Bulan Maulid telah tiba, di alam pikiran umat Islam di Indonesia 12 Rabiul Awal diyakini sebagai hari di mana Rasulullah Saw dilahirkan ke dunia. Ditelisik dari fakta sejarah, 12 Rabiul awal bukan waktu kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Sejatinya, 12 Rabiul Awal adalah momen di mana Rasulullah Saw wafat di pangkuan Siti Aisyah RA. M. Quraish Shihab mengutip pendapat ahli falak Mesir, Mahmud al Falaki al Mashry, beliau menetapkan Rasulullah Saw lahir pada hari ke-55 pasca-kekalahan tentaranya Abrahah. Jadi, Nabi lahir pada 9 Rabiul awal (571 M).
Ada juga sejarawan Al Mas’udi yang menyatakan kelahiran Nabi jatuh pada 8 Rabiul awal (Quraish shihab, Membaca sirah nabi Muhammad, hal 210-211). Riwayat sejarah yang tidak ada perselisihan adalah hari Senin, hari yang penuh berkah di mana Rasulullah Saw dilahirkan. Di hari Senin pula beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul.
Saya pernah mengikuti perayaan Maulid Nabi pada Januari 2015 di Masjid darul Mujahiddin, perumnas Sawojajar. Habib Hadi al-Kaff sebagai muballigh dalam tradisi itu berpendapat bahwa ada tiga alasan kita dianjurkan memperingati maulid Nabi: Pertama, ungkapan syukur kepada Allah karena diutusnya Rasul kepada umat Islam. Kedua, ungkapan gembira atas lahirnya Rasulullah Saw. Ketiga, bentuk ungkapan rasa cinta kepada Allah Swt.
Setiap negeri punya ekspresi dan cara berbeda dalam memperingati maulid Nabi. Turki memperingati kelahiran Rasulullah Saw dengan menari-nari sambil diiringi dengan pesta kembang api. Usai pesta kembang api, warga langsung menuju masjid untuk bershalawat. Mereka kemudian mencium sebuah benda yang dinamakan lihyatus sa’adah dan dianggap sebagai benda keramat.
Tak ketinggalan pula Pakistan. Di sana merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw dengan melakukan pawai keliling kota. Kalangan Sunni dan Syiah bersama-sama berpawai sekaligus memperingati pekan persatuan untuk menggagalkan konspirasi musuh Islam yang ingin memecah belah umat (Liputan 6 Pagi SCTV, 15 Januari 2014).
Beralih ke Nigeria. Perayaan maulid Nabi di sini digelar selama tujuh hari tujuh malam. Di dalam Maulid ini terdapat berbagai serangkaian acara, seperti perlombaan tilawah Alquran antarsekolah, penerjemahan dan pembacaan teks-teks Islami ke bahasa lokal.
Selain di Negeria, negara-negara di benua Afrika juga banyak yang merayakan Maulid Nabi ini, seperti halnya di Kenya, yang mengadakan acara Maulid dengan serangkaian ritual dan berbagai pertandingan seperti renang, menghias henna, balap keledai dan lain sebagainya.
Lain halnya di Chechnya, sepanjang bulan Maulid, Presiden Republik Chechnya Ramzan Kadyrov bahkan mengimbau warganya untuk mengumandangkan selawat kepada Sang Nabi sesering mungkin. Menurutnya, di Chechya telah dibacakan lebih dari 20 miliar doa untuk Nabi Muhammad, dan angka itu akan terus bertambah. Jumlah doa ini dihitung dengan tasbih elektronik khusus (Moeslem choice, April 2018, hal 91-93).
Bagaimana dengan Arab Saudi? “Di Arab Saudi, perayaan maulid dianggap haram. Ahmad Zaki Yamani, mantan menteri perminyakan Saudi, mempunyai orientasi keagamaan yang mirip orang Indonesia dengan tetap merayakan maulid, namun melakukannya secara sembunyi di rumah. Sebab, rumah dipandang daerah suci atau terlarang karena merupakan lingkungan yang paling pribadi” (Ensiklopedi Nurcholish Madjid, jilid 1, 2011, hal 222).
Momen Maulid Nabi bukanlah milik sebagian besar umat Islam. Ia bisa digunakan sebagai spirit pemersatu melalui sebuah pidato.
Masih mengutip Ensiklopedi Nurcholis Madjid (Jilid 1), Michel Aflaq, misalnya, pendiri Partai Ba’ats yang sosialis itu, yang menjadi partainya orang-orang Suriah dan Irak sekarang ini, pernah membuat suatu pidato Maulid Nabi Muhammad yang luar biasa bagus, padahal dia sendiri orang Kristen Arab.
Hemat saya, jadikan momen Maulid Nabi sebagai ajang pemersatu dan mengambil ibrah dari hari lahir dan diutusnya Rasulullah Saw ke dunia. Kita merindukan sosok Shalahuddin al-Ayyubi yang mampu menggelorakan semangat umat Islam lewat momen perayaan Maulid Nabi. Wallahu a’lam.