Sedang Membaca
Meneladani Jejak Langkah Para Sahabat Nabi

Mahasiswa sekaligus Santri Aktif Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Meneladani Jejak Langkah Para Sahabat Nabi

Whatsapp Image 2022 09 27 At 06.00.46

Membaca kisah hidup, perilaku, dan tingkah laku para sahabat dalam sejarah (rijal) bisa mengilhami kita, dan pelan-pelan berusaha menirunya. Karena itu, membaca kisah para sahabat amat penting. Tidak mengherankan jika Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafiyah, menegaskan: “Membaca kisah perjalanan para tokoh lebih aku senangi dari pada mempelajari sebagian dari fiqh.”

Ibnu al-Jauzi, salah seorang ulama produktif, menyebutkan dalam Shayd al-Khathir: “Seharusnya kalian memberi perhatian yang tinggi terhadap kisah perjalanan para salaf (tokoh terdahulu), menelaah karya-karya dan kisah-kisah mereka, serta memperbanyak memperlajari kitab-kitab mereka untuk melihat (pelajaran) mereka.”

Para sahabat adalah lulusan pertama dari Universitas Kenabian yang belajar dan menimbah ilmu secara langsung dari Nabi Saw. Mereka tahu Nabi Saw dari jarak dekat. Maka, dengan membaca sejarah para sahabat (secara tidak langsung), kita berusaha membaca sejarah Nabi Saw juga dari jarak dekat.

Pembacaan kita pada Nabi Saw dan sahabatnya melalui buku-buku, termasuk buku ini, tentu tidak akan mendeskripsikan secara lengkap bagaimana kehidupan Nabi Saw dan para sahabatnya zaman dulu. Tetapi, minimal setidaknya sebagai persiapan jawaban andai ada orang yang bertanya: “Bagaimana Nabi Saw dan sahabatnya menjalani kehidupan”, terutama para santri-santri. Kita (para santri) hanya perlu menjawab sembari memberi isyarat dengan jari telunjuk: “Seperti itu!”

Tanpa sirah dan tanpa sunnah, kita tidak akan mampu memahami al-Qur’an. Mempelajari sirah bukanlah semata-mata bacaan ringan atau hiburan, tapi mempelajari sirah adalah mengkaji agama. Karena ia menjadi penunjang memahami sumber pokok dari syariat. Dengan mempelajari sirah Nabi dan sahabat, kita bisa mempraktekkan ubudiyah kepada Allah Swt dengan benar.

Tentang buku ini

Buku ini awalnya hanyalah kumpulan dari tulisan-tulisan Husain di website Alif.ID momen Ramadhan atas permintaan Mas Hamzah Sahal, hingga akhirnya dibukukan menjadi kisah (sirah) unik dan serius yang berjudul Dan ‘Arsy pun Berguncang! Sirah Unik Sahabat-Sahabat Kanjeng Nabi Saw sebagai sumbangsih yang positif bagi pengkayaan kehidupan umat manusia di bidang sejarah.

Baca juga:  Sabilus Salikin (91): Wirid-wirid Suhrawardiyah (2)

Gus Husain panggilan akrabnya, berhasil memotret dan memilih sebagian dari sekian banyaknya aspek hidup sahabat Nabi Saw. Bukan hanya memotret, Husain juga memberi “angel” dengan tepat benar.

Dalam buku ini diulas tentang sejarah, teks dan sepintas pemikiran para sahabat Nabi yang memiliki rekam jejak langkah patut diteladani. Misalnya, pembukaan pertama, Gus Husain menguraikan dengan apik sahabat Shafiyah binti Abdul Muthalib sang “Veteran Perempuan Pemberani”. Saat itu, kaum muslimin sudah berada di pinggiran khandaq (parit). Saat tidak ada kaum laki-laki sama sekali itu, Shafiyah binti Abdul Muthalib melihat bayangan yang berkelebat di gelapnya fajar.

Ia memfokuskan diri, mempertajam pandangan dan pendengarannya. Ternyata, itu adalah bayangan seorang Yahudi yang menjadi mata-mata dan hendak menuju benteng. la berputar-putar, mencari info apakah di dalam benteng ada kaum laki-laki atau tidak.

Bukan tanpa alasan orang Yahudi memata-matai benteng itu. Tujuannya ialah bahwa jika dipastikan tidak ada kaum laki-laki didalam, maka seluruh isi benteng, yaitu kaum perempuan dan anak-anak, akan jadi tawanan, dan itu bisa disebut awal petaka bagi kaum muslimin. Shafiyah kemudian bergumam, “Kaum Yahudi telah merusak janji yang mereka buat dengan Nabi Saw, dan justru mereka berkoalisi dengan kafir Quraisy.”

