Sedang Membaca
Mengenal Filsafat Ketakutan: dari Sigmund Freud hingga Fahrudin Faiz
M Febi Anggara
Penulis Kolom

Anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Poros UAD, dan aktif juga belajar menulis di Komunitas literasi Masjid Jendral Sudirman, Yogyakarta. Untuk lebih kenal jauh silakan mampir ke Instragram @universitas_sunyi.

Mengenal Filsafat Ketakutan: dari Sigmund Freud hingga Fahrudin Faiz

Chamber 5264172 480

The only thing u have to most fear is the fear itself.” Franklin D. Roosevelt

Rasa takut yang berlebihan atau dilebih-lebihkan suatu penyakit ketakutan yang amat berbahaya. Sebab, ketakutan yang tidak rasional menghantarkan seseorang pada  tindakan asosial, amoral, dan perilaku buruk lainnya. Orang yang tak pandai mengontrol ketakutan pada dirinya sendiri, kelak akan membahayakan diri sendiri maupun lingkungannya.

Dari rentetan sejarah kehidupan manusia bersiklus, banyak contoh-contoh yang dapat ditelaah tentang ketakutan irasional ini. Antara lainnya, orang yang bunuh diri, melukai sesama manusia, dan merusak alam.  Sederhananya contoh itu dapat dikatakan suatu penyakit ketakutan irasional, karena benang merahnya seseorang tersebut merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Semisal, ada seseorang yang sering ditolak pekerjaan atau juga lamaran menikahnya. Lantas seseorang itu murung di kamar dan  depresi berat dikarenakan memikirkan gugatan sosialnya. Kemudian, dengan tidak tahannya ketakutan atas gugatan sosial itu, ia memilih  bunuh diri. Na, di sinilah poinnya. Siapa yang dirugikan dengan tindakan demikian, diri sendiri dan kerabat dekat bukan?

Pada bagian contoh melukai sesama manusia. Ketakutan sejenis ini, dilingkungan sekitar kita dapat dijumpai salah satu contohnya, pemerintah dan tengkulaknya ketakutan bila rakyatnya menggugat kinerja buruk pemerintah. Lantas dengan ketakutan gugatan rakyat, pemerintah melukai rakyatnya menggunakan berbagai macam delik. Misalnya pemerintah memasukkan penjarah, melukai, dan membunuh rakyatnya. Na, di sinilah poinnya. Siapa yang dirugikan atas ketakutan irasional pemerintah, rakyat bukan?

Baca juga:  Tiga Metode Strategi Belajar Santri Milenial

Sindang pembaca mari berlanjut, pada bagian contoh ketakutan irasional yang menyebabkan merusak alam dapat ditengok pada di kehidupan sehari-hari kita. Semisal, ada salah satu perusahaan besar yang dikendalikan segelintir orang melakukan ekspansi dan eksploitasi di hutan. Perusahaan itu, misalnya, melakukan bisnis tidak menerapkan etika lingkungan atau menggunakan analisis dampak mengenai lingkungan (Amdal) secara jujur. Lantas dengan demikian,  perusahaan melakukan perusakan alam.

Maka dapat dianalisis, ketika salah satu perusahaan tersebut tidak menggunakan etika lingkungan. Ada semacam ketakutan irasional tentang untung dan rugi. Alih-alih memikirkan ihwal kemaslahatan untuk kehidupan. Para pengendali perusahaan itu, justru mendahului ketakutan irasionalnya. Lantas pertanyaannya, siapa yang dirugikan atas ketakutan irasional demikian?

Sek, sek, toh, mas penulis, sebelum dilanjutke mau tanya. Sampean, dari tadi menjelaskan efek dari ketakutan. Loh, ketakutan iki opo toh jan? ” gugat sidang pembaca kepada penulis.

Menurut Sigmund Freud, ketakutan merupakan ketegangan yang terjadi yang memaksa untuk berbuat sesuatu. Serta biasanya ketakutan berkembang dikarenakan konflik ego (diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan) dan superego. Semisal, ada pejabat maling uang rakyat, untuk menutup ketakutan atau rasa tegangnya dalam diri itu, serta agar tidak diketahui publik. Pejabat maling tersebut, menutupi rasa ketakutannya dengan membuat undang-undang yang menutupi perilaku lalimnya, merusak hukum, dan merusak lembaga anti maling uang rakyat, seperti KPK misalnya.

Baca juga:  Madrasah (3): Genealogi, Polititasi, dan Ideologisasi Radikalisme

Sedangkan dalam kajian Filsafat Ketakutan- Philosophy of Fear- yang diampuh Pak Fahrudin Faiz.  Rasa takut, merupakan  suatu ketakutan yang membuat seseorang takut karena membahayakan dirinya. Sehingga, harus dihindari jauh-jauh. Juga ketakutan itu kuncinya ada dalam pikiran, dan akar dari rasa takut ada dalam pikiran.

Oleh karenanya, ketakutan sebenarnya terletak pada pikiran. Tak heran bila ada satu kalimat umum para filosof, bahwa manusia adalah binatang berpikir. Karena dengan berpikir, manusia menciptakan atau membuat konsep tentang kehidupan. Salah satunya tentang konsep ketakutan itu sendiri.

Lantas kemudian, bagaimana menyikapi atau mengontrol ketakutan irasional tersebut? Sederhananya, menyikapi ketakutan irasional dapat menggunakan cara berpikir yang rasional dan menyikapinya secara jujur dalam hati. Semacam membangun terlebih dahulu landasan dasar tentang ketakutan, seperti memberikan pertanyaan: Apa itu ketakutan?  Mengapa ketakutan bisa terjadi? Apa yang membuat saya takut?  Apakah ketakutan tersebut masuk akal? Bisakah saya menerima begitu saja? Dan seterusnya.

Premis pertanyaan itu, merupakan sikap kebijaksanaan dalam rangka menemukan kebajikan hidup dan kebenaran perihal ketakutan. Agar tidak sesat dalam memaknai rasa takut atau ketakutan.  Sebagaimana sikap kebijaksanaan ini telah diterangkan  dalam buku Sebelum Filsafat (Fahrudin Faiz, 2021), bahwa dengan kegiatan berpikir -berfilsafat-  itu adalah  perenungan dan telaah terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai segala hal. Sehingga, berakhir dalam satu visi hidup yang menyeluruh dan utuh.

Baca juga:  Shulhul Jama'atain: Bantahan Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau untuk Sayyid Utsman Batavia (1893)

Mengikat tulisan ini, saya pinjam Pitutur indah dari Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Bumi Manusia: “Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.”

Silakan ditafsirkan masing-masing oleh sidang pembaca Pitutur indah itu sesuai konteks pembahasan ketakutan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top