Ulummudin
Penulis Kolom

Mahasiswa Studi al-Qur'an dan Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Syams-e Tabriz, Sufi Misterius di Balik Nama Besar Rumi

Tanah Persia tak pernah habis melahirkan master-master sufi yang handal. Satu di antaranya tentu saja Jalaluddin Rumi, sufi dari Balkh. Sementara, orang yang paling dikenang dalam memunculkan potensi spiritual Rumi tidak lain adalah Syams-e Tabriz. Berbeda dengan Rumi yang populer, jejak-jejak Syams-e Tabriz tak banyak diketahui.    

Jika melihat namanya “Syams-e Tabriz”, beliau berasal dari Tabriz, sebuah kota besar di sebelah barat Iran. Sekarang, kota ini dihuni oleh mayoritas suku Azeri yang mirip dengan Turki. Kota ini menjadi tempat persinggahan bagi traveler yang mau melanjutkan perjalanan entah itu ke Turki, Georgia, Armenia, atau Azerbaijan. Kota ini juga dekat dengan pusat astronomi kuno yang bertempat di kota Maragha.

Dari Tabriz, Syams melakukan pengembaraan untuk menemukan orang yang tepat untuk meraih cinta. Hingga, suatu ketika ia sampai di tanah Anatolia, Konya dan bertemu dengan orang yang dicarinya, Maulana Rumi.

Syams adalah seorang sufi yang sangat misterius. Ia tak jarang berpenampilan lusuh seperti gelandangan, seperti orang tak berharga. Karena penampilannya, pada awal bertemu, Rumi menganggap ia adalah orang yang tidak terpelajar. Namun, setelah berdiskusi, Rumi menemukan hal spesial dalam diri Syams.       

Perjumpaannya dengan Syams menjadi titik balik kehidupan spiritual Rumi. Ia meninggalkan semua aktifitasnya dan sibuk mereguk anggur cinta yang dituangkan oleh Syams. Keadaan ini menimbulkan kecemburuan dari para murid dan orang-orang dekat Rumi. Mereka berusaha untuk menyingkirkan Syams agar Rumi kembali seperti dulu. Usaha mereka berhasil karena Syams tiba-tiba pergi dari kehidupan Rumi. Akan tetapi, keadaan semakin parah. Rumi seperti seorang pecinta yang kehilangan kekasihnya. 

Karena tidak tega melihat keadaan Rumi yang semakin parah sepeninggal Syams, akhirnya putra Rumi, Sultan Walad pergi mencari Syams dan membawanya kembali ke Konya.

Namun, tak berselang lama, ketika mereka bersama, Syams dibawa oleh murid-murid Rumi dan ia tidak pernah kembali lagi. Kesedihan Rumi semakin menjadi. Untuk mengobati rasa rindunya, Rumi menari darwish yang disertai gubahan-gubahan syair mistis cinta.

Baca juga:  Perjalananku ke Muktamar Tarekat

Sejak saat itu, Syams-e Tabriz tak diketahui jejaknya. Ada banyak spekulasi yang berkembang. Ada yang mengatakan Syams terbunuh di Konya. Ada riwayat yang mengatakan ia kembali ke kampungnya di Tabriz. Sementara riwayat lain mengatakan Syams mengembara ke daerah timur sampai Hindustan. Oleh karena itu, tak heran jika makam beliau dapat ditemukan di tiga kota yang berbeda, Konya di Turki, Khoy di Iran, dan Multan di Pakistan. 

Namun, jika melihat letak geografis yang dekat dengan Tabriz sebagai kampung halamannya, Khoy adalah yang paling masuk akal. Sementara Konya, sebagaimana diketahui bahwa Syams-e Tabrizi pergi meninggalkan kota ini hingga membuat Maulana Rumi seperti orang gila. Adapun Multan letaknya sangat jauh dari kedua tempat tersebut karena berada di daerah Pakistan. 

Pada kesempatan ini, saya akan mencoba mengeksplorasi jejak Syams-e Tabriz di kota Khoy. Khoy merupakan kota kecil yang terletak di provinsi Azerbaijan Barat yang beribukota Tabriz. Kota ini berada di sebelah barat Iran yang dekat dengan perbatasan Turki. Perjalanan ke kota ini dari Tehran adalah sekitar 12 jam. Pengunjung dapat menuju kota Tabriz terlebih dahulu. Dari sana, ada bus kecil menuju Khoy yang siap membawa penumpang setiap saat. Waktu tempuh Tabriz-Khoy sekitar dua jam. 

Baca juga:  Kisah Sufi Unik (16): Ahmad al-Nuri, Tidak Duduk Selama 40 Hari

Tempat peristirahatan terakhir Syams-e Tabriz di Khoy sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia yang harus dilestarikan. Makamnya terletak di sebuah lapang yang berbentuk persegi panjang. Semua orang bebas masuk tanpa ada penjaga di sekitarnya. Di bagian depan, pengunjung akan disambut oleh sebuah syair berbahasa Persia dari Syams. Selain itu, di samping makam berdiri menara tinggi yang dipenuhi oleh tanduk-tanduk di sisi-sisinya. 

Berdasarkan informasi, sebenarnya ada tiga menara yang berdiri sebelumnya. Yang pertama hancur karena invasi yang dilakukan oleh pasukan Otoman ketika menyerang dinasti Safawi di Khoy. Sementara, yang kedua roboh ketika terjadi perang dunia pertama, sehingga sekarang hanya satu menara yang tersisa.

Menurut buku Bayane Manazele Safare Aragheyn, sultan Otoman yang bernama Sulaiman Qonuni pernah mengunjungi tempat ini juga untuk berziarah ke makam Syams-e Tabriz pada saat menginvasi wilayah ini pada tahun 942 H. 

Di sekeliling makam banyak sekali spanduk yang berisi syair-syair beliau. Rupanya, setiap tahun di sini selalu diadakan festival untuk memperingati kematiannya. Kota kecil Khoy berubah menjadi semarak pada saat acara dilangsungkan. Para salik dari berbagai wilayah datang ke tempat ini untuk mengenang sosok beliau dan meresapi ajaran-ajarannya yang penuh dengan kebijaksanaan. 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top