Sedang Membaca
Menjaga Lisan, Memelihara Ucapan
Untung Wahyudi
Penulis Kolom

Pendidik dan Pengurus Rumah Baca “Untung Pustaka”, Sumenep.

Menjaga Lisan, Memelihara Ucapan

  • Di Madura ada istilah carok atau pertengkaran antara dua orang atau kelompok yang disebabkan oleh hal-hal sepele seperti fitnah atau panggilan-panggilan buruk.

Qul khairan aw liyasmut…

Ungkapan ini begitu terkenal karena menyangkut keselamatan lidah agar tidak telanjur berkata buruk. Kita diajak untuk berkata baik atau diam sama sekali. Hal ini penting dilakukan agar kita tak tersandung masalah dengan ucapan sendiri.

Karena, tak sedikit masalah di masyarakat timbul disebabkan oleh sebagian masyarakat yang tak bisa menjaga lisan. Mereka begitu mudah untuk misuh-misuh sehingga pertengkaran tak bisa dielakkan.

Hal inilah yang ingin dikupas dalam bahasan ini. Tentang bagaimana agar kita senantiasa berkata baik dan tidak menghina, memaki orang lain, bahkan memanggil dengan ucapan atau gelar yang isinya menyakitkan.

Dewasa ini, di laman media sosial atau kolom komentar berita-berita online kerap dipenuhi ucapan-ucapan buruk seperti bangsat, banci, kampret, cebong, codot, onta gurun, dan sebagainya, yang secara umum dilontarkan atas dasar kebencian dan kemarahan yang tak bisa dibendung.

Kata-kata kotor atau pemberian gelar dan label buruk pada seseorang itu merupakan sifat buruk yang tidak semestinya dilakukan.

Hal-hal yang kadang dianggap sepele ini—karena diungkapkan di medsos—yang menimbulkan permusuhan dan perpecahan. Apalagi saat ini masyarakat mudah tersulut emosi karena pemilihan pemimpin yang berlangsung alot. Pertengkaran tak dapat dibendung hanya karena kesalahpahaman yang kemudian dibesar-besarkan.

Baca juga:  Harmoko Kampanye di Masjid Pesantren

Mengolok-olok dengan sebutan buruk ini sebenarnya sudah dilarang Allah SWT. sebagaimana firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Sebaik-baikp panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS 49: Al-Hujurat, ayat 11).

Terjemahan dari ayat Alquran surat Al-Hujurat ayat 11 di atas begitu gamblang menjelaskan tentang larangan mengolok-olok oleh suatu kaum kepada kaum yang lainnya. Karena, orang yang diolok-olok itu bisa jadi lebih baik dari orang yang mengolok-olok.

Orang yang gemar menghina belum tentu lebih baik dari orang yang dihina. Memberikan gelar yang buruk pun dilarang dalam ayat tersebut karena bisa menyakiti orang lain.

Fenomena ini yang harus diperhatikan. Tak sedikit masyarakat di sekitar kita begitu mudah mengembuskan ujaran-ujaran kebencian dengan gelar-gelar yang buruk, bahkan dengan menyebut nama-nama binatang. Tanpa mereka sadari bahwa panggilan itu begitu menyakitkan dan bisa menimbulkan permusuhan.

Baca juga:  Memaknai Hari Pahlawan: Catatan Refleksi untuk Negara

Di Madura ada istilah carok atau pertengkaran antara dua orang atau kelompok yang disebabkan oleh hal-hal sepele seperti fitnah atau panggilan-panggilan buruk di atas. Mereka bisa saling melukai dan membunuh hanya karena kesalahpahaman yang ditimbulkan oleh oknum-oknum tertentu.

Dalam pemilihan kepada desa (Pilkades), legislatif, bahkan Pilpres pun, masyarakat diimbau untuk selalu menjaga lisan. Antara pendukung satu dan lainnya harus bisa menjaga perdamaian dan ketenangan masyarakat.

Jangan sampai ada yang menjadi kompor yang akan mengobarkan permusuhan antara satu pihak dan pihak yang lain.

Jika tidak, pertumpahan darah atau carok tak akan bisa dielakkan. Sebenarnya, tak hanya di Madura, daerah-daerah lain pun hal ini harus dijaga. Jangan sampai perang saudara antarsuku, adat, bahkan agama terjadi karena ulah manusianya itu sendiri. Di sinilah betapa pentingnya menjaga lisan agar tak turut ikut-ikutan menghina, menfitnah, atau mengolok-olok orang lain dengan gelar yang buruk.

Jika ini bisa diterapkan dengan baik, maka perdamaian dan ketenangan yang akan dirasakan. Pertumpahan darah tidak akan terjadi hanya karena masalah sepele yang ditimbulkan oleh konflik pemilihan pemimpin seperti yang belakangan ini terjadi.

Menjaga persaudaraan jauh lebih penting daripada mempertahankan ego diri yang bisa menimbulkan masalah besar. Pertengakaran dan permusuhan tidak akan terjadi jika kita tidak menyulut api kebencian. (atk)

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top