Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ulama Banjar (32): KH. Abdul Muthalib bin H. Mardiah

Kh. Abdul Muthalib M Png

(L. 1909)

KH. Abdul Muthalib lebih akrab di dipanggil dengan Guru Thalib, merupakan salah seorang ulama yang cukup dikenal di tahun 1980-1990-an. Ketenaran beliau tidak diragukan lagi dalam berdakwah dengan ciri khas suara yang serak-serak basah dan intonasi yang turun naik. Apa yang beliau sampaikan enak didengar, jelas dan lugas apalagi terkadang dibumbui dengan humor segar. Beliau adalah sosok ulama sekaligus muballigh yang disukai tua dan muda, baik pria maupun wanita, karenanya tak heran sering diundang ke mana-mana.

KH. Abdul Muthalib M berasal dari keluarga muslim yang patuh menjalankan ajaran agama. Sejak kecil beliau sudah terbiasa dengan kehidupan yang agamis dalam lingkungan orang tua maupun keluarga. Itulah sebabnya beliau sudah dikirim menuntut ilmu ke kota Serambi Mekkah. Beliau dimasukkan ke Pondok Pesantren Darussalam, di sinilah beliau menimba ilmu mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah sampai ke tingkat terakhir, yakni Madrasah Aliyah.

Selain itu, sebagaimana lazimnya seorang santri, KH. Abdul Muthalib M juga menuntut ilmu pengetahuan agama dengan cara mengaji duduk. Beliau mendatangi ke rumah guru atau ulama yang memang menguasai ilmu agama yang dipelajari dengan mereka. Kegiatan ini dilakukan pagi-pagi sebelum berangkat ke pondok atau pada petang hari setelah pulang dari pondok. Meskipun berpisah dari orang tua dan keluarga KH. Abdul Muthalib M bisa belajar dengan baik, tekun dan rajin sampai selesai.

Aktivitas KH. Abdul Muthalib M sehari-hari sangat padat, apalagi beliau punya tugas rutin sebagai PNS. Sebagai pegawai pemerintah beliau diamanahi menjadi guru agama dan mengajar pada Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Mulawarman Banjarmasin. Di sekolah yang mendidik calon guru ini, KH. Abdul Muthalib sangat dihormati. Beliau mampu menempatkan diri sebagaimana layaknya seorang guru yang mengajarkan agama. Dalam hal ini apakah ketika bergaul sehari-hari dengan seprofesi sesama guru, maupun ketika berkomunikasi dengan para murid.

Baca juga:  Pangeran Cakrabuana: Pendiri Perkampungan dan Kerajaan Cirebon

Karir sebagai ulama dan guru agama serta muballigh banyak menyita waktu tersendiri. Sebab tidak jarang diundang berceramah sampai ke luar daerah Kalimantan Selatan. Materi dakwah yang disampaikan beliau terkadang cukup kritis, namun semua itu dilakukan demi mencerdaskan masyarakat. Kalaupun misalnya sampai mengkritik, tetapi kritik yang membangun, tidak hanya pandai menyalahkan namun juga memberikan solusi atau alternative pemecahan sebagai jalan keluarnya.

Sebagai ulama dan penceramah yang cukup terkenal, KH. Abdul Muthalib M pun tidak melewatkan kesempatan untuk berorganisasi. Namun organisasi yang digeluti adalah yang nyata-nyata memperjuangkan dan membela agama Islam. Untuk ini beliau didaulat menjadi pengurus Nahdlatul Ulama (NU) kota Banjarmasin, di sini beliau cukup disegani teman-teman. Semasa periode kepengurusan beliau kegiatan Nahdlatul Ulama cukup banyak dan sangat berkembang, antara lain seperti lailatul ijtima.

