Sedang Membaca
Di mana Letak Alquran Zaman Now?

Penyair yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Al-Istiqamah Banjarmasin. Sekarang menjadi pengajar di TK Al-Quran Rahmatan Lil ‘Alamin Banjarmasin.

Di mana Letak Alquran Zaman Now?

Diceritakan, suatu hari dua orang saleh bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW, dan mimpi itu berlangsung beberapa saat. Tidak lama kemudian, salah seorang dari mereka tidak pernah lagi bertemu Nabi SAW dalam mimpi. Merasa seolah ada yang hilang dari hidupnya, ia pun berkata kepada temannya, “Jika engkau nanti mimpi bertemu Nabi lagi, sampaikan salamku dan bertanyalah kepada beliau tentang keadaanku, “Mengapa ia tidak bisa lagi bertemu denganmu, wahai Rasul?”

Setelah sang kawan itu tidur, ia berjumpa Nabi dalam tidurnya. Kemudian ia sampaikan salam kawannya dan menanyakan tentang putusnya mimpi itu. Nabi pun menjawab, “Mungkin dikarenakan ia telah menaruh mushaf, dan meletakkan kitab-kitab di atasnya”.

Setelah orang saleh itu terbangun, ia pun menceritakan mimpinya kepada kawannya. Si kawan itu pun langsung segera memeriksa perpustakaannya, dan benar, ia menemukan beberapa kitab berada di atas mushaf.

Cerita di atas saya temukan dari kumpulan kisah orang-orang yang bermimpi Nabi yang disusun Abdul Aziz Ahmad Abdul Aziz. Bagi saya, kisah tersebut cukup menarik, bagaimana tidak, seseorang yang pada mulanya begitu mudah bertemu Nabi SAW dalam mimpi, namun “hanya” karena keliru menaruh mushaf Alquran, ia tak lagi bisa bertemu kekasihnya tersebut dalam tidurnya.

Alquran merupakan kitab suci umat Islam. Alquran ialah firman-firman Allah yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW.

Mushaf Alquran yang kita miliki sekarang, yang terkadang kita lupa menaruhnya di mana, belum ada pada masa Nabi SAW, maksudnya, bahwa pada masa itu Alquran belum berbentuk mushaf seperti sekarang. Lalu seperti apa?

Baca juga:  Keajaiban dalam Persalinan: Kisah Unik Menjadi Bidan di Saudi Arabia

Sekadar mengulang ingatan, mumpung masih dalam nuansa Ramadan, bulan yang di mana Alquran diturunkan. Pada mulanya, penjagaan, atau pemeliharaan ayat-ayat Alquran dilakukan dengan dua cara, pertama dengan dihafal dan kedua dengan ditulis. Pada masa Nabi SAW banyak para sahabat yang menghafal Alquran, bahkan konon, para sahabat akan malu jika tidak menghafalnya.

Jadi, ketika menerima wahyu dari Malaikat Jibril, Nabi SAW akan menyampaikan kepada para sahabat untuk kemudian dihafal. Ingrid Mattson mengatakan, hal yang memudahkan Nabi SAW dan para sahabatnya menghafal Alquran, setidaknya karena tiga faktor. Pertama, karena Alquran diwahyukan dalam “bahasa” Nabi SAW yaitu bahasa Arab dialek Quraisy.

Kedua, karena bahasa Alquran sering kali bersajak dan puitis sehingga ayat-ayatnya lebih mudah diingat. Dan yang ketiga, karena Alquran diturunkan sedikit demi sedikit selama lebih dari 23 tahun sehingga para sahabat punya waktu dan kesempatan untuk mempelajari dan menghafal ayat baru sebelum ayat yang lain turun.

Selain dengan dihafal, Alquran juga ditulis oleh para sahabat. Banyak para sahabat yang mencatat wahyu, bahkan menurut riwayat, Nabi SAW sendiri pernah menunjuk empat sahabatnya untuk menjadi pencatat wahyu. Namun pada masa itu, penulisan wahyu masih berupa catatan-catatan ayat yang terpisah dengan media yang beragam, seperti di kulit binatang, tulang binatang, dan pelepah kurma.

