Sedang Membaca
Resensi Buku: Tafsir Anbarsari Karya Dosen Ma’had Aly Situbondo
Maulana Nur Rohman
Penulis Kolom

Santri Ma'had Aly Marhalah Ula Situbondo. Pimpinan Redaksi Buletin GAMIS.

Resensi Buku: Tafsir Anbarsari Karya Dosen Ma’had Aly Situbondo

Tafsir Anbarsari

“Prinsip hidup ‘mengikuti al-Quran’ berarti menjadikan al-Quran sebagai petunjuk sekaligus sebagai tujuan”

– Tafsir Anbarsari –

Karena lahir di Indonesia, kita yang beragama Islam pastinya akan kesulitan dalam memahami al-Quran yang berbahasa Arab. Hal ini membuat kita tak dapat sepenuhnya menghayati ajaran dan tuntunan al-Quran. Saya pun juga merasa demikian. Yang dapat kita lakukan adalah membaca terjemahan, dan hal itu sangat tidak recomended karena akan berdampak pada pemahaman yang setengah-setengah.

Diakui atau tidak, budaya awam di Indonesia menjadikan al-Quran seperti kitab suci ilmu ghaib. Bagaimanapun, al-Quran bukan sekumpulan mantra dan jampi yang hanya dirapalkan untuk kemudian dapat berpengaruh pada ruhani kita yang membacanya.

Sesungguhnya, al-Quran berisi firman Allah yang diturunkan sebagai petunjuk untuk orang-orang bertakwa (al-Baqarah: 02). Yang namanya petunjuk, tentu dapat berguna bagi orang-orang yang membutuhkannya ketika petunjuk tersebut telah benar-benar dipahami.

Sama seperti kita unboxing hape baru, tentu manual book yang berbahasa asing tak bakalan kita baca. Malah kita buang begitu saja karena tak bakal paham. Apa al-Quran akan bernasib sama?

Dalam situasi seperti inilah buku Tafsir Anbarsari dihadirkan oleh Gus Miftahus Surur, salah satu dosen senior di Ma’had Aly Situbondo. Buku beliau satu ini secara khusus menafsiri surah al-Baqarah dengan bahasa kita, bahasa Indonesia.

Nama Anbarsari diambil karena bertabarruk dengan nama kakek dari Gus Miftahus Surur sendiri yaitu KH. Anbarsa, ayah dari KH. Salwa Arifin, bupati Kabupaten Bondowoso periode 2018-2023.

Baca juga:  Sabilus Salikin (76): Cabang-cabang Tarekat Rifa'iyah

Sepintas, Tafsir Anbarsari ini mirip dengan Tafsir al-Azhar karya Prof. Hamka. Namun perbedaanya terletak pada gaya bahasa, Hamka menggunakan bahasa Indonesia bergaya Melayu, sedang Tafsir Anbarsari ini ditulis dengan bahasa Indonesia baku. Hal ini memudahkan para pembaca awam yang belum sempat berkenalan dengan gaya bahasa Indonesia selain yang telah dijumpai sehari-hari.

Dalam penyajianya, buku ini menggunakan metode tafsir tematik, dimana beberapa ayat dikumpulkan dalam satu penjelasan karena kesamaan tema yang dibahas.

Sehingga, secara garis besar, buku ini memiliki tiga tema pokok yang disesuaikan dengan pembagian surah al-Baqarah dalam tiga juz :

Pertama, Al-Quran sebagai buku pedoman, memahami arti hidup dan mengenal jati diri manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kedua, pedoman hidup manusia dalam segi hubungan manusia dengan tuhannya dan manusia dengan keluraga. Ketiga, pedoman hidup manusia dalam segi hubungan dengan makhluk lainnya dan manusia sebagai makhluk sosial.

Dalam menafsiri setiap ayat, buku ini mengutip pelbagai pendapat dari banyak mufassir besar. Sebut saja Imam ar-Razi, Imam as-Sya’rowi, al-Zuhailiy dan sederet nama mufassir lainnya. Namun tak asal kutip, dengan kepiawaiannya Gus Surur dapat meramu kerumitan pendapat menjadi bahan bacaan yang segar lagi mudah dipahami.

Dengan membaca buku ini, saya serasa diajak berdialog langsung bersama beliau-beliau di atas dengan penulis sebagai moderatornya. Seperti dalam menafsiri ayat pertama dan kedua al-Baqarah. Penulis mengawalinya dengan memberika pengatar berupa pertanyaan,  “Apa al-Quran itu? Kenapa ia diturunkan?”

