Sedang Membaca
Dakwah Islam di Pulau Dewata
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Dakwah Islam di Pulau Dewata

Meski Pulau Dewata kesohor sebagai tempat pariwisata yang kental dengan budaya Hindu namun penganutnya tidak jatuh pada sikap fanatisme. Islam tumbuh harmonis di Desa Kampung Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung bersama penganut Agama Hindu.

Dalam perjalanan Agustus lalu menuju Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Pulau Bali, kami menyaksikan orang-orang Hindu sedang asyik mengobrol di teras depan rumah masyarakat umat Muslim di Desa Kampung Gelgel. Sementara pakaian yang dikenakan umat Islam layaknya menyerupai pakaian adat penganut Hindu tetapi tanpa menghilangkan khas muslim.

Kerukunan antara umat Muslim di Desa Kampung Gelgel dengan penganut Agama Hindu yang berada di Desa Gelgel terawat sejak masuknya Agama Islam ke Pulau Bali pada tahun 1390-1600 melalui sewace linggar sepura (istana kerajaaan) di Daerah Gelgel sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Klungkung, di bawah kekuasaan Raja Ketut Ngalesir.

Ketika itu, Raja Klungkung, Ketut Ngalesir berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, untuk menghadiri pertemuan raja-raja nusantara sekaligus undangan perjamuanPrabu Hayam Wuruk (1380-1460 M) pada abad 13.

Sepulang dari Kerajaan Majapahit, Ketut Ngelesir diiringi oleh 40 prajurit muslim yang bertindak sebagai abdi dalem. Berkat pengabdian pada kerajaan, prajurit muslim diberi tanah di sebelah timur daerah Klungkung,yakni Desa Kampung Gelgel, untuk membangun pemukiman khusus bagi penganut Agama Islam. Disinalah awal mula Agama Islam berkembang di Pulau Bali.

Generasi Kerajaan Klungkung yang ke 21, Ide I Dewa Agung Semara Putra menjelaskan bahwa secara periodik masuknya Islam ke Pulau Bali dapat dipetakan mulai dari masa Raja Klungkung pertama, Ide Dhalem Semara Kepakisan pada tahun 1450. Sementara pada masa ini Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa hampir runtuh. “Saat 40 prajurit Islam yang mengawal raja dari Jawa-Bali diberi lahan untuk bermukim,” cerita Ide I Dewa Agung Semara Putra.

Baca juga:  Sewaktu Menggelandang di Jakarta

Pada periode kedua penyebaran Agama Islam di Pulau Bali diteruskan setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit tahun 1500. Ketika Raja Ketut Ngalesir naik tahta menggantikan sang ayahanda Ide Dhalem Semara Kepakisan sebagai Raja Klungkung yang berpusat di sewace linggar sepura di Gelgel. “Jadi Ketut Ngalesir itu bukan raja pertama, melainkan keturunan Ide Dhalem Semara Kepakisan, ” tambahnya.

Lebih jauh tokoh masyarakat Desa Kampung Gelgel, Masran mengungkapkan penyebaran Islam ke Pulau Bali dimulai saat Dewi Fatimah dan rombongan 40 Pengawal ikut saudaranya, Raja Ketut Ngalesir ke Pulau Bali seusai perjamuan di Kerajaan Majapahit. ”Dewi Fatimah mengislamkan Ketut Ngalesir karena saudara-saudara di Kerajaan Majapahit memeluk agama Islam.” tambahnya kepada ALFIKR.

“Persaudaraan Islam dan Hindu tercermin sejak dulu masa Dewi Fatimah yang tinggal di Desa Kampung Gelgel dan Raja Ketut Ngalesir di sewace linggar sepure di Desa Kampung Gelgel tetap terjalin meski beda agama”jelas mantan kepala Desa Kampung Gelgel, ini saat ditemui di kediamannya.