Kiprah keulamaan KH. Abdul Muthalib M tak hanya terbatas di organisasi sosial keagamaan seperti Nahdlatul Ulama semata. Akan tetapi beliau pun mencoba berjuang melalui dakwah di panggung politik. Dalam hal ini beliau memilih bergabung dengan Partai Persatuan pembangunan (PPP) yang ketika itu berlambangkan Ka’bah. PPP menjadi saingan partai lainnya, massa pendukungnya banyak dan tersebar di mana-mana, sehingga menjadi saingan partai pemerintah yang berkuasa pada masa itu.

Baca juga:  Pesan Mahbub Djunaidi Untuk “Calon-Calon”

Di wadah Partai Islam tersebut KH. Abdul Muthalib M duduk sebagai salah seorang pengurus inti dan menjadi juru kampanye. Ketika mengkampanyekan partainya, beliau tidak semata-mata menyuarakan politik saja, tapi kesempatan itu dimanfaatkan untuk menyelipkan pesan-pesan atau seruan agama. Melalui pendekatan keagamaan yang beliau lakukan PPP pun makin mendapat simpati masyarakat. Prestasi inilah pula yang menghantarkan beliau duduk sebagai salah seorang anggota DPRD Kota Banjarmasin dari PPP.

Atas kiprahnya sebagai muballigh dan tokoh agama, K. H. Abdul Muthalib M pernah mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Kota Banjarmasin. Kendatipun beliau sebagai pengurus Nahdlatul Ulama (NU) akan tetapi beliau termasuk ulama yang terbuka, terbukti beliau banyak bergaul dan berteman dengan tokoh Muhammadiyah, biasa mendatangi undangan berceramah dengan Drs. Nurdin U. Beliau berdua tampil sebagai penceramah yang kompak, tanpa menyinggung perbedaan satu dengan yang lain.

Demikian pula sebagai pengurus PPP, beliau juga banyak berteman dengan ulama lain dari partai yang berbeda. Perbedaan dalam berorganisasi menurut beliau tidak harus menghambat hubungan bermasyarakat, melakukan interaksi sosial, atau memutuskan tali silaturrahim, apalagi sampai menciderai dan merusak ukhuwah Islamiyah. Dalam hal ini bagi KH. Abdul Muthalib M, aspirasi politik boleh berbeda, namun hubungan baik antarsesama pemuka kaum muslimin harus tetap terpelihara, dijaga sebagaimana mestinya.

Baca juga:  Ulama Banjar (179): Prof. Dr. H. Akh. Fauzi Aseri, MA

Ilmu pengetahuan agama yang digali melalui Pondok Pesantren Darussalam Martapura, ternyata sangat menunjang aktivitas dan kepribadian KH. Abdul Muthalib M sehari-hari. Beliau memiliki semboyan hidup bahwa, “agama harus lebih diutamakan untuk kepentingan masyarakat, daripada kepentingan pribadi”. Semboyan inilah yang sekaligus menjadi pegangan hidup beliau sehingga sarat dengan berbagai pengabdian.

KH. Abdul Muthalib M membina rumah tangga dengan menikahi isteri tercinta Hj. Siti Syamsiah. Kemudian setelah sekian lama tidak memiliki keturunan beliau kawin lagi Hj Aisyah. Akan tetapi sayangnya dengan isteri kedua inipun tidak dikaruniai keturunan sebagai pelanjut masa depan. Dengan demikian darah dan garis keulamaan yang beliau miliki tidak dapat mengalir ke mana-mana, sebab tidak punya anak seorang pun, baik laki-laki maupun perempuan.

KH. Abdul Muthalib M beralamat di jalan Teluk Tiram Laut RT 2 Kelurahan Telawang Kecamatan Banjarmasin Barat kota Banjarmasin. Beliau meninggal dunia dengan tenang di hadapan keluarga pada tanggal 25 Juli 1992 dan makamnya persis berada di belakang Masjid Jami Teluk Tiram Banjarmasin, tidak jauh dari makam KH. Abdul Syukur Jamaluddin, seorang ulama sepuh.

Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top