Baca juga:  Kenangan pada Alquran, dari Tan Malaka hingga Pram

Baru pada masa Abu Bakar, atas inisiatif Umar ibn Khattab, catatan-catatan ayat Alquran dikumpulkan. Abu Bakar pun membentuk panitia kodifikasi yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit. Zaid bin Tsabit pun melakukan tugas yang berat tersebut dengan bersandar pada hafalan dan catatan yang yang ada pada para sahabat. Setelah rampung pengumulan lembaran-lembaran tersebut disimpan oleh Abu Bakar hingga wafat. Kemudian berpindah tangan ke Umar, dan selanjutnya disimpan oleh Hafsah, putri Umar.

Lalu pada masa Khalifah Utsman, di mana pada masa itu Islam telah menyebar tidak hanya di dataran Arab, namun juga telah merambah ke wilayah-wilayah non-Arab, yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan pelafalan Alquran. Maka Utsman pun berinisiatif menggandakan mushaf, dan kemudian disebarkan ke beberapa wilayah Islam.

Manna Khalil al-Qattan mengatakan bahwa dalam pengumpulan Alquran, di antara Abu Bakar dan Utsman memiliki perbedaan dari segi alasan. Alasan Abu Bakar ialah karena kekhawatiran akan hilangnya Alquran sebab banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan. Sedangkan alasan Utsman untuk mengumpulkan Alquran karena banyaknya perbedaan dalam hal qiraat, sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan bebas dan menyebabkan sikap saling menyalahkan.

Setelah itu, upaya untuk mempermudah bacaan Alquran masih terus dilakukan, seperti membubuhkan tanda baca, tanda titik, tanda pemisah dan nomor ayat, dan seterusnya. Baru pada abad ke-16 M, Alquran dicetak di Hamburg, Jerman.

Baca juga:  Mengapa Alquran Mengizinkan Perang dan Kekerasan?

Tentang bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap Mushaf Alquran. Ada beberapa adab terhadap Alquran, seperti ketika memegangnya kita mesti dalam keadaan suci, mengambilnya dengan tangan kanan, membawanya pun tidak seperti kita membawa buku dengan semaunya. Sebagian ulama juga menyunahkan mencuim mushaf Alquran.

Begitu juga ketika kita meletakkannya, ada adab tertentu. Dalam Jejak-jejak Islam-nya, Ahmad Rofi’ Usmani menuliskan pandangan Musa Al-‘Almawi tentang adab seseorang terhadap buku, menurut Al-‘Almawi bahwa buku-buku harus diatur menurut subjeknya dan mesti ditempatkan paling atas. adapun urutannya yang harus dipatuhi adalah: pertama adalah Alquran, lalu kitab hadis sahih, seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Kemudian kitab-kitab tafsir Alquran, lalu kitab sharah hadis, disambung dengan kitab-kitab fiqih, kitab ushuluddin dan ushul fikih, kemudian buku-buku tata bahasa, puisi, dan ilmu-ilmu lainnya

Kembali ke kisah awal, tentang seseorang yang tak lagi bertemu Nabi SAW dalam mimpinya karena ia keliru menempatkan mushaf Alquran seolah menjadi peringatan bagi kita. Bagaimana orang-orang saleh dulu seolah begitu mudah bertemu Nabi, dan ketika melakukan kekiliruan—yang barangkali bagi sebagian kita hal tersebut sangatlah kecil— seketika mereka terhijab pada hal-hal yang menggembirakan, seperti bertemu Nabi SAW dan mereka pun begitu gelisah mendapat ujian atau teguran tersebut.

Lalu bagaimana dengan kita yang memang telah begitu banyak melakukan kekeliruan? Di mana letak Alquranmu sekarang?

Wa Allah A’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top