantikan umat manusia sebagai sang juru selamat.
Syahdan, wahyu berikutnya turun kepada Maryam bersamaan kelahiran Almasih. Berbagai mukjizat diperlihatkan dalam film itu, termasuk keluarnya air kehidupan yang ada di sekitar kelahiran Isa Almasih di atas gurun dan gunung. Saat wahyu turun itu ada perintah, supaya Maryam dan bayinya kembali ke kota Yerussalem. Maryampun bertanya bagaimana mungkin dapat saya lakukan hal itu? Maryam cukup diam, berpuasa kata-kata dan isyaratkan supaya bertanya kepada sang bayi. Biarlah sang bayi Almasih saja yang menjawab semua pertanyaan umat.
Setelah Maryam suci dan Al-Masih tiba di tengah kota, para pendeta dan masyarakat sudah kumpul dengan segala umpatannya, seperti skenario awal, seorang pendeta bertanya kepada sang bayi. Lalu dang bayi menjawab dengan jelas dan tegas, bahwa dirinya adalah Almasih, Isa putra Maryam. Dia dilahirkan untuk menjalankan ajaran Tuhan dan membawakan Alkitab. Saat itulah semua pendeta dan orang yang sejak awal memusuhi Maryam mendapatkan balasannya. Sebaliknya mereka yang menantikan Al-Masih, termasuk Nabi Zakariya bergembira dengan jawaban sang bayi yang telah dinantikannya.
Dengan demikian, film ini mengisahkan dua kelahiran: Sayidah Maryam dan Nabi Isa Al-Masih dengan bukti kemukjizatannya. Sungguh menarik film ini, di tengah “ustadz-uatadz” yg merasa “paling berislam”, terapi diingatkan oleh ungkapan bayi Isa Al-Masih untuk menundukkan para pendeta Yahudi saat itu di Yerussalem. Sebagai sebuah film tentu saja terdapat beberapa imajinasi, sekalipun film ini sejak layar pertama dengan judul “Sayyidah Maryam”, telah disclamair, bersumber dari penjelasan Al-Quran dan As-Sunnah.
Rasanya film ini banyak sekali menginspirasi saya, mulai dari mencoba memahami bagaimana kesusteran dalam agama Kristen hingga kesucian Maryam. Nampaknya lebih mudah memahami ayat Al-Qur’an yang menjelaskan hal itu. Begitu juga dengan konteks kelahiran seorang Nabi. Tidak ada satupun Nabi yang berjuang menegakkan ajarannya demi keadilan umat manusia yang tidak ada halangan, termasuk dari internal umat beragama.
Selamat Natal bagi yang menjalankannya. Damai dan kasih semoga senantiasa termanifestasikan di bumi Indonesia. Seperti kisah kelahiran Maryam dan putranya, Isa Al-Masih.
Banyak yg salah mengerti mengenai kisah maryam wanita suci ini oleh karena tafsiran yg tidak tepat.
jika maryam hamil tanpa suami maka akan bertentangan dengan surat an nisa ayat 1.
lalu dia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna.(maryam ayat 17)
makna ruh disini adalah seorang nabi bagi suami Maryam.
dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan dia termasuk orang-orang yang taat.(at tahrim ayat 12)
makna ruh disini adalah yg akan lahir sebagai nabi.
dimanakah letak kasih sayang itu apabila Maryam hidup sebagai janda dan Isa hidup sebagai yatim?oleh perbuatan ”Tuhan”?
dengan secara tidak langsung bahwa ini adalah suatu penghinaan terhadap Isa,Maryam dan yg maha kuasa berkat pemikiran syeitan karena tafsiran yg tidak tepat.
yg lucunya yg beragama menganggap semua kejadian pada diri mereka ini (Isa dan maryam) adalah suatu pujian.
ustadz sayyid habib yahya