Sedang Membaca
Ngaji Ramadan di Pesantren, Silaturahim Keilmuan ala Santri
Tutik N. Jannah
Penulis Kolom

Pendidik di Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah

Ngaji Ramadan di Pesantren, Silaturahim Keilmuan ala Santri

Mondok posonan adalah nyantri di pesantren tertentu khusus untuk mengaji kitab kepada kiai pada bulan Ramadan. Ramadan adalah bulan yang meriah di pesantren. Waktu demi waktu dihabiskan untuk mengkhatamkan kitab kitab karya para ulama. Biasanya yang dikaji adalah kitab kuning, yang notabenenya adalah tergolong karya klasik para ulama.

Namun beberapa kiai adapula yang mengkaji kitab yang tergolong “baru”, yakni kitab yang ditulis bada akhir abad 20 hingga abad 21 ini. Hampir tiap ngaji posonan dilakukan dengan gaya “maknani” super kilat. Hal ini karena ngaji posonan bagi orang-orang pesantren biasanya diniati sebagai kesempatan untuk tabarrukan. Sehingga targetnya memang mampu mengkhatamkan kitab yang dikaji dalam jangka waktu 1 bulan atau 15 hari.

Misalnya kitab Fathul Qorib yang biasanya masuk dalam kurikulum pembelajaran di madrasah dan baru akan khatam dalam jangka waktu sekitar tiga tahun, maka saat ngaji posonan kitab Fathul Qorib bisa dikhatamkan dalam jangka waktu lima belas hari. Demikian pula dengan kitab shohih bukhori dan Shahih Muslim yang jika masuk dalam kurikulum pembelajaran di madrasah tidak akan khatam dalam jangka waktu lima tahun. Pada saat ngaji posonan, kitab yang berjilid-jilid itu bisa khatam dalam jangka waktu satu bulan.

Ngaji posonan sendiri bisa dilakukan di pesantren dimana santri selama ini menuntut ilmu. Misalnya santri Lirboyo yang ngaji posonan di Pesantren Lirboyo sendiri. Atau bisa juga dilalukan di pesantren lain dimana ia hanya mengaji khusus pada waktu Ramadan saja. Misalnya santri Lirboyo yang mondok ke Sarang hanya pada untuk bulan Ramadan ini aja karena bermaksud tabarukan ngaji kepada KH Maimun Zubair.

Baca juga:  Fikih Tanah-Air Indonesia (5): Tanah Hibah

Tradisi mondok posonan ini sesungguhnya telah lama dilakukan oleh santri dari berbagai pesantren di Nusantara. Biasanya selama mondok posonan, seorang santri akan fokus mengkhatamkam beberapa kitab sekaligus dalam jangka waktu 16 hingga 29 hari. Hal ini karena beberapa pesantren memulai ngaji posonan pada tanggal 1 hingga 16 Ramadan. Sedangkan pondok lainnya bahkan telah memulai aktifitas Ramadan itu sejak tanggal 15 Sya’ban hingga tanggal 15 Ramadan.

Mondok posonan sesungguhnya merupakan tradisi yang sangat baik. Beberapa manfaat mondok posonan bagi santri nusantara antara lain:

Pertama, mengikis fanatisme keilmuan. Seorang santri yang hanya pernah mondok di satu pesantren saja, biasanya memiliki kecenderungan untuk menganggap pesantrennya lebih unggul dari pesantren lainnya.

Perasaan lebih unggul ini mungkin bagus jika dimaksudkan untuk membangun kepercayaan diri. Namun jika tidak dikelola dengan baik, maka perasaan lebih unggul daripada yang lain akan membawa seseorang sulit menerima masukan dari pihak lain, jika ia merasa pihak lain itu bukan bagian dari almamaternya.

Dalam hal ini, kesempatan mondok posonan yang meski hanya beberapa hari saja sangat penting agar santri lebih bisa membuka diri terhadap orang lain di luar komunitasnya. Seorang santri Kajen yang mondok posonan di Sarang, misalnya, atau santri Sarang yang mondok posonan di Kajen, maka ia otomatis akan merasa menjadi bagian dari guru tempat ia pernah mengaji.

Perasaan menjadi murid bagi banyak kiai itu sangat penting bagi seorang santri. Karena dengan demikian, ia tidak akan gampang-gampang merendahkan guru/kiai dari pesantren lain. Karenanya, mondok posonan sebenarnya dapat menjadi wahana bagi upaya mengikis fanatisme  seorang santri.

Kedua, memperluas Jaringan Keilmuan. Santri yang datang dari pesantren ke pesantren lainnya selama ramadlan, maka ia akan mendapatkan teman baru, guru baru, lingkungan baru. Sesuatu yang mungkin berbeda dengan apa yang ditemuinya di pesantrennya sehari-hari.

