Ramadan itu identik dengan bulan Al-Qur’an. Karena pada bulan tersebut Al-Qur’an diturunkan. Disebutkan di dalam surah al-Baqarah ayat 185: syahru ramadhana l-ladzi unzila fihi l-qur’anu huda l-linnasi wa bayyinatin min al-huda wa al-furqan.
Dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya Kementerian Agama (edisi 2002), ayat tersebut diterjemahkan begini: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).”
Ayat di atas dengan jelas menyebutkan Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadan. Sayangnya, terjemahan tersebut masih menyisakan pertanyaan, misalnya diturunkan dari mana ke mana? Diturunkan secara utuh atau sebagian saja? Kunci jawaban dari dua pertanyaan tersebut ada di kata unzila.
Paling tidak ada dua istilah penting yang digunakan Al-Qur’an untuk mengatakan turunnya Al-Qur’an, yakni anzala dan nazzala yang berasal dari akar kata n-z-l. Dalam kaidah bahasa Arab, adanya ziyadah atau penambahan dalam sebuah akar kata, juga akan menyebabkan penambahan makna (az-ziyadah fi al-mabna ziyadatun fi l-ma’na). anzala: n-z-l ditambah alif di depan. Nazzala: n-z-l ditambah tasydid pada huruf za’. Penambahan tersebut mengakibatkan penambahan makna.
Di dalam kitab al-I’jaz al-Qur’ani fi ar-Rasm al-‘Usmani karya Abdul Mun’im Kamil Sya’ir, dijelaskan perbedaan antara kata nazzala dan anzala (unzila/pasissive). Nazzala memiliki makna turun secara berangsur-angsur dan berulang-ulang, sedangkan anzala/unzila memiliki makna turun secara umum atau turun secara keseluruhan dalam satu jumlah sekaligus. Kata nazzala juga memiliki makna at-tafsil (perinci), dan at-tafarruq (terpisah-pisah).
Jadi, kata unzila pada syahru ramadhana l-ladzi unzila fihi l-Qur’an adalah menurunkan sekaligus dalam jumlah satu (satu unit). Untuk memperkuat argumen ini, ada kata anzala dan nazzala digunakan dalam satu ayat di Al-Qur’an, yakni pada surah Ali Imrah ayat tiga: nazzala ‘alaika l-kitaba bi l-haqqi muhsaddiqa l-lima baina yadaihi wa anzala t-taurata wa l-injil (Dia menurunkan {secara berangsung-angsur} al-Kitab kepadamu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya dan menurunkan {secara utuh} Taurat dan Injil). Dan QS. an-Nisa [4] ayat 136, Ya ayyuha l-ladzina amanu aminu billahi wa rasulihi wa l-kitabi l-ladzi nazzala ‘ala rasulihi wa l-kitabi l-ladzi anzala min qabl (Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan (secara berangsur-angsur) kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan (secara utuh) sebelumnya (Taurat).
Anzala yang memiliki arti turun secara sekaligus juga dijelaskan dalam kitab-kitab tafsir. Mari kita kutip penjelasan dari Tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ay al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Tabari. Dalam menafsirkan surah al-Baqarah ayat 185, at-Tabari menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “diturunkan Al-Qur’an” adalah diturunkan dari Lauh al-Mahfud ke langit dunia pada malam Qadar di bulan Ramadan. Baru kemudian diturunkan (secara berangsur-angsur) kepada Nabi Muhammad saw.
Ada beberapa riwayat yang dikutip oleh at-Tabari untuk mendukung gagasannya. Saya kutipkan lima riwayat saja.
Riwayat pertama, “dikisahkan dari Isa ibnu Usman, dari Yahya ibnu ‘Isa, dari al-‘Amasy, dari Hassan, dari Sa’d ibn Jubair, berkata: Al-Qur’an diturunkan sekaligus (jumlatan wahidatan) pada malam Qadar di bulan Ramadan, kemudian diturunkan di langit dunia.”
