“Seperti inilah, sufisme (tasawuf) menggilas ekstremisme di Bumi Maghrib”, terang Syaikh Aziz el-Kobaithi Idrisi. Tokoh sufi yang juga peneliti ini menyampaikan bahwa para sufi cukup berandil dalam memerangi aliran-aliran ekstremis.
Dalam dialog yang berlangsung dengan pengelola website Ashwatun Maghoribiyyah, Syaikh Azis juga menguatkan bahwa pemberantasan ekstremisme akan berhasil hanya dengan melakukan disassemble terhadap pemikiran-pemikiran salafi-ekstremis. Pendiri dan Ketua The Internasional Academic Center of Sufi and Aesthetic Studie juga menekankan pembaharuan dalam memahami agama Islam sesuai dengan konteks, masa, dan tempat.
Berikut ini adalah teks dialog antara Syaikh Azis dengan Ashwatun Maghoribiyyah, yang Saya tulis atas izin Syaikh Azis dan pengelola website.
AM: Dengan kontribusi para sufi, sejauh manakah keberhasilan Maroko dalam memerangi ekstremisme?
SA: Fenomena ekstremisme berhasil diberantas oleh Maroko melalui sufisme, yang di era mutakhir ini kembali eksis setelah berkembangnya pemikiran ekstremisme, fundementalisme, dan konservatisme. Dengan sufisme yang berpegangan pada Alquran dan Sunnah, yang melakukan pendekatan melalui kenabian lagi moderat, yang dalam mengatasi segala bentuk krisis berpegang pada hikmah inilah, maka negeri terbenam mentari ini mampu menggilas paham-paham ekstrem.
AM: Bagaimanakah sufisme menjaga Maroko dari dampak penyebaran ekstremisme?
SA: Untuk melawan ekstremisme, sufisme menggunakan beberapa mekanisme:
Langkah pertama adalah perbaikan atau penyucian diri. Ini sangat bertolak belakang dengan pemikiran ekstremisme yang melihat dirinya manusia paling sempurna, dan selain mereka adalah iblis yang wajib dan patut dihukum.
Yang kedua, sufisme beroperasi melalui gerakan kelembagan yang disebut zawiyah dan thoriqoh sufisme. Organisasi ini membentuk para pemuda dalam kehidupan sosial dan memberikan pemikiran-pemikiran keislaman yang benar dan moderat untuk menjaga mereka dari polarisasi yang berdatangan dari gerakan-gerakan ekstremisme.
AM: Muncul tuduhan-tuduhan bahwa di Afrika Utara, sufisme dijadikan roda untuk menyerang aliran-aliran lain. Benarkah ini?
SA: Peran sufisme dalam memerangi aliran-aliran ekstremisme dijadikan proteksi oleh pemerintah. Kesepakatan pun terjalin diantara keduanya. Pemerintah memberi dorongan berupa material dan berikutnya, zawiyah-zawiyah inipun bergerak memerangi aliran-aliran ekstremisme itu.
AM: Benarkah bahwa religionist di Maroko ini bermazhabkan Maliki, beraqidah Asy’ari, dan bertasawuf Imam al-Junaidi? Adakah kebenaran yang belum disebutkan?
SA: Seluruh sejarah mengenai Maroko dibangun diatas teologi Asy’ari, dogmatis Maliki, dan sufisme Imam Junaid. Tiga serangkai inilah yang tetap eksis dan menjadikan Maroko sebagai perintis penyebarkan Islam hingga ke bumi Afrika. Dan, itu berdasarkan hadis Nabi.
AM: Mengapa sufisme tidak disukai oleh aliran-aliran ekstremisme?
SA: Aliran ekstremisme itu membenci kami, sebab di mata mereka, kami adalah orang-orang penyembah kubur, percaya pada khurafat, tidak paham agama sedikit pun. Cara beragama kami ini juga dipandang mengandung kesyirikan, dan banyak melakukan bid’ah. Tapi ini hanyalah sebab yang dibuat-buat.
Adapun sebab sebenarnya adalah terjadinya kompetisi untuk menjadi sebagai religionist yang paling sesuai dengan ulama salaf. Gerakan “salafi-ekstremis” ini ingin memberi klaim pada umat bahwa hanya mereka paling benar. Pada waktu yang sama, para sufi pun berkompetisi menuju ke sana sebab menganggap bahwa mereka pun beranjak dari Alquran dan Sunnah.
AM: Mampukah kita memerangi ekstremisme melalui pesan-pesan agama?
SA: Dengan melakukan disassemble terhadap pemikiran “salafi-ekstremis” dan memperlihatkan bukti bukti kesalahan mereka dari aspek agama. Dan melakukan pembaharuan paham keislaman dan kemudian menafsirkannya sesuai konteks, masa, dan tempat.
Wallahu alam bisshawab…