Sedang Membaca
Sabilus Salikin (9): Lafal Dzikir yang Paling Utama
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Salikin (9): Lafal Dzikir yang Paling Utama

Sabilus Salikin (1): Islam, Tasawuf, dan Tarekat 1
Dzikir itu Wajib Bukan Sunnah

Pandangan umum yang dikenal orang selama ini mengenai hukum berdzikir adalah bahwa berdzikir itu sunnah. Pandangan ini tampaknya perlu digarisbawahi dan dikaji ulang. Dimaklumi bahwa sunnah berimplikasi “jika dikerjakan memperoleh pahala dan kalau ditinggalkan tidak apa-apa”, sedangkan wajib memiliki implikasi “apabila dikerjakan memproleh pahala dan kalau ditinggalkan ada sanksi, dosa atau siksa.”

Kalau berdzikir itu sunnah, maka konsekuensinya adalah bahwa orang yang tidak melakukan dzikir tidak dikenai sanksi apa pun, padahal Allâh berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى ﴿١٢٤﴾

Barangsiapa tidak mau berdzikir kepada-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta, (Q.S. Thaha, 20: 124).

لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَمَن يُعْرِضْ عَن ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَاباً صَعَداً ﴿١٧﴾

Barangsiapa berpaling (tidak mau) berdzikir kepada Tuhannya, niscaya Dia memasukkannya ke dalam siksa yang pedih, (Q.S. al-Jinn, 72:17).

Dengan menyimak ketiga firman tersebut tidak diRagukan lagi bahwa hukum berdzikir itu wajib, bukan sunnah.

Oleh karena itu pula, setelah turun firman Allâh,

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ ﴿١٩٠﴾ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٩١﴾

Baca juga:  Syabakah dari Bashrah

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang beRAkal, (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (191), (Q.S. Ali Imrân, 3:190-191).

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ يُصَلِّيْ فَأَتَاهُ بِلَالُ يُؤَذِّنُهُ بِالصَّلَاةِ فَرَآهُ يَبْكِيْ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَتَبْكِيْ وَقَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ ! فقال: يَا بِلَالَ أَفَلَا أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا وَلَقَدْ أَنْزَلَ اللهُ عَلَيَّ اللَيْلَةَ آيَةً { إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب } ثم قال: وَيْلٌ لِمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيْهَا) تفسير القرطبي ج 4،ص 300)

Nabi SAW melakukan shalat sambil terus menerus menangis, dan ketika ditanya mengapa, beliau bersabda, “Telah turun kepada ayat inna fi khalqis samawati..(sesungguhnya dalam penciptaan langit …dst.); maka celakalah orang yang membacanya tetapi tidak merenungkan isinya, (Shahih Ibn Hibban, juz 2, halaman: 386, Tafsir al-Qurthubi, juz 4, halaman: 300, Tafsir Ibn Katsir, juz , halaman: 441).

Baca juga:  Sabilus Salikin (171): Sejarah Perkembangan Tarekat Idrisiyah

Baca juga:

Katalog Buku Alif.ID
Halaman: 1 2
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Scroll To Top