Riwayat kedua, dikisahkan dari Ahmad ibnu Mansur, dari Abdullah ibnu Raja’, dari Imran al-Qattan, dari Qatadah, dari Ibnu Abi al-Malih, dari Wasilah, dari Nabi Muhammad saw bersabda: “Suhuf Ibrahim diturunkan pada awal malam bulan Ramadhan, Taurat diturunkan hari keenam Ramadan, dan Injil diturunkan pada hari ketiga belas dan Al-Qur’an diturunkan pada hari kedua puluh empat Ramadan.”
Riwayat ketiga, dikisahkan dari Musa, dari Amru, dari Asbath, dari as-Sadi (tentang “syahru ramadhana l-ladzi anzala fihi l-Qur’an”), sesungguhnya Ibnu Abbas mengatakan:
“Bulan Ramadhan, dan Malam Keberkahan adalah malam qadar. Sesungguhnya malam Qadar adalah malam yang penuh keberkahan, yakni malam di bulan Ramadhan, dimana diturunkannya Al-Qur’an sekaligus secara utuh (jumlatan wahidatan) dari az-Zubur ke Bait al-Ma’mur, yakni tempat-tempat bintang, di langit dunia, hingga menjadi Al-Qur’an, yang kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bentuk perintah, larangan dan dalam kondisi peperangan, diturunkan secara bertahap..”
Riwayat keempat, dikisahkan dari Ibn al-Masna, dari Abd al-‘Ala dari Dawud, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, berkata: “Al-Qur’an diturunkan seutuhnya (kulluhu jumlatan wahidatan) pada malam qadar di bulan Ramadhan ke langit dunia. Jika Allah ingin memberitahukan (bagian dari Al-Qur’an) ke bumi, Allah tinggal menurunkannya, hingga berkumpul (menjadi utuh).”
Riwayat kelima, dikisahkan dari Ya’qub, dari Hasyim, dari Hashin, dari Hakim ibn Jubair, dari Said ibn Jubair, dari Ibnu Abbas, mengatakan, “Al-Qur’an diturunkan pada malam Qadar dari langit yang tertinggi (al-‘Ulya) ke langit (dunia) dalam bentuk yang utuh (jumlatan wahidatan), kemudian terpecah-pecah dalam waktu dua tahun kemudian. Kemudian Ibnu Abbas membaca: fa la uqsimu bi mawaqi’in nujum (Allah bersumpah dengan orbit-orbit bintang dan letak-letaknya). Dan berkata: diturunkan secara terpisah-pisah.”
Dari riwayat-riwayat tersebut, kiranya dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud bulan Ramadan di mana Al-Qur’an diturunkan adalah di bulan tersebut Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus utuh dari tempat yang lebih tinggi/mulia (Lauh Mahfuz/az-Zubur/ As-Sama al-‘Ulya/Baitul Izzah) ke langit dunia. Dari langit dunia inilah, Al-Qur’an diturunkan secara terpisah-pisah oleh Malaikat Jibril atas perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw.
Sebagai tambahan informasi, dalam Manahi l-‘Irfan fi Ulumi l-Qur’an karya Muhammad Abd al-Adzim az-Zarqani (w. 1948), dijelaskan tentang tahap tanazzulat al-Qur’an (proses turunnya Al-Qur’an) yang terbagi ke dalam tiga tahap.
Tahap pertama diturunkan ke Lauh Mahfudz, sebagaimana surah al-Buruj ayat 22, bal huwa qur’anu m-majid, fi lauhi m-mahfudz (Bahkan [yangdidustakan] itu ialah al-Qur’an yang mulia, yang berada di Lauh Mahfud).
Tahap kedua, dari Bait al-Izzah ke langit dunia. Dalilnya adalah surah ad-Dukhkhan ayat 3: inna anzalnahu fi lailati m-mubarakah (Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi).
Lalu surah al-Qadar ayat pertama: inna anzalnahu fi lailati l-qadr (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar). Selain itu surah al-Baqarah ayat 185, syahru ramadhana l-ladzi unzila fihi l-qur’an. Pada tahap ini, Al-Qur’an diturunkan secara utuh (jumlatan wahidatan).
