Sedang Membaca
Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia dan Hubungan Indonesia-Arab dalam Kitab Tahiyyah Dâmi’ah

Dosen di UNU Jakarta. Selain itu, menulis buku dan menerjemah

Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia dan Hubungan Indonesia-Arab dalam Kitab Tahiyyah Dâmi’ah

86853643 10157961757589696 2708542991177351168 N

Berikut ini adalah kasidah berbahasa Arab karya seorang ulama yang bermukim di Cigading, Cilegong, Serang (Banten), yaitu KH. Muhammad Said Aguscik. Kasidah ini berjudul “Tahiyyah Dâmi’ah” yang berarti “Tahiyat [Penghormatan] Air Mata”.

Kasidah ini mengisahkan tokoh utama sesosok gadis bernama “Ratna” dan perjuangan kemerdekaan Indonesia di tanah air, sekaligus perjuangan orang-orang Indonesia di Tanah Hijaz (Makkah, Madinah, dan Jeddah) dalam kemerdekaan itu. Selain itu, kasidah ini juga berisi ungkapan penghormatan terhadap sosok Sayyid Hasan Fiqqi, Duta Besar Kerajaan Saudi Arabia di Jakarta.

Jumlah keseluruhan bait kasidah adalah 30 (tiga puluh) bait. Setiap baitnya berakhiran huruf “Nûn”. Karena itu, dapat dikatakan karya KH. Muhammad Said Aguscik ini sebagai “al-Qashîdah al-Nûniyyah” atau kasidah yang berakhiran huruf “Nûn”.

Karya yang terbilang langka ini dimuat dalam majalah “al-Syu’ûn al-Indûnisiyyah”, sebuah media cetak berbahasa Arab yang diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia (Wazârah al-Isti’lâmât al-Indûnisiyyah), edisi bulan Agustus-September tahun 1955, dalam tiga lembar halaman (10-12).

Pada bagian pertama tercantum judul kasidah (Tahiyyah Dâmi’ah), juga foto dan nama pengarang (Muhammad Said Aguscik). Tertulis dalam keterangan pengantar:

ألقيت بعد كلمة ضافية نوه فيها الشاعر عن علاقات إندونيسيا بالبلاد العربية وسرد نبذة من تاريخ كفاح الجالية الإندونيسية بالحجاز قبيل الثورة الوطنية الكبرى، وذلك في الحفلة التي أقامها طلبة إندونيسيا المقيمون بالحجاز سابقا تكريما لسعادة وزير المملكة السعودية المفوض بجاكرتا السيد حسن فقي مساء السبت 9 يوليو 1955 بفندق ديز اندس

Baca juga:  Al-Mawazinul Khamsah: Polemik Fatwa Terjemah Khutbah Jumat Himpunan Raden Natadilaga Cikampek (1940)

(Kasidah berbahasa Arab ini dibacakan setelah sang penyair terlebih dahulu berbicara tentang sejarah hubungan Indonesia dengan negara-negara Arab, juga menerangkan sekilas sejarah perjuangan warga negara Indonesia di Hijaz sesaat sebelum peristiwa Perang Besar Kemerdekaan Indonesia. Pembacaan ini berlangsung dalam sebuah acara yang diadakan oleh para alumni santri Indonesia Hijaz saat menyambut Duta Besar Kerajaan Saudi Arabia untuk Indonesia di Jakarta pada Sabtu malam, 9 Juli 1955 di Hotel Des Indes)

Sementara itu, bahagian akhir kasidah ini termuat pujian untuk sang Duta Besar dan juga pemimpin Republik Indonesia Soekarno-Hatta:

مولاي تلك تحيتي رفعت # عن إندونيسيا حيثما تدنو
ضمنتها الاخلاص مؤتلقا # فاغفر اذا ما نالها خبن
قلدت هذا الأمر عن ثقة # فأهنأ فأنت لمثله قرن
بك شملنا بالعرب متصل # ولمثل ذلك قرت العين
عاش السعود لمجد ملتنا # ورئيسنا حتا وسوكرنو

(Tuanku, penghormatanku itu kupanjatkan # Dari Indonesia di mana pun engkau berada
Yang dipeluk oleh ketulusan nan berkilauan # Ampunilah kami jika engkau dapati di dalamnya kekurangan
Engkau emban tugas ini dengan penuh kepercayaan # Aku ucapkan selamat, karena engkau memang pantas untuknya
Melalui engkau, hubungan dan angan-angan kami terhadap bangsa Arab dapat terhubungkan # atas semua ini, mata pun menjadi tenang
Hiduplah Raja Saudi untuk keagungan ummat kita # Hidup jugalah para pemimpin kami; Hatta dan Sokearno)

Siapakah sosok KH. Muhammad Said Aguscik?

Baca juga:  Haul Kiai Hasyim Asy’ari: Nasihat tentang Kebangkitan Peradaban Islam

Saya sendiri belum mendapatkan informasi berlebih terait sosok KH. Muhammad Said Aguscik ini. KH. Muhammad Imaduddin Utsman, Wakil Katib Syuriah PWNU Banten, memberikan secuil informasi kepada saya jika KH. Muhammad Said Aguscik berasal dari Palembang yang kemudian menikah dengan seorang putri kiyai dari Cigading, Cilegon, Serang, Banten dan bermukim di daerah itu.

Dalam majalah “al-Syu’ûn al-Indûnisiyyah” terdapat banyak kasidah dan puisi berbahasa Arab lainnya yang bertemakan ke-Indonesia-an, baik yang ditulis oleh para penyair Indonesia atau pun penyair Arab. Selain kasidah berjudul “Tahiyyah Dâmi’ah” ini, KH. Muhammad Said Aguscik juga menulis sejumlah kasidah dan puisi berbahasa Arab lainnya, seperti puisi berjudul “Fajr al-Istiqlâl” (Fajar Kemerdekaan Indonesia) yang ditulis pada tahun 4 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan (1941), “Tahiyyah al-‘Alam” (Hormat Bendera Merah Putih) yang ditulis beberapa saat setelah proklamasi 17 Agustus 1945, dan lain-lain.

Majalah “al-Syu’ûn al-Indûnisiyyah” sendiri terbit selama kurang lebih delapan tahun lamanya, sejak tahun 1951 sampai 1959. Redaksi majalah ini dipimpin oleh Muhammad Hasyim al-Kaf dengan didampingi oleh Muhammad Dhiya Shahab dan KH. Abdullah bin Nuh (Cianjur-Bogor). (RM)

Wallahu A’lam
Jakarta, Jumadil Akhir 1441 Hijri/ Februari 2020 Masehi
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top