Jumaldi Alfi
Penulis Kolom

Perupa, warga Muhammadiyah. Tinggal di Jogjakarta

Tabuik, Sedekah Laut di Pariaman

Tempo hari di Pantai Baru, Bantul, Jogjakarta, sebuah acara sedekah laut batal dilaksanakan, karena dibubarkan dengan cara-cara mengandung unsur kekerasan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan pemurnian syariat agama. Mereka menolak dengan keras segala bentuk tradisi atau budaya. Mengapa ditolak?

Syirik, menyekutukan Tuhan. Ini dalil yang biasa mereka sodorkan. Satu dalil, yang menurut saya bercampur dengan pikiran buruk dan kebencian pada budaya Nusantara.

Saya jadi teringat, ketika suatu waktu pernah mampir di Pantai Pariaman menyaksikan sebuah acara pelarungan sedekah laut yang disebut Tabuik. Saya tengok Wikipedia, Tabuik (Indonesia: Tabut) adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain, cucu Nabi Muhammad. Ritual Tabuik atau Tabut dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman (di Bengkulu dikenal pula dengan nama Tabot).

Festival ini termasuk menampilkan kembali Pertempuran Karbala, dan memainkan drum “tassa” dan “dhol”. Tabuik, kata Wikipedia, merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut.

Walaupun awal mulanya merupakan upacara mazhab Syi’ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa, kebanyakan penganut Sunni, Ahlussunnah wal Jamaah, teman-temanku orang Jawa menyingkatnya dengan Aswaja.

Di Pariaman, upacara melabuhkan Tabuik ke laut dilakukan tiap tahun. Perlu disampaikan di sini, Sumbar sisi selatan adalah pantai, tapi tradisi Tabuik hanya ada di Pariaman. Mengapa?

Jawabnya tentu karena di sana ada seorang tokoh ulama, sufi dan pendakwah yang terkanal, siapa lagi kalau bukan Syekh Burhanuddin Ulakan.

Beberapa bacaan yang saya dapat, upacara ini awalnya diperkenalkan di daerah ini oleh Tamil muslim Syi’ah dari India, yang ditempatkan di sini dan kemudian bermukim pada masa kekuasaan Inggris di Sumatera bagian barat. Mereka adalah tentara bayaran yang pernah menyerbu masjid di Kota Padang (sesama Islam loh ya).

Baca juga:  Menilik Tradisi Tahlilan 9 Hari di Madura

Saya tidak tahu, apakah upacara Tabuik pada tahun-tahun yang akan datang masih akan terselenggara atau tidak. Jangan-jangan akan dihilangkan atas nama permunian syariat.

Saya berdoa agar Tabuik lestari. Tabuik, lepas dari urusan macam-macam, adalah tempat bertemunya masyarakart luas, setelah majlis-masjlis budaya hilang satu per satu, entah karena gerusan modernisasi, entah karena alasan islamisasi itu sendiri.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top