Sedang Membaca
Hatim al-Tha’i, Penyair Kristen Simbol Kedermawanan

Lahir di Birmingham, 31 Maret 2000. Sekarang sedang menempuh pendidikan Bahasa Arab dan Terjemah di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.

Hatim al-Tha’i, Penyair Kristen Simbol Kedermawanan

Whatsapp Image 2020 03 16 At 5.37.25 Pm

Bangsa Arab terkenal memiliki banyak peribahasa atau yang biasa kita sebut dengan matsalul ‘arob. Dari ribuan amtsal yang termaktub, salah satu yang cukup masyhur dan menyimpan kisah menarik di baliknya ialah

“أكرم من حاتم”
“Lebih dermawan/mulia dari Hatim”

Ungkapan ini biasa dinisbatkan kepada orang yang memiliki kedermawanan yang tinggi dan tidak takut miskin karena memberi, bahkan mereka tidak sungkan menghabiskan semua hartanya demi sebuah kemaslahatan. Sebenarnya siapakah Hatim ini sehingga namanya menjadi simbol dari sebuah kedermawanan dan kemuliaan?

Ialah Hatim al-Tha’i (حاتم الطائي) seorang penyair Kristen pra-Islam keturunan Yaman yang berwajah tampan dan terkenal dengan kedermawanan-nya. Ia adalah ayah dari Adi bin Hatim, salah seorang sahabat Nabi yang disegani dan meriwayatkan cukup banyak hadis. Adapun disematkan kepadanya mahkota kemuliaan karena ia memiliki tiga hal spesial yang jika dimiliki oleh seseorang pada saat itu maka ia akan dimuliakan di kalangan bangsa Arab. Yang pertama ialah Hatim memiliki garis nasab bangsawan, yaitu Tha’i.

Kedua, ia memiliki harta yang berlimpah walaupun biasanya tak bertahan lama karena selalu ia sumbangkan.

Ketiga, Hatim memiliki seekor kuda perang yang saat itu langka dan mahal, oleh karenanya orang yang memiliki kuda perang kala itu hanyalah para bangsawan dan orang yang berkedudukan tinggi.

Baca juga:  Kenapa Orang Lari dari Islam?

Kisah tentang kedermawanan Hatim telah menyebar ke seluruh penjuru dunia, dan juga termaktub di berbagai kitab-kitab terkenal, sebut saja “Seribu Satu Malam” “Qissa Hatim Tai” dan juga lainnya.

Kisah Hatim tak hanya menginspirasi bangsa Arab–ditandai pada tahun 1990–di India juga mengadopsi kisah Hatim ke dalam sebuah film bergenre fantasi yang lumayan laris pada saat itu.

Ibnu ‘Arabi mengatakan bahwa Hatim memiliki perangai yang sama indah dengan syairnya, perilakunya juga sesuai dengan perkataannya, ia selalu bisa menempatkan diri pada tempatnya, jika diminta ia akan memberi, jika bertarung ia akan menang, dan jika bertanding ia akan unggul.

Hatim memiliki seorang istri bernama Mawiyah, istrinya itu selalu menahan agar ia tidak berlebihan dalam memberi. Kendati demikian Hatim tidak terpengaruh oleh istrinya dan selalu berusaha sebisa mungkin untuk memberi jika ada yang meminta kepadanya.

Suatu hari sepupu Mawiyah datang kepadanya dan bertanya “Bagaimana kehidupanmu dengan Hatim? Karena aku melihat jika Hatim mempunyai uang maka ia akan memberikannya, dan jika ia tidak punya uang maka ia akan mencarinya untuk bisa diberikan kembali, dan menurutku jika ia meninggal, ia akan meninggalkan keluarganya dalam keadaan miskin.”

Mawiyah pun mengangguk-angguk, membenarkan semuanya pernyataan sepupunya tersebut.

Baca juga:  Mi’raj  dan  Kecerdasan   Profetik

Salah satu kisahnya yang cukup masyhur ialah, pada saat itu negeri Arab sedang dilanda paceklik yang berkepanjangan, seluruh orang kelaparan karena sulitnya mendapatkan makanan, hal ini juga dirasakan Hatim dan keluarganya. Anak-anak Hatim sampai sulit untuk bisa tidur pada malam harinya karena kelaparan. Hatim hanya bisa meninabobokan mereka dengan membacakan dongeng hingga mereka terlelap.

Kemudian, pada saat tengah malam terdengar derap kaki seseorang di luar rumah dan memanggil namanya, kemudian Hatim bergegas menemuinya dan ternyata orang itu ialah seorang ibu yang meminta pertolongan karena ia memiliki beberapa anak di rumahnya yang menangis seperti serigala yang kelaparan.

Tanpa pikir panjang, Hatim langsung mengambil pedangnya dan menyembelih kuda perang kebanggaannya itu dan memasaknya untuk wanita tersebut.

Tak berhenti di situ, ia juga membangunkan seluruh tetangga dan tentunya anak dan istrinya untuk menyantap kuda yang telah ia masak. Di saat yang lainnya sedang lahap menyantap makanan, ia hanya meringkuk di ujung batu sambil tersenyum senang melihat mereka makan. Ketika ditawari ia hanya menjawab, “Senyum kalian lebih mengenyangkan bagiku daripada daging kuda ini.”

Sebagai penutup, saya ingin mengutip salah satu syair tentang Hatim al-Tha’i :

أماوي إن المال غاد و رائح
و يبقى من المال الأحاديث و الذكر
و قد علم الأقوام لو أن حاتما
أراد ثراء المال كان له وفر

Baca juga:  Mencintai, Menjadi Ada di Hadapan-Nya

“Wahai Mawiyah (istri Hatim), harta hanya sementara dan akan pergi, yang tersisa hanyalah doa dan pujian-pujian (dari orang yang kita beri), dan semua orang sudah tahu, jika saja Hatim menginginkan kekayaan maka ia sangat bisa memilikinya, tapi Hatim memilih untuk tidak.” (Sumber bacaan: Kitab Silsilatul Azhar li Ta’limil Lughoh al-‘Arobiyyah)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
4
Ingin Tahu
3
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
6
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top