Di tengah pandemi, bangsa ini dihadapkan tantangan baru, yakni akan di selenggarakannya pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Hal ini muncul pro kontra di tengah masyarakat, karena wabah covid-19 belum usai di negeri ini, malah kian hari semakin bertambah jumlah kasusnya.
Sebagai seorang pemimpin yang terpilih sekarang ini, sejatinya harus mampu memegang amanah yang sudah diberikan oleh rakyat dengan baik. Amanah bukanlah pencitraan. Tetapi amanah adalah ia yang bekerja tanpa adanya kepentingan untuk kelompok tertentu tetapi kepada kemaslahatan umat, bangsa Indonesia.
Di tengah pandemi, seyogyanya pemimpin kita lebih mementingkan kemanusiaan, daripada ego politiknya. Karena yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.
Sebab itu, di dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa ancaman bagi pemimpin yang tidak amanat atau tidak mementingkan kemaslahatan rakyat, Allah akan mengharamkan surga baginya. Nabi Saw bersabda.
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً
tiada seorang yang diamanati oleh Allah memimpin rakyat
يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya (dengan berbuat hal yang merugikan banyak rakyat), melainkan pasti Allah mengharamkan baginya surga. (HR. Bukhari-Muslim)
Hadirin Rahimakumullah
Seorang pemimpin, selayaknya harus meniru tindak-tanduk dari apa yang sudah diajarkan oleh Rasulullah Saw., terutama dalam akhlak atau moralitas kepemimpinan, hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam al-Quran. QS. at-Taubah [9]: 128:
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Berdasarkan ayat di atas, ada 3 sikap moral kepemimpinan Rasulullah SAW yang perlu dicermati dan diteladani oleh setiap pemimpin.
Pertama, ‘azizun alaihi ma ‘anittum, artinya, amat berat dirasakan oleh Nabi apa yang menjadi beban penderitaan umat yang dipimpinnya. Dalam istilah modern, sikap ini disebut sense of crisis, yaitu rasa peka atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung. Saat ini bangsa kita sedang mengalami banyak ketidakberuntungan dengan adanya pandemi covid-19.
Dengan ditundanya pilkada, pemimpin tersebut sudah membuat kebijakan yang sangat baik, mengutamakan keselamatan nyawa masyarakat Indonesia (hifdzun nafs). Mengingat, sejauh ini dari wabah covid-19 sudah merenggut 9.000 lebih nyawa dan lebih dari 100 dokter yang meninggal dunia.
Kedua, harishun ‘alaikum, artinya, Nabi sangat mendambakan agar umat yang dipimpinnya aman dan sentosa. Dalam istilah modern, sikap ini disebut sense of achievement, yaitu semangat dan perjuangan yang sungguh-sungguh, agar seluruh masyarakat yang dipimpinannya dapat meraih kemajuan dan kemakmuran. Jika kita menunda pilkada, harapannya adalah berkurangnya warga yang terpapar virus, jika bangsa kita sehat, kuat, kemajuan dan kemakmuran bisa diraih.
Hal tersebut juga sudah dikuatkan oleh dua organisasi Islam dengan massa terbesar di Indonesia, yaitu PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama, yang secara tegas meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020 sampai adanya vaksinasi.
Ketiga, raufun rahim, artinya, sikap mengasihi dan menyayangi. Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Demikian pula Rasulullah SAW, juga merupakan manusia yang sangat pengasih dan penyayang. Maka sudah seharusnya bagi setiap mukmin, terutama mereka yang dipercaya menjadi pemimpin, meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul-Nya itu dengan cara mencintai dan mengasihi orang lain, khususnya masyarakat yang dipimpinnya. Karena kasih sayang (rahmat) adalah pangkal dari segala kebaikan. Tanpa kasih sayang, sangat sulit dibayangkan seseorang bisa berbuat baik. Kalau pemimpin kita sayang dengan nyawa rakyatnya, pasti akan mementingkan keselamatannya.
Dalam hal ini, Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Turmudzi, atau yang lebih dikenal dengan nama Imam at-Turmudzi, di dalam kitab kumpulan haditsnya yang berjudul Sunan at-Turmudzi, ia meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah ibnu Umar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
… إِرْحَمُوْا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَآءِ …
“Kasih sayangilah orang-orang yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu”.
Dengan demikian, jika para pemimpin-pemimpin kita meniru akhlak kepemimpinan Rasulullah Saw., insya Allah Negara kita akan makmur sentosa. Kebijakan yang mementingkan kemaslahatan, Tidak ada penyalahgunaan jabatan. Tidak ada kebijakan yang sewenang-wenang menuruti ego nafsunya.
Dalam khutbah kali ini, khotib ingin menyampaikan, siapa saja yang saat ini tengah memegang jabatan atau amanat, maka sikap moral di atas wajib hukumnya dimiliki oleh seorang pemimpin atau pimpinan. Karena tanpa ketiga sikap moral tersebut, seorang pemimpin bisa dipastikan tidak akan bekerja untuk kepentingan rakyatnya, melainkan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga, dan kelompoknya semata.
Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita para pemimpin yang amanah, yang betul-betul memahami hakikat tugas dan kewajibannnya sebagai khaadimul ummah (pelayan masyarakat), dan mereka tentunya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT kelak di akhirat. Amin Yaa Rabbal ‘Alamin.