Alumnus Studi ilmu Agama Islam di Pascasarjana UIN Malang. Pernah mengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf di Prodi Pendidikan Bahasa Arab, STAI al-Yasini, Kabupaten pasuruan, Jawa timur

Perhatian Orientalis terhadap Kajian Tasawuf

Di masa lampau, orientalis identik dengan sarjana Barat yang mengkaji segala aspek terkait dunia Timur. Akan tetapi seiring perjalanan waktu, muncul orientalis dari kewarganegaraan Jepang, Australia dan lain-lain.

Orientalis yang dimaksud dalam artikel ini ialah sarjana atau ilmuwan non-Muslim yang mengkaji segala hal tentang Islam dan pemeluknya dengan metodologi dan motif tertentu. Awal munculnya orientalis yakni sebelum perang Salib. Dipelopori Paus Silvester II dari Roma (w. 1003 M).

Lawan dari Orientalisme adalah oksidentalisme. Oksidentalisme ialah sarjana timur (khususnya Islam) yang mengkaji Peradaban dan Pemikiran Barat. Dewasa ini dipopulerkan oleh Dr. Hassan Hanafi. Bila diajukan sebuah pertanyaan, “Lebih dulu mana antara orientalis dengan oksidentalis?

Jawabannya adalah oksidentalisme lebih dahulu muncul ketimbang orientalisme. Ia muncul pada era Daulah Umayyah dan Abbasiyah. Pertama kali yang dipelajari adalah filsafat. Menurut Moh Natsir Mahmud dalam Orientalisme: Berbagai pendekatan Barat Dalam Studi Islam (2013), Oksidentalis ini punya dua kubu yaitu kubu Ibnu Rusyd yang memadukan agama dan filsafat Barat (sinkretik). Lalu kubu Al-Ghazali yang bersifat mengkritisi para filsuf (kritisisme).

Minat kajian para orientalis meliputi, Alquran, hadis, sirah Nabi Muhammad Saw, fikih, filsafat, politik, hingga tasawuf. Terkait kajian tasawuf, mereka memakai istilah “sufism” untuk menyebut tasawuf. Pertama kali diperkenalkan oleh Sir Wiliam Jones asal Inggris. Awal mula yang diteliti adalah asal-usul tasawuf. Beberapa di antara mereka menghasilkan teori kemunculan tasawuf.

  1. Tasawuf merupakan fotokopi dari ajaran mistik Kristen (Margaret Smith).
  2. Tasawuf berasal dari ajaran Hindu & Budha (Alferd von Kremer dan Ignaz Goldziher)
  3. Tasawuf dipengaruhi tradisi Yunani (R.A. Nicholson)
  4. Tasawuf berasal dari berbagai ajaran esoteris Islam, India, Persia, Kristen dan Gnotisisme (Richard Hartmann)
  5. Tasawuf benih-benihnya bertaburan dalam Alquran (Louis Massignon).
Baca juga:  Iltibas: Fenomena Keabadian Tubuh Orang Suci

 

Bagaimana metode orientalis saat meneliti tasawuf? Ada 2 jenis pendekatan yang mereka gunakan yaitu literatur dan studi kasus (empiris). Literatur biasanya memakai metode filologi dan historis, sedangkan empiris dengan fenomenologi, sosiologi interpretatif dan sebagainya.

Dari sekian banyak tokoh sufi, Ibn Arabi dan Rumi yang banyak mendapat perhatian para orientalis. Mengapa? Karena dua figur ini dianggap sebagai sufi yang toleran, inklusif sekaligus eksentrik” tulis Syamsuddin Arif, dalam Orientalisme dan Diabolosme Pemikiran (2008).

Di Indonesia, sebatas yang saya ketahui ada dua orang yang menaruh minat terhadap tasawuf. Pertama, Martin Van Bruinessen (Belanda). Kedua, Julia Day howell (Austaralia). Julia dikenal sebagai peneliti fenomena Urban Sufism. Sementara Martin sebagai peneliti tarekat khalwatiyah dan Naqsyabandiyah.

Dari semua Tarekat yang ada di dunia Islam, Naqsyabandiyah-lah yang paling internasional. Di Indonesia terdapat tiga cabang Naqsyabandiyah yang berbeda satu sama lain: Naqsyabandiyah Mazhariyah, Khalidiyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.” Tulis Martin Van Bruinessen dalam Tarekat Naqsyabandiah di Indonesia: Survei Historis, Geografis dan Sosiologis (Mizan, 1994).

Apabila orientalis di Eropa memulai kajian tasawuf sejak abad 13 M dan awal abad 14 M, maka perhatian orintalis Rusia terhadap tasawuf baru muncul abad 19 dan 20 M. Wan Jamaluddin Z dalam Islam dan Orientalisme rusia (Penamadanni, 2011) menyatakan terdapat dua mazhab kajian Tasawuf di Rusia:

Pertama, Mazhab Petersburg dan Moskwa: Para ilmuwan menitik beratkan pada Sufisme di Iran-Persia. Cenderung tekstual-normatif.

Kedua, Mazhab Kaukasus: Menitik beratkan pada aktivitas Tarekat. Kajian tasawuf dalam mazhab ini bukan dilakukan ilmuwan tetapi pejabat dan aparat militer. Kajiannya cenderung aplikatif (terapan).

Baca juga:  Melepaskan NU dari Konteksnya: Problematik Metodologis Mietzner dan Muhtadi

Sebelum mengakhiri artikel ini, sebagian besar orientalis yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk meneliti tasawuf dan menerjemahkan karya-karya sufi besar, menguasai berbagai bahasa asing seperti bahasa Arab, Urdu, Turki dan Persia. Akan tetapi kekurangan mereka ialah sekian lama meneliti dunia tasawuf, tetap tak membuat mereka tertarik memeluk agama Islam. Wallahu’allam

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top