Terlepas dari semua itu, jelas Masran, integrasi penyebaran Islam ke daerah-daerah lain di Pulau Bali dilakukan melalui dua cara yakni secara intern dan ekstern. Intern dimulai dari dalam diri dengan memantapkan iman. Adapun penyebaran Islam secara ekstern menekankan pentingnya memberikan contoh yang baik kepada non muslim, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Baca juga:  Ibu Gedong dan Gus Dur: Persahabatan Hindu dan Islam

“Oleh sebab itu, orang-orang Hindu kagum kepada sikap umat Muslim, hingga menimbulkanrasa simpati dan pada akhirnya memberikan arti tersendiri bagi mereka,” Jelas alumni fakultas hukum Universitas Udayana, Bali, ini kepada Alfikr.

Sementara menurut I Nengah Soma, meskipun secara administrasi antara Desa Gelgel dan Desa Kampung Gelgel tidak satu wilayah namun hubungan sesama umat Islam dan Hindu masih tetap harmonis. Bahkan persaudaraan diantara kedua agama tersebut sampai pada tingkat kekeluargaan.
Keberadaan umat Muslim, kata I Nengah Soma,di Desa Kampung Gelgel tidak jadi masalah bagi masyarakat Hindu.Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari dijalani sesuai ajaran masing-masing.

“Hubungan masyarakat Hindu di Desa Gelgel dengan masyarakat Islam di Desa Kampung Gelgelyang beda agama tetap harmonis, misalnya ketika acara syukuran saling tolong menolong, silaturahim dengan Umat Muslim ketika Hari Raya Idul Fitri, pemberangkatan Jama’ah Haji pun Umat Muslim meminta restu kepada leluhur tokoh adat hindu) dan tradisi seperti itu sudah mulai dulu hingga sekarang.”Imbuhnya kepada Alfikr.

Dalam Pancasila, tegas I Nengah Soma mengajarkan semua tatanan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Kalau kita paham substansi pancasila kita akan semakin kokoh dan tidak mudah runtuh. Namun sebaliknya, seumpama tidak ada pancasila kita tidak punya pandangan hidup.

Baca juga:  Jalan Berliku Nono yang Berhasil Keluar dari Jerat Radikalisme

Berdasarkan informasi yang diperoleh ALFIKR dari beberapa pemilik warung masyarakat Hindu mengatakan demi menjaga hubungan baik mereka dengan msyarakat muslim maka setiap kali bulan ramadhan warung-warungnya ditutup sampai menjelang buka. Sebaliknya ketika masyarakat penganut Hindu melaksanakan upacara keagamaan di Pura, masyarakat muslim pun diundang tanpa harus mengikuti sistem kasta dalam ajaran Hindu.

Ibu Hamida, pemilik warung makan muslim membenarkan bahwa orang Hindu yang memiliki warung makan juga ikut serta menghargai umat muslim yang sedang melaksanakan kewajiban dalam menahan puasa di bulan ramadhan. “Meskipun mereka (Hindu) tidak ikut berpuasa, tapi mereka menghargai kami (umat muslim) dengan cara menutup warungnya dan ikut serta berbuka puasa,” ungkapnya kepada Alfikr.

“Kami (Penganut Agama Hindu) mengikut sertakan umat Muslim untuk mengisi acara, seperti halnya memberikan sambutan, dan bahkan tradisi Ruddat yang dimiliki oleh Kampung Muslim Gelgel juga ikut serta memeriahkan acara kami (Hindu).” Sambung Ide I Dewa Agung Semara Putra kepada ALFIKR.

Dari dulu hingga sekarang, tambah dia, penganut Agama Hindu masih berhubungan baik dengan umat muslim di Desa Kampung Gelgel. Kita tetap menjalankan ajaran sesuai keyakinan masing-masing tanpa bersifat provokatif. “Kita memanggilnya dengan sebutan saudara Muslim begitu pula sebaliknya kita dipanggil saudara Hindu” jelasnya.

Tulisan pernah dimuat secara khusus di majalah ALFIKR edisi 29, Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo Wartawan Jawahir

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top