Kemudian dengan penyampaian yang runut dijelaskan mengenai hakikat al-Quran dan kegunaan al-Quran sebagai petunjuk (al-Huda). Lalu dijelaskan juga bagaimana sikap kita terhadap al-Quran; menyelaraskan  tujuan hidup kita dengan yang dikehendaki al-Quran. “Orang yang tidak memeiliki tujuan, maka petunjuk apapun tidak akan berguna baginya, karena ia tidak membutuhkannya dan tidak ingin pergi ke manapun.” Ini sesuai perkataan Imam As-Sya’rowiy,

Baca juga:  Polemik dalam Kitab Fikih Wanita Klasik: Risalatul Makhid dan Masailun Nisa’

فالذي يريد أن يتقي عذاب الله وغضبه يجد فيه الطريق الذي يحدد له هذه الغاية

Maka seseorang yang bertujuan agar selamat dari azab Allah dan kemarahan-Nya, Ialah yang akan menjumpai jalan yang telah ia inginkan dengan tujuan ini.” (Tafsir As-Sya’rowiy, Juz I, Hal 123)

Setelah Imam As-Sya’rowi, Penulis memberikan giliran pada Imam Ibnu Asyur untuk menyampaikan penafsirannya yang ada dalam kita at-Tahrir wa at-Tanwir berkaitan dengan dua ayat di atas.

Selain itu mengutip dan menukil, penulis juga memunculkan pendapat pribadinya dengan berdasar bekal ilmu Ushul Fikih, hasil studi beliau di Mahad Aly Situbondo. Hal ini menunjukkan kematangan penulis dalam menyusun buku tafsir, tak hanya bermodalkan kutipan-kutipan pendahulu. Semisal dalam penafsiran ayat :

أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون

“Merekalah yang mendapatkan petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang beruntung.” (Al-Baqarah: 05)

Penulis konsisten untuk mengartikan المفلحون dan semua derivasinya dengan arti sukses atau meraih kemenangan. Bukan dengan arti keberuntungan sebagaimana lumrah kita jumpai dalam terjemah al-Quran berbahasa Indonesia –seperti terjemahan di atas- (Terjemahan ini saya ambil dari  Al-Quran dan Terjemahannya Ar-Rahim,Mikraj Bandung).

“Menurut kami, kata “beruntung” lebih berkonotasi mendapatkan sesuatu secara kebetulan, tanpa sengaja, tanpa ada usaha, semacam perolehan dari undian. Sedangka kata “sukses” mengesankan pada suatu keberuntungan dan suatu kemenangan yang diperoleh dengan cara kerja keras, usaha yang sugguh-sungguh, serius dan penuh perjuangan.”

Yang perlu diperhatikan, dalam penyajiaannya buku ini tidak menyantumkan ayat secara langsung, hanya nomor ayat. Hal ini mungkin dapat menyulitkan beberapa pembaca yang belum hapal dengan surah al-Baqarah. Selain agar buku tidak terlalu tebal penulis sendiri dalam pengantarnya menyatakan, “Penulis tidak mencantumkan ayat-ayat surah al-Baqarah dalam buku kecil ini agar pembahasan lebih mengalir dan penjelasan menjadi lebih utuh”.

Baca juga:  Nahdlatut Turast: Memaknai Turast dari Dimensi Manuskrip dan Doktrinisasi

Hemat saya, dengan hanya mencantumkan nomor ayat -selain penjelasan utuh yang akan kita dapat- buku ini tidak jadi overprice dengan jumlah halaman sebanyak hampir tiga ratus. Kantong anak muda yang sedang semangat-semangatnya belajar Islam tak bakal mengalami kanker.

Dengan membaca buku ini, kita akan dapat benar-benar memahami al-Quran dan mengambil petunjuk yang diberikan Tuhan di dalamnya. Tidak sekedar merapalkan al-Quran sebagai mantra yang tidak dapat dipahami apa arti sesungguhnya. Ketika saya berbincang-bincang dengan penulis, katanya, “Nanti juga akan ada tafsir Anbarsari khusus untuk Ali Imran mas. An-Nisa juga ada dengan tema pokok perempuan.”

Semoga penulis diberi anugerah oleh Allah agar dapat merampungkan Tafsir Anbarsari dengan keseluruhan isi al-Quran. Amin.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top