Sedang Membaca
Mengintip Tradisi Yalda di Pelosok Iran
Afifah Ahmad
Penulis Kolom

Afifah Ahmad: Penyuka traveling, penulis buku "The Road to Persia" dan anggota Gusdurian Teheran.

Mengintip Tradisi Yalda di Pelosok Iran

Makanan Malam Yalda Di Atas Meja Khusus Bernama Kursi

Hari ibu tahun ini bertepatan dengan perayaan Yalda di Iran. Sebuah tradisi unik mengakhiri musim gugur sekaligus menyambut malam terpanjang. Secara historis, tradisi ini sudah ada sejak masa Persia kuno. Yalda sendiri berarti menyambut kelahiran kembali matahari. Karena, secara perlahan mulai esok, siang akan menjadi lebih panjang sampai datangnya musim semi. Sebagain besar menyebutkan, perayaan Yalda sudah diperingati 500 tahun sebelum Masehi. Pendapat lain meyakini, perayaan Yalda ada kaitannya dengan kelahiran Nabi Isa AS.

Apapun sejarah yang melatarinya, masyarakat Iran selalu antusias menyambut datangnya malam Yalda. Beberapa hari sebelumnya, terlihat kesibukan warga mempersiapkan berbagai keperluan menjelang perayaan. Sebenarnya, malam Yalda tidak hanya diperingati di Iran, tetapi juga dirayakan di beberapa negara kawasan seperti: Azarbeijan, Afganistan, Tajikistan, suku Kurdi di Irak maupun Turki.

Sudah lama saya ingin menyaksikan langsung malam Yalda. Betapa bahagianya ketika Alaleh mengundang ke acara perayaan Yalda di Damghan, kota kelahirannya. Ini pengalaman pertama saya traveling ke luar kota tanpa suami dan Hakim. Sungguh hadiah tak terduga di hari ibu. Saya dan dua perempuan Iran, menempuh jalan darat sejauh 400 Kilometer ke arah Timur Iran. Alaleh mengendarai mobilnya dengan santai sambil sesekali bercerita kota-kota kecil yang kami lewati. Saya nyaris tak memejamkan mata selama lima jam lebih perjalanan.

Baca juga:  Jelajah Kota Bam, Lumbung Kurma Terbaik di Iran

Damghan ternyata kota setingkat kabupaten yang luas dan bersih. Di beberapa sudut kota, terlihat simbol pistasio. Damghan memang dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil kacang pistasio. Beberapa kali kami melewati perekbunannya. Sebulan lalu baru saja musim panen pistasio tiba. Satu dua pohon masih terlihat berbuah. Di jalan-jalan maupun pasar, aneka kacang pistasio dijual dengan harga yang bervariasi. Sangat menggoda isi kantong.

Menjelang magrib, kami tiba di lokasi, yaitu rumah keluarga besar Alaleh. Terlihat para anggota keluarganya sedang sibuk mempersiapkan acara. Sekitar jam 6 sore, para tamu mulai berdatangan, baik keluarga, tetangga, maupun tokoh masyarakat. Acara dipusatkan di sebuah bangunan kuno bernama yakhchal atau kulkas alami yang berusia lebih dari 200 tahun. Dahulu, sebelum ditemukan kulkas modern, bangunan ini digunakan untuk mengawetkan bahan makanan. Alaleh memang berasal dari keluarga ningrat yang silisilahnya kembali pada dinasti Qajar.

Tungku api menyala di sudut ruangan Yakhchal, menghangatkan para tamu yang duduk melingkar. Pada malam hari, Suhu di Damghan memang jauh lebih dingin dari kota Teheran. Acara diawali dengan sambutan dari perwakilan keluarga dan tokoh masyarakat. Hadir juga seorang pakar budaya yang bercerita sejarah dan kebudayaan kota Damghan.

Dari sinilah saya tahu, dahulu kota Damghan masuk dalam wilayah Khorasan Raya yang banyak melahirkan sufi besar. Makam Bayazid Bustami dan Kharaghani hanya berjarak satu jam dari Damghan. Di kota ini juga, terdapat masjid tertua yang dibangun abad kedua hijriah, bernama Tarikhaneh. Esok harinya, Alaleh mengantar saya ke tempat-tempat bersejarah itu. Bonus istimewa selain menghadiri perayaan Yalda.

Baca juga:  Kisah Tukang Cukur Bertahan di Tengah Pandemi

Acara puncak malam Yalda diisi dengan atraksi kesenian daerah. Panitia mengundang sanggar kesenian yang terdiri dari pencerita, pemusik, dan penari. Pencerita membuka dengan lantunan syair-syair yang berisi cerita legenda Persia atau Shahnameh. Tidak hanya bibirnya yang bergerak cepat, tangan dan kakinya pun ikut memeragakan jalan cerita. Sesekali ia melompat atau tangannya mengibas. Kadang penoton dibuat tegang, sekali waktu juga diajak terbahak.

Pagelaran seni dilanjutkan dengan atraksi dari para penari yang diiringi musik tradisional. Para penari yang berjumlah empat orang menari seirama sambil menggerakkan kayu. Menurut penjelasan salah seorang pakar budaya, tarian ini dilatari oleh kehidupan masyarakat setempat pada jaman dahulu. Mereka kerap berselisih antar klan dan kabilah yang berujung pada perkelahian. Tarian ini untuk merayakan bahwa seluruh masalah dapat diselesaikan melalui musyawarah.

Setelah pagelaran seni berakhir, para tamu mulai berpamitan. Panitia memberikan buah delima yang dibungkus indah kepada para undangan. Masyarakat Iran percaya, memakan buah delima pada malam Yalda akan menjaga imunitas badan selama musim dingin. Makanan lain yang wajib ada di malam Yalda, antara lain: semangka, buah labu, buah kering, dan berbagai jenis kacang-kacangan. Makanan itu biasanya ditata di atas meja khusus yang diberi nama kursi.

Baca juga:  Rekomendasi Rembug Budaya “Haul Gus Dur Satu Dekade” Jadi Gerakan Bersama

Menjelang tengah malam, keluarga inti dan tetangga dekat masih berkumpul di ruangan yakhchal. Kini suasananya terasa semakin akrab. Satu dua anggota keluarga melempar cerita humor, yang lain menyambutnya dengan tawa riang. Sebelum ditutup dengan doa, salah seorang tetua keluarga membacakan syair Hafez. Dalam tradisi masyarakat Iran, Hafez selalu hadir di tengah momentum penting. Puisi-puisinya yang penuh harapan dan cinta memberikan kesejukan tersendiri. Seperti sebait puisi yang saya baca di sebuah dinding kota ini.

Kunci ketenangan hidup di dunia dan akhirat, ada dalam dua kalimat ini

Berlakukalah adil kepada temanmu dan maafkanlah musuh-musuhmu. (RM)

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Scroll To Top