Berikut ini adalah manuskrip kitab berjudul “Nashihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin fî Fadhl al-Jihad wa Karamah al-Mujahidin” (Nashîhah al-Muslimîn) karangan seorang ulama besar Nusantara asal Kesultanan Palembang yang hidup di abad ke-XVIII, yaitu Syaikh Abdul Shamad al-Falimbani. Manuskrip merupakan koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Kitab “Nashihah al-Muslimin” sendiri berisi kajian tafsir beberapa ayat Alquran serta hadis-hadis Nabi yang berkaitan dengan tema jihad, keutamaan jihad melawan segala bentuk penjajahan dan kesemena-menaan, sekaligus keuatamaan para mujahid.
Muhammad Julkarnain telah memberikan sorotan kajian atas kitab “Risalah al-Muslimin” karya Syaikh Abdul Shamad Palembang ini dalam artikelnya yang berjudul “Resolusi Jihad Muslim Nusantara Abad XVIII: Interpretasi Jihad ‘Abd al-Samad al-Falimbani” dan dimuat dalam Jurnal Tajdid UIN Jambi, vol. XV, no. I, Januari-Juni 2016.
Prof. Azyumardi Azra dalam karya besarnya “Jaringan Ulama Nusantara dan Timur Tengah Abad XVII dan XVIII mengatakan jika kitab “Nashîhah al-Muslimîn” ini turut serta mengobarkan api semangat perjuangan masyarakat Nusantara untuk berjihad melawan penjajahan Eropa di tanah air mereka.
Dalam beberapa naskah “Hikayat Perang Sabil” dari Aceh, didapati keterangan jika kitab “Nashihah al-Muslimin” karya Syaikh Abdul Shamad Palembang ini menjadi rujukan kitab hikayat yang merekam sejarah perlawanan masyarakat Aceh terhadap penjajahan “kape” Belanda tersebut.
Sebelum Aceh, Kesultanan Palembang sudah dipastikan terlebih dahulu terpengaruhi oleh doktrin jihad Syaikh Abdul Shamad Palembang ini. Kitab “Nasihah al-Muslimin” turut serta memantik semangat juang masyarakat Palembang untuk melawan penjajah Eropa dalam perang besar yang berkecamuk sepanjang tahun 1818-1821. Perang tersebut dipimpin oleh sultan besar Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II dan pasukannya banyak dari unsur santri-ulama Tarekat Sammaniyyah yang merupakan jaringan murid Syaikh Abdul Shamad Palembang.
Menimbang keberadaan kitab “Nashihah al-Muslimin” yang demikian penting dalam sejarah perlawanan semesta masyarakat Nusantara terhadap penjajahan, maka dapat dipastikan jika naskah-manuskrip kitab tersebut memiliki banyak versi salinan yang tersebar di kalangan masyarakat.
Namun di sini, saya tidak hendak menyoroti kitab “Nashihah al-Muslimin” dari aspek ideologis ajaran jihad Syaikh Abdul Shamad Palembang, melainkan dari aspek filologis dan kodikologis naskah-manuskrip kitab tersebut.
* * * * *
Di PNRI sendiri, terdapat dua buah naskah manuskrip kitab “Nashihah al-Muslimin” karya Syaikh Abdul Shamad Palembang ini. Hanya saja, satu buah naskah dalam kondisi rusak dan tak bisa dibaca. Sementara satu naskah lainnya dalam kondisi yang cukup baik.
Nah, naskah yang masih dalam kondisi cukup baik inilah yang menarik untuk kita kaji dari aspek kodikologisnya, khususnya grad silsilah sebuah naskah.
Dalam tradisi ilmu filologi Arab (‘ilm al-tahqiq), sebuah manuskrip (makhthuth) yang hendak disunting memiliki kualitas tingkatan (grad) silsilah tertentu.
Grad pertama adalah naskah yang ditulis tangan langsung oleh pengarangnya (nuskhah katabaha mu’allifuha). Naskah grad pertama ini diistilahkan dengan “nuskhah al-mu’allif” (naskah pengarang) atau “nuskhah al-umm” (naskah induk).
Grad kedua adalah naskah yang didiktekan oleh pengarangnya langsung dan ditulis oleh murid sang pengarang di hadapannya (nuskhah amla’aha muallifuha wa katabaha tilmidz al-mu’allif amamahu). Biasanya, pada grad kedua ini, di akhir naskah sang pengarang akan menuliskan keterangan kalau naskah tersebut dituliskan di hadapan sang pengarang dan sang pengarang telah membaca dan mengoreksinya.
Grad ketiga adalah naskah yang disalin oleh murid pengarang atau penyalin lain setelah generasi pengarang dengan merujuk pada sumber naskah tulisan pengarang tanpa adanya kesalahan penyalinan (atau dengan minimnya kesalahan penyalinan).
