Sedang Membaca
Dangdut dan Lagu Arab: Fenomena Syiiran dan Latar Musik di Media Sosial
Muhammad Nizam AR
Penulis Kolom

Santri di PP. Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Sosial Media : instagram (@nizamarrazy)

Dangdut dan Lagu Arab: Fenomena Syiiran dan Latar Musik di Media Sosial

Gambar Kitab Syiir Penganten Anyar

Bertebaran di sosial media para muda-mudi mengunggah postingan di sosial media menggunakan latar musik arab. Gelombang seperti itu bukan tanpa sebab, bisa jadi hal itu disebabkan maraknya selebgram-selebgram yang memasang foto di sosial media dengan lagu arab serta memperlihatkan momen hijrah mereka dan berimbas diikuti para muda-mudi selaku follower mereka. 

Pertama-tama dapat diajukan pertanyaan mendasar “apakah hal tersebut merupakan kesalahan?, sedangkan kita memiliki musik kultur sendiri, dangdut misalnya”.

Menyukai keindahan merupakan fitrah manusia, terlebih keindahan tersebut diaplikasikan menjadi lagu. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa “Allah Dzat yang indah dan menyukai keindahan.” Nabi sendiri pernah didendangkan syair tentang pujian kepada beliau, dan beliau pun diam sembari menikmati hal tersebut.

Maka apakah mendengarkan lagu arab suatu kesalahan? Tidak salah memang, bila hal menyukai lagu-lagu berbahasa arab menjadi trend, sebab Imam Syafi’i dalam beberapa literatur, seperti dalam Tarikh Tasyri’ karya Syekh Khudori Bik diceritakan ketika masa pencarian ilmu, beliau pertama kali menekuni ilmu, beliau memilih menekuni syair-syair yang beliau dapatkan dari suatu kabilah di kota Mekkah.

Memang, menikmati syair-syair merupakan satu langkah dari puluhan langkah untuk bisa nyaman dengan bahasa arab, yang puncak akhirnya bisa merasakan keindahan susunan kata dalam al-Qur’an.

Baca juga:  Catatan Festival Film Indonesia 2023: Narasi Kultural, Ekosistem Film dan Konstruksi Identitas Keindonesiaan

Entah bagaimana cara para muda-mudi menikmati alunan musik arab tersebut, entah sebatas menikmati -seperti penikmat musik pada umumnya. Atau lebih dari itu bisa membuat mereka lebih mencintai bahasa arab. Membicarakan tentang menikmati alunan bahasa, tertulis dalam keterangan kitab Jawahirul Lu’lu’iyah Syarah Arbain an Nawawiyah diceritakan bahwa ada sekelompok orang yang ketika mendengar ayat

(وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ ۖ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ) QS. Hud : 44

ia menggeleng-nggelengkan kepalanya karena menikmati keindahan dalam susunan kalimatnya. Ada juga yang hingga jatuh tersungkur ketika mendengar ayat

( فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِين)َ QS. Al Hijr : 94

Ketika ia terbangun lantas ia berkata “Aku kagum terhadap keindahan ayat ini.”

Hal ini disebabkan karena salah satu bentuk mukjizat Al Qur’an adalah keindahan dalam bahasanya. Bahkan, di referensi yang sama ada sekelompok orang romawi yang mendengar surah An Nur : 52

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Mereka lantas masuk islam kemudian mendatangi Sahabat Umar dan menceritakan bahwa ayat tersebut menghimpun apa yang telah disampaikan Nabi Musa baik perihal dunia maupun akhirat.

Begitulah, bahasa Al Qur’an dengan keindahan tingkat tinggi yang apabila kita bisa sampai di titik tersebut, maka kita akan terbuai akan keindahan bahasanya.

Baca juga:  Sajak Perspektif Al-Ghazali (4): Musik Penggelora Rindu

Di Pondok Pesantren sering kita temui para santri berlomba-lomba untuk bisa menghafal nadhom (syiir), mulai dari fan akhlaq- yang kita kenal dengan nadhom Alala. Berlanjut ke fan Nahwu dengan Imrithi, Alfiyah-nya. Dan Jawahirul Maknun mengikut dalam fan Balaghohnya.

Disamping fan tersebut merupakan fan pokok dalam memasuki dunia bahasa arab, juga kebiasaan menghafal merupakan salah satu cara untuk mengikut pada ucapan para ulama:

من حفظ المتون حاز الفنون

(Siapa yang menghafal kitab-kitab matan, maka ia akan menguasai berbagai macam fan fan Ilmu.)

Matan (ungkapan pendek, bermakna luas) merupakan gerbang awal untuk bisa melangkah ke arah pemahaman yang lebih mendalam. Maka para santri salah satu dari sekian cara untuk bisa memahami bahasa arab adalah dengan menghafal untaian demi untaian nadhom (syiir) yang berisi berbagai macam fan tersebut.

Tidak berhenti di situ, pada malam tertentu para santri berkumpul untuk bersama-sama bersholawat dengan berbagai macam kitab berisi pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Maulid ad-Diba’i, Barjanzi, Simtut Duror adalah beberapa nama kitab yang sering dibaca oleh para santri. Disamping untuk menambah ketebalan cinta kepada Nabi, pembacaan hal itu juga melatih intuisi para santri agar nyaman dengan Syiir bahasa arab.

Setelah menyelesaikan mempelajari berbagai macam fan -yang berupa nadhom- tersebut, baru mereka dilatih untuk mempraktikkan apa yang mereka pelajari. Maka, sebenarnya santri dengan nadhom (syiir) merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Baca juga:  Menjejak Keprak: Pagelaran Wayang Purwa Sebagai Sebentuk Meditasi

Terakhir, senang terhadap sesuatu seyogianya dibarengi dengan keinginan untuk bisa memahaminya secara utuh, senang terhadap lagu berbahasa arab misalkan, harus bisa dibarengi dengan semangat untuk mempelajari hal itu. Sekian.

 

Referensi :

Tarikh Tasyri’ Syekh Khudori Bik

Jawahirul Lu’luiyah Syarah Arbain an Nawawiyah

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
7
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top