Sedang Membaca
Cara Mudah Mengikuti Sunnah Nabi
Rizki Reviansyah
Penulis Kolom

Pelajar kelahiran Mojokerto.

Cara Mudah Mengikuti Sunnah Nabi

Menjadi Muslim berarti pula menerima keniscayaan bahwa Nabi Muhammad Saw wajib untuk ditaati. Bagaimana tidak, sebagai Nabi terakhir yang mengemban misi menyampaikan risalah, dapat dipastikan bahwa Nabi menerima segala ajaran Allah Swt untuk diajarkan kembali kepada umatnya.

Menjadikan Nabi sebagai ciptaan-Nya yang mempunyai otoritas terkuat jika berbicara terkait agama. Nabi menjadi sangat layak untuk ditaati, bahkan diikuti. Diingatkan oleh Muhammad Mustafa Azami, seorang Muslim harus menaati Nabi jika ingin dikatakan sebagai orang beriman. Salah satu cara menaati Nabi yaitu dengan mengikuti sunnahnya.

Sunnah diartikan perbuatan yang terus-menerus dilakukan, atau perbuatan yang dilakukan oleh orang banyak. Saat Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, setiap perbuatan dan perkataannya menjadi perhatian oleh para sahabat, sehingga sahabat mengikutinya. Jika merujuk pada pendapatnya Fazlur Rahman, sunnah sangat dekat artinya dengan uswah (teladan), sehingga segala gerak-gerik Nabi – yang disebut oleh Al-Qur’an sebagai teladan yang baik – menjadi penting bagi umat Islam, secara bahasa sunnah juga diartikan jalan, yang hendak ditempuh, yang hendak diikuti.

Sunnah menjadi tradisi yang dicontohkan oleh Nabi, di samping Nabi selalu memberikan penteladanan yang saleh baik berupa sabda ataupun perilaku. Pengertian ini pada dasarnya tentu berbeda dengan hadis yang merupakan verbalisasi sunnah, tradisi Nabi direkam dan disampaikan secara verbal oleh para sahabat, terus ditransmisikan sampai akhirnya termaktub dalam kitab-kitab hadis yang sampai ke tangan kita.

Walaupun belakangan ini hadis sering dianggap sinonim dari sunnah, hal yang wajar, karena dalam hadis terkandung sunnah, walau tidak bisa dikatakan bahwa semua hadis adalah sunnah. Beberapa, mungkin sebagian besar sunnah sekarang sudah mewujud teks sebagai hadis yang tersimpan dalam kitab-kitab hadis. Dikatakan sebagian besar, sebab ada pendapat, perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan kolektif oleh suatu masyarakat atau kelompok juga dianggap sebagai sunnah, sepanjang perbuatan tersebut mengikuti Nabi, walaupun tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadis. Pendapat ini dipegang Fazlur Rahman dan Hasbi Ash-Shiddieqy.

Baca juga:  Warisan Budaya: Dari Gerimpheng Aceh Hingga Ndambu Papua

Sebagaimana yang biasa terdapat dalam kitab-kitab ulum al-hadits, jika dilihat secara istilah, paling tidak ada tiga komunitas yang membawa pengertian sunnah secara berbeda: yaitu komunitas ahli hadis, komunitas ahli ushul, dan komunitas ahli fikih.

Bagi ahli hadis, sunnah dipahami segala sesuatu yang datang dari Nabi, boleh dalam bentuk perbuatan, perkataan, ketetapan, ataupun sifat, baik fisik maupun akhlak (budi pekerti, perangai, moral) atau bahkan sekedar perjalanan hidup, baik sebelum atau sesudah diangkat menjadi Nabi. Sedang jika melihat pengertian yang diberikan ahli ushul, sunnah adalah perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang diriwayatkan dari Nabi.

Sunnah oleh ahli fikih diartikan sesuatu yang mendapat pahala jika dikerjakan, dan jika meninggalkannya tidak mendapat dosa. Ketiga komunitas ini mempunyai alasan atau proses memperoleh pengetahuan yang berbeda terkait sunnah. Ahli hadis melihat sunnah sebagai tradisi yang berasal dari Nabi, segala sesuatu yang datang dari Nabi dilihat sebagai sesuatu yang perlu diketahui, disampaikan, diamalkan, atau bahkan ada upaya untuk melestarikannya.