Tahap ketiga, dari langit dunia diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril. Dalilnya adalah surah asy-Syu’ara ayat 193-195, nazala bihi r-ruhu l-amin, ‘ala qalbika litakuna mina l-munzirin, bilisanin ‘arabiyyin mubin (Yang dibawa turun (secara berangsur-angsur) oleh Ruh al-Amin [Jibril], ke dalam hatimu [Muhammad] agar engkau termasuk orang yang memberi peringatan).
Selain itu, bulan Ramadan sebagai bulan Al-Qur’an juga dikuatkan dengan kisah pewahyuan pertama kali yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Muhammad Ali As-Sabuni (w. 2015) dalam at-Tibyan fi Ulum al-Qur’an menjelaskan bahwa bagian awal Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. pada hari ke-17 bulan Ramadhan, ketika Nabi Muhammad berumur empat puluh tahun, ketika Nabi ber-tahannus (ber-ta’abbud) di Gua Hira, datanglah malaikat Jibril dengan membawa wahyu pertama, yakni surat al-‘Alaq ayat 1-5.
Jadi, Ramadan adalah bulan penting di mana Al-Qur’an diturunkan secara utuh dari Lauh Mahfud ke langit dunia dan wahyu pertama Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui malaikat Jibril. Selain itu, ada satu momen lagi yang menguatkan Ramadan sebagai bulan Al-Qur’an, yakni peristiwa mu’aradhah (sema’an berhadap-hadapan: Nabi membaca Jibril menyimak dan sebaliknya) antara Nabi Muhammad saw dengan Jibril.
Untuk menguatkan hafalan dan menancapkan Al-Qur’an ke dalam hati Nabi Muhammad saw, Jibril seringkali mendatangi Nabi Muhammad (anna jibril yu’aridhuhu l-Qur’an). Banyak riwayat yang mengisahkan peristiwa ini. Di antaranya adalah pertama, riwayat dari Fatimah. Fatimah berkata:
“Nabi Muhammad memberitahuku secara rahasia, kalau Jibril terbiasa membacakan al-Qur’an untukku dan aku membacakan untuknya, sekali dalam setahun. Namun, tahun ini, Jibril membacakan seluruh al-Qur’an untukku dua kali. Aku melihat ini karena ajalku telah dekat.
Kedua, diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: Nabi Muhammad bertemu dengan Jibril setiap malam di bulan Ramadhan hingga akhir bulan, mereka saling membaca al-Qur’an.
Ketiga, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad dan Jibril saling membaca Al-Qur’an setahun sekali, selama Ramadan, namun di tahun kematian Nabi saw, mereka membaca dua kali.
Keempat, Ibnu Mas’ud meriwayatkan hal yang sama dengan Abu Hurairah, namun dengan tambahan “Setiap Nabi Muhammad dan Jibril selesai saling membaca, saya juga membacakan (al-Qur’an) kepada Nabi dan Nabi memberitahuku kalau bacaanku sudah fasih. Nabi Muhammad, Zaid bin Sabit dan Ubay bin Ka’ab juga saling membaca al-Qur’an setelah pertemuan Nabi dengan Jibril yang terakhir kali. Nabi juga membacakan al-Qur’an dua kali kepada Ubay bin Ka’ab di tahun ketika Nabi wafat.”
Nah, jadi semakin kuatlah bahwa Ramadan adalah bulan di mana peristiwa-peristiwa penting terkait dengan Al-Qur’an terjadi. Pertama, turunnya Al-Qur’an secara utuh (sekaligus) dari Lauh Mahfudz ke langit dunia di bulan Ramadhan.
Kedua, turunnya wahyu pertama kali juga di bulan Ramadhan.
Ketiga, peristiwa sema’an al-Qur’an antara Nabi dan Jibril juga terjadi di bulan Ramadhan, yang kemudian menjadi tradisi tadarus al-Qur’an di setiap malam di bulan Ramadhan. Wallahu’alam.