Sedang Membaca
Adat Istiadat Keumaweuh (2): Menggali Jenjang Tradisi Keumaweuh Masyarakat Aceh

Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Dosen IAI Al-Aziziyah Samalanga dan Ketua Ansor Pidie Jaya serta Kandidat Doktor UIN Ar-Raniry Banda.

Adat Istiadat Keumaweuh (2): Menggali Jenjang Tradisi Keumaweuh Masyarakat Aceh

keumeuh

Kultur masyarakat Aceh dengan beragam adat istiadat juga isi kandungan adat istiadatnya sesuai dengan syariat Islam, sudah tentu realisasinya juga adat dan istiadat masih dalam ruang lingkup yang sama. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan tradisi Keumaweuh yang merupakan semacam syukuran menyambut kelahiran sang buah hati oleh calon ibu juga kedua pihak keluarga istri dan suami. Tradisi Keumaweuh ini juga mempunyai nama lain sesuai dengan kearifan local setempat, nama lain tersebut seperti “Ba Bu Gateng”. Dalam hidangan tersebut banyak menunya baik lauk dan pauknya. Tentunya menu lain yang biasanya selalu menyertai nasi dan lauk saat keumaweuh adalah buah-buahan dan rujak.

Telah kita sebutkan sebelumnya bahwa prosesi adat lainnya saat keumaweuh ini adalah pasangan yang tengah berbahagia menanti kelahiran anak pertama dimana suami didudukkan bersanding beralaskan sebuah kasur untuk dipeusijuk. Tentuya yang mempeusijuk adalah rombongan pihak keluarga suami. Namun sebelum dipeusijuk, para tamu rombongan dipersilahkan menyantap jamuan makanan yang sudah disediakan keluarga pihak istri. jadi tambah banyak makanan yang tersedia karena kedua belah pihak sama-sama memasak untuk acara tujuh bulanan ini.

Secara antropologis, kehamilan adalah simbol fertilitas dan penanda lahirnya sebuah generasi baru yang harus disambut dengan seksama. Seperti juga dalam kebudayaan Jawa, tradisi tujuh bulanan (seunujoh) di Aceh disambut dengan acara makan-makan (peunajoh). Sedapat mungkin dibuat meriah, apalagi jika menyambut anak pertama. Sebutan dalam bahasa Aceh untuk anak pertama dari putera laki-laki tertua adalah “menyambut putra mahkota” (seumambot aneuk raja). Menurut adat Aceh, memasuki masa kehamilan tujuh bulan, keluarga suami mendatangi keluarga istri dengan khidmat.

Baca juga:  Merajut Kebersamaan dan Menghidupkan Toleransi Melalui Tradisi Bakar Batu

Proses adat itu juga dicatat dalam buku seorang antropolog Belanda, Dr. Snouck Hurgronje (De Atjehers (1893) dan diterjemahkan menjadi Aceh, Rakyat dan Adat Istiadatnya, 1996), sebagai tradisi mengantarkan nasi (jak me bu). Bagi keluarga yang memiliki status sosial yang lebih tinggi, kuantitas makanan yang dibawa pun harus lebih besar dan mewah. Biasanya dibawa dalam panci besar (jak me dandang). Panci-panci itu berisi tempat nasi (kanet bu), beberapa talam berisi lauk daging kambing, sapi, ikan, telur yang dimasak kari pedas atau kari putih (korma), termasuk sekeranjang buah-buahan. Itu belum lagi ditambah kuih-muih khas Aceh seperti dodol, meusekat, haluwa (Arab : halwa = kue manis), dan wajik.

Klasifikasi tradisi yang dilakukan masyarakat Aceh terhadap ibu hamil menurut masanya dan juga tergantung setiap daerah, diantaranya: pertama, masa kehamilan 0-3 bulan. saat mertua mendengar kabar bahwa menantunya sudah hamil maka dikirim utusan untuk diketahui kebenarannya. Tentunya pada bulan ketiga kehamilan, mertua bersama keluarga terdekat membawa berbagai jenis buah-buahan. Buah-buahan tersebut diolah oleh keluarga menjadi lincah (rujak). Kemudian disajikan kepada tamu dan dibagikan kepada tetangga sekitar. Bagi ibu hamil dimaksudkan untuk menambah selera makan ibu hamil sehingga kesehatannya lebih prima.

Kedua, masa kehamilan 4-7 bulan. Pada bulan kelima tentu sajaseorang suami ditepung tawari (rah ulee) oleh ibu mertuanya. Ketan dan kue-kue disediakan, kemudian dikirim ke rumah orang tua suami dan dibagikan kepada keluarga terdekat.Bulan keenam orangtua suami membawa nasi disertai lauk pauk dalam jumlah terbatas (bu cue),  secara diam-diam tanpa diberi tahu terlebih dahulu kepada keluarga istri. Pada bulan ketujuh terdapat dua acara yaitu peumanoe tujoh buleun.

Baca juga:  Tradisi Haul Mbah Mutamakkin Kajen

Pada saat ini diadakan acara yang disebut dengan keumaweuh oleh keluarga istri. Keumaweuh adalah membawa bu gateng yang melibatkan keluarga suami atau mertua  dengan mengantar nasi, lauk-pauk serta berbagai macam penganan seperti meusekat, wajek, dodoi, bhoi, timphan, keukarah, makanan boh manok, sama loyang, peunajoh tho dan lain-lain dalam jumlah yang besar.

Acara keumaweuh ini diikuti keluarga serta tetangga di kampung. Kehadiran mereka disambut oleh keluarga istri dan tetangga dengan suka cita. Pada kesempatan ini ibu hamil dipeusijuek (didoakan) oleh mertua dan keluarga dekat. Kegiatan adat ini dilakukan untuk memperkuat silaturrahmi dan ukhuwah islamiyah antar keluarga suami dan istri.

Menumbuhkan semangat kebersamaan dan kepekaan sosial di masyarakat. Dari sisi  psikologis dapat memperkuat  rasa percaya diri dan meningkatkan nilai gizi ibu hamil. Ketiga, masa kehamilan 8-9 bulan. Pada fase ini tentunya menjelang datangnya sang tamu. Perhatian dari keluarga terdekat diwujudkan dalam bentuk membawa makanan yang disukai oleh ibu hamil.

Masyarakat Aceh kaya akan adat istiadat dan tradisi salah satunya dikenal dengan  Keumaweuh. Trasdisi ini berupa kenduri nasi ketan ( bu leukat ) yang di lakukan oleh keluarga seseorang yang istrinya sedang hamil. Biasanya keumaweuhutamanya dilakukan hanya pada kehamilan pertama yaitu pada bulan ke 5 atau ke 7 bulanan seorang istri hamil. Adanya keumaweuh dilakukan karena masyarakat aceh sangat bergantung pada ajaran-ajaran islam, dilakukan nya keumaweuh guna untuk menyampaikan rasa syukur mereka terhadap Allah SWT yang telah mengkaruniai seorang anak manusia kepada mereka. Oleh karena itu mereka melakukan keumaweuh untuk tujuan tersebut dan disertakan dengan peusijuek.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top