Ketika demikian, Shafiyah dengan cerdiknya memperbaiki posisi. Khamar yang menutupi wajahnya dilipat ke kepala, dan ia mengikatkan bajunya ke bagian tubuhnya. Berharap, ia bisa bergerak dengan leluasa tanpa kendala. Kemudian, ia mengambil tongkat besi dan dipegangnya dengan kuat. Ketika posisi sudah tepat, ia memukulkan besi tersebut kepada orang Yahudi. Tiga kali pukulan, si Yahudi tersungkur.

Baca juga:  Sabilus Salikin (67): Tarekat Qadiriyah - Biografi Syaikh Abdul Qadir al-Jilani

Dengan mengawali sahabat perempuan, secara tidak langsung, Gus Husain mengatakan bahwa, perempuan harus mampu berperan dan memberikan kontribusi yang setara dengan laki-laki di berbagai skala apapun. Hal ini sebagai bentuk emansipasi perempuan dalam mewujudkan kesetaraan. Karena bicara tentang emansipasi, salah satu sosok yang menjadi panutan dan inspirasi bagi perempuan ialah Ibu Kartini.

Bahwa sesungguhnya kesetaraan pria dan wanita merupakan konsep yang seharusnya diamalkan oleh setiap orang di segala tempat dan sepanjang waktu. Dan, kebenaran yang harus dipercayai sesungguhnya adalah tidak ada tembok pemisah antara pria dan wanita. Allah Swt menciptakan manusia laki-laki dan perempuan adalah sama dengan rupa dan gambar-Nya sendiri.

Kedua, di bagian akhir, Gus Husain menguraikan secara khusus tentang sahabat Tsabit bin Qais sang “Orator Andalan Nabi”. Suatu ketika, ada utusan dari Bani Tamim untuk menemui Nabi Saw. Mereka meminta izin kepada Nabi Saw untuk memamerkan keahliannya dalam hal syair dan pidato. Nabi Saw kemudian mengizinkan orator mereka untuk unjuk gigi. Setelah orator kebanggaan Bani Tamim selesai memberikan orasinya, Nabi Saw memberikan kode kepada Tsabit bin Qais untuk juga menunjukkan keahliannya.

Dengan langkah mantap dan gerakan meyakinkan Tsabit bin Qais berdiri dan memulai pidatonya. Namun, dibalik keahliannya, Tsabit bin Qais ternyata memiliki hati yang sangat lembut. Sahabat Tsabit adalah sahabat yang syahid dalam perang Yamamah pada masa Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Selama hidupnya, ia telah berpartisipasi dalam Perang Uhud dan beberapa perang setelahnya.

Kontribusi buku ini

Bagi seseorang, siapapun, yang hendak mempelajari dan mengkaji tokoh dan sirah, terutama sirah sahabat Kanjeng Nabi Saw, maka buku yang ditulis oleh Ahmad Husain Fahasbu ini adalah amat penting untuk dibaca. Meski tidak mendalam seperti bukunya Husein Haikal, akan tetapi poin-poin pentingnya didapat.

Baca juga:  Toko Kitab Sapakira Ampenan, NU, dan Sebuah Kota

Nama-nama sahabat yang kurang familiar bagi saya ada di buku ini. Seperti Shafiyah binti Abdul Muthalib, Fatimah binti Asad, Abdullah bin Ummi Maktum, Sawad bin Qarib dan lain sebagainya. Kisah-kisah mereka pun tak kalah heroik-memukau dengan sahabat-sahabat besar yang lain.

Misalnya, Sahabat Salman al-Farisi, dalam suatu kesempatan, disebut Baginda Nabi Saw sebagai “bagian dari keluarga beliau”. Salman al-Farisi adalah seorang pria berkebangsaan Persia, sebuah daerah yang jauh dari peradaban Islam pada masa awal. Berasal dari sebuah desa bernama Jayyan.

Perjumpaan titik awal Salman al-Farisi mengenal Islam dan akhirnya menjadi seorang muslim yang taat. Hingga akhirnya Nabi mempersaudarakan Salman al-Farisi dengan Abu Darda’. Tak hanya itu, Salman al-Farisi juga dikenal sebagai sahabat yang suka berjuang. Dalam perang Khandaq, ia berjasa besar bagi umat Islam. Bahkan, ia dikenal sebagai sosok yang zuhud, tidak cinta dunia, wira’i, tawadhu’, dan selalu berusaha dengan usahanya sendiri.

Kontribusi buku ini dapat membantu mengolek sebuah persoalan-persoalan yang kontroversial, terlebih membuktikan bahwa sirah para sahabat Kanjeng Nabi Saw memiliki signifikansi dalam kajian Islam yang tentu sangat memuaskan. Bahkan menjadi wasilah untuk mengenal dan mengakrabkan diri dengan kehidupan Kanjeng Nabi Saw dan para sahabatnya.

Data Buku:

Judul: Dan ‘Arsy pun Berguncang! Sirah Unik Sahabat-Sahabat Kanjeng Nabi Saw.

Penulis: Ahmad Husain Fahasbu

Penerbit: DIVA Press Yogyakarta

Cetakan: Pertama, Oktober 2022

Tebal: 230 hlmn; 14×20 cm

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top