Sedang Membaca
Kebebasan Manusia dalam Teologi Sunni
Khusnun Nihaya
Penulis Kolom

Mahasiswa S1 Pogram Studi Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Email nihayakhusnun9@gmail.com

Kebebasan Manusia dalam Teologi Sunni

Sasak Maulid

Manusia sering disebut sebagai makhluk sosial, makhluk rasional, makhluk religius, atau animal symbolicum. Manusia juga memiliki kehendak dalam memilih dan memilah, layaknya memilih agama, memilih untuk bermasyarakat atau tidak, dan lain sebagainya. Kehendak memilah memilih sering diartikan sebagai suatu kebebasan manusia, satu di antara sekian kehendak bebas.

Tetapi, akal manusia sering saja menghantui untuk memilih kebebasan yang bebas sebebas-bebasnya. Sering saya temui di laman Facebook, orang-orang terlalu bebas dalam berpendapat atau berekspresi. Lucunya, tak jarang mereka juga intoleran dalam beragama. Dengan lontaran kata-kata kasar di luar kewajaran itu, orang-orang terlihat sebagai makhluk yang tidak lagi ingin bebas tetapi justru ingin menuhankan dirinya sendiri dan tidak mempedulikan sekitarnya.

Dalam bahasan Djohan Efendi, manusia diberikan kebebasan oleh Tuhan, itu berarti manusia harus bertanggungjawab untuk mengisi kebebasan itu dengan warna yang bermakna (Zubair,1994). Maka dalam hal ini, apapun perbuatan yang dilakukan manusia memiliki beban tanggungjawab yang harus dilaksanakan.

Kehendak manusia dalam bertindak atau dalam menentukan sesuatu yang dia pikirkan dapat dipengaruhi oleh keadaan sosialnya. Budaya dan masyarakat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia juga (Barker, 2000). Seiring berkembangnya dunia teknologi di era globalisasi ini membuat manusia ingin kebebasan yang tiada tara.

Baca juga:  Mempertahankan Jiwa atau Mempertahankan Kehormatan? Hifdhu an-Nafs atau Hifdu al-'Ird?

Kebebasan tersebut juga sering disalahgunakan, misal saja untuk membunuh seseorang karena sakit hati akan ucapan yang dilontarkan oleh  seseorang. Itu bukan kebebasan, namun tindak kriminal karena telah membunuh kehendak bebas orang lain untuk hidup.

Saya ingin melihat kebebasan dari segi teologi, yaitu suatu wacana nalar agama, spiritual, dan Tuhan. Banyak anggapan bahwa teologi merupakan disiplin ilmu mengenai Tuhan saja, tetapi dasarnya teologi merupakan disiplin ilmu yang membahas mengenai Tuhan dan juga hal-hal kecil yang menyangkut ciptaan Tuhan.

Teologi memiliki banyak sekali sekte, satu di antaranya sekte ahlusunnah wal jama’ah, yakni suatu sekte yang tidak berat sebelah.

Teologi ahlusuunah wal jama’ah atau sering disebut teologi Sunni berpandangan bahwa perbuatan manusia adalah hak atau kebebasan dari diri manusia. Namun sebelum mengeksekusi suatu perbuatan, manusia masih memiliki akal, maka semua perbuatan harus dicerna terlebih dahulu.

Teologi Sunni merupakan teologi yang lahir karena perpecahan umat pada kala itu, hingga seiring berkembangnya waktu terbentuklah teologi ini, yakni teologi yang tidak berat sebelah secara akal atau secara hukum Tuhan (Abidin,2012). Banyak ungkapan bahwa teologi Sunni adalah implementasi penengah dari teologi Mu’tazilah dan Syiah.

Teologi Sunni merupakan sebuah teologi dengan cara berpikir dan berpandangan yang memadukan rasionalitas dan hukum Tuhan.  Dalam menentukan sesuatu atau memutuskan sesuatu, teologi Sunni tidak pernah berat sebelah, tetapi mempertimbangkan akal dan hukum Tuhan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.

Baca juga:  Serunya Merayakan Hari Asyura di Maroko

Seperti halnya kisah dari Hasan Al-Bashri, teologi Sunni tidak langsung mengkafirkan seseorang yang berdosa. Sunni berpandangan bahwa semua perbuatan manusia tidak dapat diungkapkan sebagai kekafiran, tetapi suatu tanggungjawab yang harus diemban.

Suatu kebebasan diatur oleh suatu hukum, hal itu dilakukan agar antar manusia memiliki kebebasan yang harus dihargai. Satu sama lain memiliki hak masing-masing, saling toleran antar  sesama. Kebebasan antar satu orang ke orang lainnya itu sama, yaitu kebebasan untuk hidup, bermasyarakat, memilih agama, dan lain-kain.

Jika kebebasan itu disalahgunakan maka setiap manusia juga harus menerima konsekuensi tanggungjawab atas apa yang dia perbuat.

Disini teologi Sunni menawarkan, bahwa kebebasan atau hak manusia dilakukan harus dicerna terlebih dahulu oleh akal, dan tidak menyimpang dari hukum Tuhan, negara, dan hukum alam. Teologi Sunni percaya bahwa tidak ada kebebasan yang tidak dicerna oleh akal terlebih dahulu, karena Tuhan memberikan akal pada manusia bukan untuk membuat suatu ketidakadilan atau ke intoleran antar satu dengan lainnya, tetapi untuk membuat manusia berfikir akan apa yang dilakukannya dan harus memiliki tanggungjawab.

Menurut teologi Sunni, Tuhan menciptakan semua yang ada di bumi hingga struktur terkecil di bumi. Dia ciptakan untuk manusia, agar manusia dapat berpikir mengenai semua hal, karena manusia memiliki hak atas keseluruhan.

Baca juga:  Keramat Sumpah Pemuda

Namun, semua yang dilakukan manusia juga berdampak pada dirinya dan kehidupannya, maka apapun tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
3
Senang
3
Terhibur
3
Terinspirasi
3
Terkejut
3
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top