Mengganyang Nasionalisme Sekuler
Sejarawan Hans van Miert–dalam bukunya Dengan Semangat Berkobar: Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-1930 (2003)–menjelaskan bahwa Jong Islamieten Bond didirikan pada 1 Januari 1925 sebagai pecahan dari Jong Java. Raden Sam (atau Sjamsoeridjal) pada 1924 menjadi ketua Jong Java. Mula-mula dia ingin memecah perhimpunan menjadi bagian pemuda dan bagian kamitua, di mana bagian kamitua bebas untuk bertungkus-lumus dalam jagat politik praktis.
Selain itu, ia menganjurkan agar Islam dipelajari dengan sungguh-sungguh oleh anggota Jong Java. Dalam kongres Desember 1924, Sam mengalami banyak hambatan. Usul pembaruan yang diajukannya ditolak, nota bene dengan suara mutlak. Pada hari kongres berakhir, 30 Desember, ia minta Salim maju ke depan untuk membela ide “Islam”-nya itu. Cara tersebut menimbulkan kejengkelan di kalangan Jong Java. Sesudah berlangsung diskusi hebat nan panas, Sam menarik diri dari jabatan ketua. Langsung sesudah kongres itu, ia mendirikan JIB berkerjasama dengan Salim. Mereka berdua bersepaham, bahwa hanya Islam yang mungkin menjadi dasar yang benar dari nasionalisme. Gagasan-gagasan Sam dan Salim itu berpatutan.
Pada akhir 1925, JIB memiliki sekitar 1.000 orang anggota di tujuh cabang, semuanya di Jawa (Batavia, Yogyakarta, Solo, Madiun, Bandung, Magelang, dan Surabaya). Desember 1927 tercatat 1.700 anggota di lima belas cabang (di antaranya dua cabang di Sumatra), Agustus 1928, 2.000 anggota di dua puluh cabang. Sebagian dari mereka adalah bekas anggota Jong Java yang tidak jenak sebagian lagi siswa dan pelajar yang sebelumnya belum pernah menjadi anggota perhimpunan.
Dalam kongresnya yang pertama pada Desember 1925 di Yogyakarta,–di mana Salim tidak keberatan dengan digunakannya kain pemisah antara lelaki dan perempuan–disetujui oleh anggaran dasarnya. Dalam anggaran dasar itu, didedahkan cita-cita keagamaan, bukan berbagai ambisi politik Sam. Tujuan pertama adalah untuk “mempelajari dan memajukan penghayatan Islam”. Juga “menggemburkan dan memajukan simpati terhadap Islam”, termasuk dalam tujuan yang ditetapkan.
Butir-butir lain adalah: kerja sama di antara kaum cendekiawan; melakukan kontak dengan penduduk “lewat Islam”; dan perkembangan jasmani dan rohani anggota–yang merupakan bagian dari anggaran dasar perhimpunan-perhimpunan pemuda. Juga pelbagai caranya tidak menyimpang dari cara-cara dari klub pemuda yang liyan: pengorganisasian kursus-kursus Islam, kegiatan olah raga dan budaya, pembentukan klub-klub studi dan kepanduan, penerbitan surat kabar JIB: Het Licht, buku dan brosur, pembentukan perpustakaan-perpustakaan, dan selanjutnya “semua cara yang sah” yang mengabdi kepada perhimpunan.Ihwal politik tidak disinggung dalam anggaran dasar maupun anggaran rumah tangga. Dalam kongres-kongres yang terutama tertera dalam agenda adalah tema-tema keagamaan, tetapi seperti pada rekan-rekan pelajarnya, anggota JIB mendambakan cita-cita politik.