Sedang Membaca
Doa Satire ala Abu Nawas
Mukhammad Lutfi
Penulis Kolom

Alumnus Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Doa Satire ala Abu Nawas

Bukan Abu Nawas namanya kalau tidak bisa membolak-balikkan logika lawan bicara maupun pendengarnya.

Kali ini ada sebuah kisah menarik, di mana Abu Nawas dengan kecerdikan logika serta permainan bahasanya mampu mempermalukan seseorang melalui sebuah doa. Kisah ini tidak ada kaitannya dengan khlaifah Harun ar-Rasyid maupun orang kikir seperti pada kisah-kisah sebelumnya. Kisahnya begini;

Alkisah, suatu hari ada seorang fasik yang salat di masjid, tak berhenti sampai di situ si fasik ini pun berdoa sepenuh hati seraya beristighfar. Abu Nawas yang saat itu juga ada di dalam masjid tiba-tiba duduk pas di belakang si fasik.

Tanpa disangka, Abu Nawas tiba-tiba mengangkat tangan seraya berdoa; “Allahumma ya man yaraani wa la araahu, bi haqqika ya maulay la tabkhol bi hadza al wajhi ala jahannam”

Sebenarnya tidak ada yang salah pada doa ini jika dibaca ketika sendiri, namun kali ini Abu Nawas membacakannya di masjid ketika sedang banyak jamaah, dan tepat ada di belakang si fasik.

Kira-kira apa yang salah pada doa ini? Secara keseluruhan memang tidak ada yang salah, namun jika kita menitikberatkan pada kalimat “bi hadza al wajhi” maka akan ada makna ganda yang sangat berpengaruh pada substansi doa.

Baca juga:  Nu'aiman, Sahabat Rasul yang Bengal (1)

bi hadza al wajhi” bisa bermakna wajah ini, bisa juga bermakna sesuatu atau seseorang yang ada di depan –di hadapan.

Secara lengkap doa ini bisa bermakna “Ya Allah, yang maha melihatku namun tak mampu ku melihat-Mu, dengan kemaha benaran-Mu ya Allah  jangan segan-segan memasukkan wajah ini ke dalam neraka jahannam.

Bisa juga bermakna seperti ini “Ya Allah, yang maha melihatku namun tak mampu ku melihat-Mu, dengan kemaha benaran-Mu ya Allah  jangan segan-segan memasukkan apa yang ada di hadapanku ini ke dalam neraka jahannam

Hal ini tak pelak membuat orang-orang yang ada di masjid tertawa terpingkal-pingkal, sepertinya kebanyakan orang yang ada di masjid lebih cenderung memilih alternatif makna doa yang kedua. Dan Abu Nawas sendiri sepertinya telah mengkonsep orang-orang agar cenderung memilih makna yang kedua. Hal ini bisa dilihat dari Abu Nawas yang duduk tepat berada di belakang si fasik.

Mendengar doa Abu Nawas serta gelak tawa orang-orang yang ada di masjid, si fasik ini pun akhirnya beranjak dari hadapan Abu Nawas dengan perasaan malu dan ambyar yang begitu dalam. Sekian.

Dari kitab Abu Nuwas fi nawadirihi wa ba’di qasaidihi, karya Salim Samsuddin. (RM)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top