Dalam alasan ahli hadis, pengertian sunnah mungkin diidentikkan dengan kehidupan Nabi sendiri. Oleh ahli ushul, sunnah mungkin lebih dipandang sedikit pragmatis, dalam arti hal yang perlu diketahui dari Nabi sekedar apa yang bisa diproduksi sebagai hukum. Sedang sunnah dalam pengertian ahli fikih dimasukkan sebagai bagian dari hukum taklifi.

Baca juga:  115 Pesantren Suryalaya: Sinarnya hingga Kawasan Asia Tenggara

Sebagai bagian dari masyarakat Muslim yang masih dalam tahapan belajar, kaca mata yang digunakan ahli hadis dalam melihat sunnah mungkin bisa dibilang cukup ideal untuk digunakan, dibanding kaca mata yang digunakan ahli ushul yang bertugas untuk menggali nash untuk melakukan istinbat hukum, atau ahli fikih yang mengartikan sunnah sebagai salah satu dari hukum taklifi, yang kental dalam lingkup fikih. Tidak punyanya ilmu alat dan pengetahuan lebih untuk melihat sunnah sebagai olahan hukum dan keperluan fikih bisa jadi alasannya, biarlah tugas itu diserahkan pada para ulama.

Dalam kaca mata ahli hadis, sunnah yang dipahami sebagai tradisi Nabi akan dianggap penting untuk diketahui dan diikuti, tanpa melihat apakah sunnah tersebut bermuatan hukum atau tidak. Segala sesuatu yang datang dari Nabi ingin diketahui, diikuti, atau mungkin disampaikan, bahkan dilestarikan, berdasar dari keingintahuan bagaiana perkataan, perbuatan, ketetapan, fisik, bahkan akhlak Nabi. Sunnah diartikan sebagai tradisi tradisi Nabi, dan Nabi dipandang sebagai teladan ideal untuk diikuti.

Pastinya sudah maklum bahwa Nabi Muhammad dikenal dengan akhlaknya, yang tentu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin hal ini juga sudah diakui bahkan sebelum Nabi menerima risalah, budi pekerti luhur dalam diri Muhammad sampai-sampai membuatnya dikenal dengan sebutan al-Amin, sebuah sematan bagi orang yang masyhur akan kejujurannya.

Baca juga:  Merindukan Ngaji Puasanan di Alfadllu Kaliwungu

Sama seperti nabi-nabi sebelumnya, Nabi Muhammad sangat gigih dalam membujuk dan menggiring hati manusia menuju keawasan untuk membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk, atau dalam bahasanya Fazlur Rahman, agar bisa melihat Tuhan sebagai Tuhan dan setan sebagai setan.

Tetapi secara terang-terangan Nabi Muhammad memberitahu tujuannya diutus ke muka bumi untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini bukan berarti nabi-nabi sebelumnya tidak tidak berperan sebagai tokoh religius, hanya saja mungkin posisi Nabi Muhammad sebagai penutup risalah kenabian menjadikan urusan moral wajib diberi arah dan diantarkan sampai garis finis, di saat kondisi masyarakat yang tengah mengalami kebingungan moral.

Sunnah merupakan tradisi Nabi Muhammad yang diikuti sebagai teladan karena akhlak yang ada dalam diri Nabi selalu diterapkan dalam kehidupannya. Seseorang yang mengaku mengikuti sunnah artinya akan selalu mengedepankan akhlak Nabi.

Saat seorang melihat saudaranya yang dalam subjektifitasnya dinilai tidak mengamalkan sunnah, ia tidak akan menjelek-jelekkannya, mengkafirkannya, atau mencapnya sebagai ahli bid’ah, bahkan tidak akan tega berbuat kerusuhan dan kerusakan karena sekedar perbedaan pendapat. Idealnya yang akan dilakukannya ialah menegurnya dengan santun, mengajaknya dialog untuk mengetahui perspektifnya, jika ingin membenarkannya, ia akan menasehatinya dengan kata-kata yang baik tanpa memaksakan pendapatnya. Sebab ia tahu Nabi tidak akan pernah mewariskan tradisi yang buruk.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top