Grad keempat adalah naskah salinan yang rujukannya adalah juga naskah salinan sebelumnya. Artinya, sumber rujukannya bukan lagi naskah yang ditulis oleh pengarang, melainkan naskah salinan sebelumnya. Pada grad ini, biasanya, mulai didapati banyak kesalahan-kesalahan penyalinan, baik kesalahan mekanis atau pun non-mekanis.
* * * * *
Terkait naskah kitab “Nashahah al-Muslimin” koleksi PNRI yang masih dalam kondisi cukup baik sebagaimana disinggung di atas. Menariknya, setelah diamati lebih jauh, naskah tersebut ternyata merupakan naskah tulisan tangan dari Syaikh Abdul Shamad Palembang langsung (nuskhah al-umm). Keterangan kalau naskah tersebut adalah ditulis oleh tulisan tangan langsung pengarangnya terdapat pada bagian akhir naskah (ward al-matn).
Dalam muqaddimah, tertulis di sana:
وبعد فيقول الفقير الى الله تعالى عبد الصمد الجاوي الفلمباني تلميذ قطب الزمان ولي العرفان سيدي الشيخ محمد بن الشيخ عبد الكريم السمان نفعنا الله به والمسلمين. هذه رسالة سميتها نصيحة المسلمين وتذكرة المؤمنين في فضائل الجهاد في سبيل الله وكرامة المجاهدين
(Wa ba’da. Maka berkatalah seorang yang fakir kepada Allah Ta’ala, Abdul Shamad al-Jawi al-Falimbani, murid dari seorang kutub zaman dan wali irfan, yaitu Sayyidi Syaikh Muhammad b. Syaikh Abdul Karim al-Samman [al-Madani], semoga Allah memberikan kita dan juga seluruh kaum Muslimin kemanfaatan ilmu dengan perantaranya. Ini adalah sebuah risalah yang aku namai “Nashîhah al-Muslimîn wa Tadzkirah al-Mu’minîn fî Fadhl al-Jihâd wa Karâmah al-Mujâhidîn” [Nasehat Bagi Segenap Kaum Muslim dan Pengingat Bagi Segenap Kaum Mukmin dalam Menerangkan Keutamaan Jihad dan Keumuliaan Para Mujahidin]).
Sementara itu, pada bagian akhir manuskrip kitab “Nashîhah al-Muslimîn” ini, terdapat keterangan identitas penulis manuskrip yang juga adalah pengarang teks (kitab)nya, dalam hal ini adalah Syaikh Abdul Shamad Palembang. Tertulis di sana:
تم تسويد هذه الرسالة المسمى (بـ)نصيحة المسلمين وتذكرة المؤمنين على يد جامعها الفقير الى الله تعالى عبد الصمد الجاوي الفلمباني تلميذ قطب الزمان ولي الله ذي العرفان سيدي الشيخ محمد السمان نفعنا الله به والمسلمين
(Telah selesai menulis risalah ini yang bernama “Nashihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu’minin” oleh tangan penghimpun/pengarangnya, yaitu seorang yang fakir kepada Allah Ta’ala, [yang bernama] Abdul Shamad al-Jawi al-Falimbani, murid dari kutub zaman, wali Allah pemilik ilmu pengetahuan, Tuanku Syaikh Muhammad al-Samman. Semoga Allah memberikan kita dan segenap kaum muslimin kemanafaatan dengan wasilah ilmunya).
Keterangan yang terdapat pada penutup kitab sebagai mana disebutkan di atas dapat memberikan kita kesimpulan jikalau manuskrip ini merpakan buah tulisan tangan langsung dari Syaikh Abdul Shamad Palembang, sang pengarang. Keterangan tersebut secara jelas menerangkan “telah selesai menulis risalah ini oleh tangan penghimpun/ pengarangnya yaitu seorang fakir kepada Allah yang bernama Abdul Shamad Palembang”.
Sayangnya, titimangsa (penanggalan) yang tertera pada manuskrip tertera tidak lagi sempurna disebabkan karena kondisi halaman manuskrip yang sudah rusak. Padahal, titimangsa inilah yang menjadi salah satu unsur terkuat penentuan identitas sebuah manuskrip. Titimangsanya yang masih “selamat” dan dapat dibaca di akhir manuskrip ini hanya menyebutkan tanggal dan bulan saja. Adapun tahun kepenulisan (kepengarangan) tidak lagi utuh. Tercatat di sana:
يوم السبت خمس وعشرين من شهر جمادى الأول المبارك سنة ألف ومائة …… النبي
(Hari Sabtu Dua Puluh Lima bulan Jumadil Awwal tahun Seribu Seratus ….. Hijrah Nabi)
Wallahu A’lam.
Bogor-Bandung, 1-3 Muharram 1441 H