Tak bisa dipungkiri bahwa tiap langkah perjuangan membutuhkan harta. Begitupula pengembangan perjuangan dakwah Islam. Islam menjadi tersebar luas seperti hari ini adalah berkat uluran tangan para donatur yang rela menyisihkan hartanya untuk kepentingan dakwah, salah satu donatur tersebut adalah Abdurrahman ibn Auf.
Suatu waktu rasulullah hendak mengutus sariyah (peperangan skala kecil yang tak diikuti nabi). Sebelum pasukan berangkat, rasul mengumumkan kebutuhan logistik. “Siapa yang hendak bersedekah? Karena aku hendak mengutus utusan.”. mendengar itu, dengan segera Abdurrahman ibn Auf menimpali.
“Saya wahai Rasulullah! Di rumah aku memiliki harta 4 ribu. Dua ribu aku pinjamkan untuk kepentingan agama Allah dua ribu sisanya aku berikan untuk hidup keluargaku!’.
Dalam kesempatan lain, tepatnya ketika nabi hendak menyiapkan pasukan untuk perang Tabuk, perang terakhir yang diikuti nabi, Abdurrahman ibn Auf lagi-lagi menjadi salah satu donatur utama logistik perang ini. Tercatat dalam sejarah, dana perang Tabuk ini amat banyak. Pasalnya pada waktu Madinah sedang musim kemarau panjang yang berdampak pada lesunya ekonomi. Dan lebih dari itu, dalam perang Tabuk kaum Muslimin akan menghadapi imperium besar, yakni Imperium Romawi.
Rasul kemudian meminta orang-orang untuk melakukan swadaya dana. Tanpa dikomando, Abdurrahman ibn Auf datang dan ia menyerahkan sekitar 200 Uqiyah Emas (Jika tidak salah konversi begini: 200 Uqiyah emas, 1 Uqiyah = 31, 7475 gr emas. 200 Uqiyah dikali 31, 7475 gr emas = 6. 249, 5 gr emas kali Rp. 400. 000 = 2.539. 800. 000. 00) Melihat itu, beberapa sahabat kaget, termasuk Nabi Muhammad Saw. Dan beliau bertanya dengan penuh keheranan:
“Apakah kau menyisakan harta untuk bekal untuk keluargamu, wahai Abdurrahman!?”
Abdurrahman ibn Auf menjawab:
“Iya Rasulullah! Sisa bekal untuk keluargaku lebih banyak dan lebih bagus dari sedekahku ini. Bekal itu adalah janji Allah Swt. dan rasul-Nya atas mereka yang berjuang untuk kebaikan”.
Kebaikan-kebaikannya tidak terbatas ketika nabi masih ada. Sepeninggal nabi, semua yang menanggung biaya dan kebutuhan logistik istri-istri nabi adalah Abduraahman ibn Auf. Ketika para istri nabi sedang ada kebutuhan, Abdurrahman ibn Auf di posisi terdepan. Ketika hendak pergi haji, ia yang menemani hingga selesai perjalanan.
Suatu waktu Abdurrahman ibn Auf menjual tanah miliknya senilai 40 ribu dinar dan ia membagi-bagikan hasil penjualannya kepada kaum fakir, miskin dan kepada Bani Zuhroh (warga kampung Siti Aminah, ibunda nabi). Bukan hanya itu, para istri nabi juga mendapat bagian khusus.
Detik menjelang kewafatannya, Abdurrahman masih terus melakukan kebaikan melalui harta yang dimilikinya. Ia memerdekakan sekitar 100 budak yang dimilikinya tanpa syarat, memberi 100 veteran Perang Badar dengan 400 dinar emas, tiap-tiap istri nabi mendapat bagian yang berlimpah ruah. Hingga saking banyaknya, Siti Aisyah bergumam:
“Semoga Allah Swt. menyiramnya dengan air dari Surga”.
Jumlah harta Abdurrahman ibn Auf memang begitu banyak. Bisnisnya sukses, pertaniannya subur. Sedekah berutal yang ia lakukan selama hidupnya tak mengurangi jumlah hartanya. Alih-alih berkurang, justru omset kekayaannya makin bertambah. Itu semua karena doa keberkahan yang dipanjatkan oleh nabi sendiri kepada Abdurrahman ibn Auf.
Abdurrahman ibn Auf Wafat dengan tenang: ia kaya raya tetapi harta tak bisa membelenggunya. Bertindak sebagai Imam Salat jenazah menantu nabi, Usman ibn Affan, yang menggotong jenzahnya adalah paman nabi dari jalur ibu, Said ibn Abi Waqqas dan ikut mengantarkan ke peristirahatan terakhir, sepupu sekaligus menantu nabi, Ali ibn Abi Thalib. Sungguh kematian yang indah. []