Baca juga:  Resensi Buku: Perempuan di Titik Nol, Perlawanan atas Tirani Patriarki

Artinya dengan pengalaman mengaji kepada kiai di pesantren lainnya, maka seorang santri akan mendapatkan pengetahuan, pengalaman dan teman yang lebih beragam.

Tentu itu berarti jaringan keilmuan seorang santri akan semakian luas. Jaring keilmuan tsb tentu menjadi pengalaman dan modal yang sangat baik untuk pengembangan diri dan masa depan seorang santri.

Ketiga, memperbanyak sanad keilmuan. Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu kelebihan para santri yang ngangsu kaweruh di pesantren adalah mereka mendapatkan ilmu yang jelas sanadnya hingga Rasululluh saw.

Dengan memperbanyak guru dari kiai-kiai dari berbagai pesantren melalui mondok posonan, maka kesempatan untuk mendapatkan sanad keilmuan yang lebih banyak dan lebih dekat kepada Rasulullah SAW dapat diperoleh para santri. Mengapa?

Karena seringkali didapati, meskipun mengaji kitab yang sama, namun sanad keilmuan antar kiai kadangkala berbeda. Meskipun ujungnya sama, tapi jika diibaratkan, jalur tempuhnya kadangkala berbeda.

Sayangnya, beberapa dekade ini banyak pesantren yang tidak libur saat Ramadan. Sehingga hanya santri dari pesantren yang menerapkan libur Ramadan saja yang memiliki kesempatan untuk mondok posonan.

Dan lebih disayangkan lagi, ketika santri yang pesantrennya libur saat Ramadan, ternyata tak lebih dari separo yang memutuskan mengambil kesempatan pondok posonan di pesantren lainnya, karena berbagai faktor tentunya.

Padahal “Mondok Posonan” adalah tradisi yang sangat bagus untuk pengembangan jaring keilmuan pesantren. Karena sebagaimana diketahui bahwa para kiai pesantren terdahulu banyak yang mendapatkan sanad keilmuan sekaligus ijazah penting dari kiai-kiai dari berbagai pesantren pada saat beliau-baliau mondok posonan dari pesantren ke pesantren.

Baca juga:  Rukhashut Thaharah: Kemudahan dalam Fikih Bersuci Karangan KH. Muhammad b. ‘Abd al-Qadir Ba-Fadhal Kediri (1992)

Kiai Sahal Mahfudh, misalnya, saat mondok di Bendo, Pare, Kediri, beliau memutuskan untuk ngaji posonan kepada Kiai Ma’ruf di Pesantren Kedonglo, Kediri. Pada saat mondok di Bendo itu, kesempatan Ramadan juga beliau gunakan untuk sowan dan ngalap berkah kepada kiai kiai di sekitar kediri. Misalnya kepada Kiai Mahrus Ali Liboyo, dsb.

Demikian pula dengan beberapa kiai yang lain. Saat saya mondok di Tambakberas, Jombang, saya mendapati pula Kiai Jamaluddin Ahmad yang hampir setiap Ramdan mengkaji kitab Dalailul Khoirot. Dua kali ngaji kitab tersebut dan menerima sanad dari beliau, ternyata saya dapati, sanad kitab Dalailul Khoirot yang dikaji oleh Kiai Jamaluddin Ahmad, rupanya beliau dapatkan saat ngaji posonan.

Kiai Jamal menjelaskan bahwa sanad Dalailul Khoirot beliau peroleh dari dua guru. Pertama dari Kiai Baidlowi Lasem saat beliau mondok posonan di pesantren Lasem. Dan Kedua dari Kiai Marzuqi Dahlan, Lirboyo saat beliau Mondok Posonan di Pesantren Lirboyo.

Artinya, mondok posonan sebenarnya bukan semata berlomba mengkhatamkan lebih banyak kitab pada satu kesempatan.

Namun  lebih dari itu, Mondok Posonan sangat manfaat terutama terkait dengan bagaimana agar jaring keilmuan pesantren-pesantren di nusantara ini tetap terjaga. Bagaimana pula mengikis fanatisme santri terhadap masing masing pesantrennya sehingga rasa hormat seorang santri bukan semata berdasarkan dimana dia mondok.

Karenanya mondok posonan adalah momentum paling tepat bagi para santri untuk melakukan silaturahim keilmuan. Antarsantri, antarpesantren. Lintas guru, lintas perguruan. Wallohu a’lam bishshowab.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (2)
  • Assalamualaikum, ngapunten sebelumnya,hanya mau ikut memberi saran. Mohon dibenahi ada tulisan yang nampaknya salah dalam pengetikan. Ejaan Ramadhan malah keliru terketik Ramdlan.
    Penulisan itu ada di bagian yang menerangkan ketika Kiai Sahal mondok Pasanan ,
    Terimakasih ?

Komentari

Scroll To Top