Sedang Membaca
Overdosis Rekreasi
Fikri Mahzumi
Penulis Kolom

Pengajar di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

Overdosis Rekreasi

Akhir tahun, banyak orang tak akan melewatinya dengan rutinitas yang selama hampir setahun ia jalani. Holiday, kata orang Inggris, uthlah menurut orang Arab, Urlaub ucap orang Jerman, dan libur begitu orang Indonesia menyebutnya. Istilah-istilah itu meskipun beda penyebutan, namun satu tujuan, berhenti dari aktivitas kebiasaan. Bagi pekerja, ia tidak akan kembali bekerja di hari itu.Siswa juga tidak lagi berangkat ke sekolah di hari yang sama.

Ada segudang pilihan mengisi hari libur. Sebagian memilih menghabiskannya dengan kegiatan rekreatif. Wahana hiburan menjadi tempat yang sering dipilih banyak orang. Wisata atau rekreasi, begitu kegiatan berlibur disebut. Bersinonim dengan tamasya atau piknik. Sedangkan subjek yang berwisata disebut wisatawan atau pelancong.

Wisata bertujuan menyenangkan diri dengan menikmati apa yang disukai dan tidak bisa dilakukan di hari-hari biasa. Pantai, gunung dan destinasilain menjadi objek memperoleh kesenangan. Biaya yang mahal tak jadi persoalan. Lelah di perjalanan tak jadi halangan. Demi suatu kebahagiaan. Karena hidup adalah bahagia, begitu kiranya Aristoteles (322 BC) menyebut eudaimonia sebagai hal yang basis pada diri manusia.

Berburu bahagia wajar bagi manusia. Dan tak ada seorang pun yang ingin tidak bahagia. Meskipun faktanya tidak semua merasa bahagia. Bisa saja sesaat orang tak bahagia mendadak bahagia karena menjumpai suatu yang menyenangkan. Sebaliknya, saat ia menjumpai suatu hal yang menyedihkan, tiba-tiba menjadi tidak bahagia. Bahagia berarti kondisional dan situasional.

Baca juga:  Catatan Kecil dari Lembah Waeapo

Karena sifatnya yang temporer, bahagia harus diupayakan tetap tinggal dalam diri melalui stimulan yang menyenangkan. Wisata adalah satu bentuk stimulan bahagia karena sifatnya yang menyenangkan dan menghibur.Di Indonesia, banyak destinasi wisata yang bisa menjadi pilihan. Panorama alam yang kaya memang anugerah terindah dari Tuhan untuk negara ini.Sebutan Zamrud Khatulistiwa pun disematkan oleh publik dunia padanya. Karena kekayaan alam nun indah, sehingga menjadi primadona bagi para pelancong dunia. Dari Sabang sampai Merauke selalu ada eksotika yang bisa dijumpai di sana: alam, budaya dan kuliner.

Suasana gembira kemungkinan besar akan terbangun ketika berwisata. Sengaja penulis mengatakan “mungkin” karena faktanya banyak pelancong yang gagal mendapat kebahagiaan ketika bertamasya. Jaman now, sulit rasanya tidak menjumpai macet ketika berkendara. Jangankan ketika libur tiba, di hari biasa pun sama. Macet saat berwisata bisa menggagalkan kebahagiaan rekreasi. Bisa saja bagi sebagian orang, macet adalah kiamat kecil yang penuh penderitaan. Fisik dan mental akan terganggu, sehingga kesenangan dan kegembiraan semakin jauh.

Maklum saja, untuk orang Indonesia liburan kesannya serentak pada sikon-sikon tertentu. Tanggal merah, khalayak menyebutnya begitu. Bisa karena peringatan Hari Besar Agama atau momen-momen Nasional. Beruntung, kalau tanggal merah berurutan dengan akhir pekan. Liburnya jadi panjang. Menggugah siapapun untuk tidak menyia-nyiakan, duduk di rumah tanpa jalan-jalan. Jika jutaan orang berpikiran sama, maka dapat dipastikan macet akan terjadi di mana-mana, karena mental umum masyarakat, lebih memilih kendaraan pribadi daripada transportasi umum yang tersedia.

Baca juga:  Majelis Taklim dan Penawar Rasa Kepo

Tidak hanya macet, bahagia ketika berlibur akan terancam gagal jika terjadi overdosis rekreasi. Ini lagi-lagi tentang mentalitas umum. Alquran telah mewanti umat muslim agar tidak mengumbar nafsu, berperilaku berlebihan (israf) pada Q.S. al-A’raf [7]:3. Artinya, berlebih-lebihan sejatinya sangat dasariah bagi manusia, karena ada kehendak pada dirinya yang selalu mendorong agar tidak puas di titik tertentu. Karena kehendak pula manusia berdinamisasi dalam hidup sehingga dunia ini selalu bergerak serta kehidupan berjalan terus. Kehendak akan selalu tertanam bagi orang yang hidup, dan tugas manusia adalah mengendalikannya agar tidak melampaui batas.

Rekreasi merupakan bagian dari keinginan yang lahir dari kehendak untuk merengkuh kenikmatan, kesenangan dan hiburan yang mengantarkan pada kondisi bahagia. Tapi, kecenderungan yang berlebihan justru tidak mengarahkan ke hal yang positif, malah bisa berdampak negatif. Suatu misal, ketika seseorang berekreasi tanpa pertimbangan kemampuan finansial atau fisik. Ini sudah termasuk berlebihan seperti yang tersurat di QS.al-Furqan [25]:67. Belum lagi demi gengsi atau sekedar mengikuti tren masa kini. Beberapa kasusmomen rekreasi yang menyebabkan nyawa melayang karena berswafoto menuruti keinginan diri yang tak terkontrol, ini disebut overdosis rekreasi.

Tidak berhenti di sini. Sering kali rekreasi bertalian dengan makan dan minum. Perut juga bisa menjadi penyebab gagal bahagia saat momen rekreasi. Ragam kuliner yang menggoda membuat nafsu diumbar, tidak ingat hipertensi, kolestrol dan asam urat lagi. Tahunya ini liburan dan uang harus dihabiskan, selama bisa dibeli tak jadi persoalan sehingga abai dengan kesehatan.Lagi-lagi tentang mentalitas bagaimana tidak berlebihan. Jangan sampai perut terlalu kenyang, akhirnya rumah sakit jadi jujugan. Maka, pastikan rekreasi anda selalu dalam batas resep tidak israf. (RM)

Baca juga:  Jejak Hubungan Dagang Abbasiyah dengan Nusantara

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top