Sedang Membaca
Kiai Faizi dan Gambus Progresif
Khudori Husnan
Penulis Kolom

Alumi Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta dan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan saat ini menjadi peserta program Pasca Sarjana PGSI Universitas Paramadina, Jakarta. Tinggal di Condet, Jakarta Timur, sehari-hari bekerja sebagai produser di Channel Youtube Kolom Fachry Ali, pendiri perusahaan konsultan media Kerani Media Nusantara, dan kolumnis tetap di tinemu.com. Sejak 2013 aktif menulis di media massa nasional cetak dan elektronik untuk kajian ilmiah maupun populer. Tulisan “Kiai Faizi dan Gambus Progresif” adalah asli tulisan saya dan tidak melanggar ketentuan hak cipta.

Kiai Faizi dan Gambus Progresif

Kiai Faizi dan Gambus Progresif

Selasa, 24 September 2024, bertepatan dengan bulan Maulid 1446, Kiai muda kharismatik asal Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk Guluk, Sumenep, Madura, Kiai M. Faizi meluncurkan sebuah album gambus berisikan tujuh lagu di platform musik spotify.

Lagu-lagu di album bertajuk Semesta Shalawat ini, enam berbahasa Arab dan satu berbahasa Indonesia, relatif berbeda dari lagu-lagu gambus di masa lalu yang kadung akrab dengan telinga kita seperti Ghanili, Salam min Baid dan seterusnya.  Lagu-lagu gambus yang dikembangkan Kiai Faizi tampaknya lebih condong ke arah gambus progresif.

Watak progresif lagu-lagu gambus Kiai Faizi sangat terasa pada lagu-lagu Ya Badial Jamal, Al Minhatul Makkiyah, dan Semesta Shalawat. Mendengar secara seksama ketiga lagu ini, saya langsung teringat  pada lagu-lagu dari grup-grup musik mancanegara yang biasanya dimasukkan ke dalam kotak apa yang disebut rock progresif seperti, untuk menyebut beberapa saja, Pink Floyd, Emerson Lake and Palmer, Yes, Genesis, dan King Crimson.

Grup-grup musik tersebut disebut progresif karena mereka bisa dan biasa memainkan alat musik secara akrobatik sembari menginjeksikan berbagai elemen  musik yang terbilang asing dalam musik rock dan lebih akrab ke musik klasik seperti piano, biola, brass section, dan seterusnya. Selain itu, rock progresif juga terkenal dengan lirik-liriknya yang puitik. Walhasil, rock progresif oleh para pemeluk teguh rock kerap dituding sebagai tak lagi murni rock.

Cobalah pembaca pantengin lagu-lagu seperti Roundabout (Yes), Tarkus (Emerson, Lake, and Palmer), Firth of Fifth (Genesis), dan Careful With That Axe Eugene (Pink Floyd) maka kita akan diperdengarkan pada lagu-lagu yang tampak lebih sebagai aspirasi estetik (musik) tingkat “dewa” daripada sekadar lagu-lagu yang menghibur dan pas dijadikan sebagai musik latar tiktokan.

Musikalitas Kiai Faizi

Kiai Faizi adalah kiai multitalenta. Selain rajin mengaji bersama para santri, Kiai Faizi juga mahir memainkan alat musik (gitar). Laman media sosial facebooknya menjadi saksi bisu bagi eksplorasi Kiai Faizi dalam mengolah kemampuan bermain alat musik, bernyanyi atau sekadar memamerkan daftar putar lagu-lagu kesayangannya yang kebanyakan bercorak rock. Selain itu, Kiai Faizi adalah seorang pecinta bus, penyayang Colt T120, dan   penyair.

Baca juga:  Gita Bahana Nusantara: Komposisi Kultural dalam Memaknai Kebangsaan Kita

Di bidang musik, Kiai Faizi terbilang produktif. Lagu-lagu ciptaannya merentang melintasi batas-batas genre musik. Selain lagu-lagu di album Semesta Shalawat, Kiai Faizi juga telah menciptakan lagu-lagu non-gambus yang sangat menyentuh hati seperti Salimna (Free Palestine) dan Meditasi yang dinyanyikan grup musik asal kota kembang Bandung, Enjoy Your Symptoms (EYS).

Lagu pertama dari album Semesta Shalawat yang saya dengarkan adalah Ya Badial Jamal (Sang Pencipta Keindahan). Mendengarkan bagian intro lagu ini terasa kuat sekali warna psychedelicnya seperti yang lekat dengan lagu-lagu Pink Floyd terutama di album The Wall. Bagian intro Ya Badial Jamal terasa murung, misterius dan terkesan mengajak pendengarnya untuk merenung. Berikut adalah bunyi lirik lengkap beserta terjemahan dari lagu Ya Badial Jamal.

    ـا بديــع الجمــال

        أُ رعُ  قلبي عن القَلاب

Wahai Sang Pencipta Keindahan  

Jagalah hatiku dari galau

واسْحِرْهُ عن الغُموض

          حِين قــاده السُبات

Bujuk ia agar tidak pejam

Saat kantuk datang menyambang

يابديع الجمال

        أرْدِ قلبي بالجِـباب

        واحْرِِس عليه من الخواف

          حتى الممآتِ

Wahai Sang Pencipta Keindahan

Gauni hatiku dengan zirah

Dan jaga ia dari takut

Sampai datang sang maut

        قد غـشَّاه المَـللْ

Baca juga:  Isra Miraj dalam Qasidah Burdah Imam al-Bushiriy

        ونوره من الجـلالْ

        فاكشفْه للعُيون الساهِرة , يابديعي

        يابديع الجمال

Rasa bosan kadang menyaput

Padahal cahayanya berasal dari Yang Maha agung

Maka, sibakkan ia demi mata yang nyalang

Duhai penciptaku, wahai Sang Pencipta Keindahan

Lagu lain yang terasa sangat progresif adalah lagu Al Minhatul Makkiyah (Karunia Agung Kota Mekkah). Lagu dengan durasi hampir enam menit yang dinyanyikan oleh Diah Chalid ini, pada mulanya terasa seperti lagu gambus pada umumnya, lambat dan harmonis, namun di bagian pertengahan lagu, tempo lagu yang berisikan puja puji kepada Baginda Nabi Muhammad SAW ini, mendadak berubah cepat kemudian kembali melambat.

Lagu Semesta Shalawat yang dinyanyikan Kiai Faizi, Zuhdi Sang, dan Nancy Saputri semakin meninggalkan warna gambus dan mengukuhkan warna rock. Semesta Shalawat dibuka dengan riff gitar listrik yang panjang dan garang. Riff gitar listrik juga kembali hadir di tengah lagu, berdialog dengan irama drum dan keyboard yang terdengar manis dan ritmis.

Selain tiga lagu bercorak progresif (setidaknya dalam tafsir saya), Kiai Faizi juga menghadirkan lagu-lagu gambus “konvensional” lain yang terasa sangat sopan di telinga dan membawa kita pada suasana Indonesia era 80an . Lagu-lagu tersebut meliputi Ya Ahlal MadinahAla Janbin Nabi (Berada di Sisi Nabi), Yasir Lana (Mudahkan Kesulitan Kami), dan Hubbul Kubro (Cinta Sayyidah Khadijah al-Kubro).

Baca juga:  Ilmuwan Muslim Cum Musisi (3): Al-Farabi, Bapak Musik dalam Sejarah Peradaban Islam

Kepada penulis, Kiai Faizi menyebutkan lagu-lagu gambusnya memakai nada orisinal, nada seperempat quarter-tone, berbeda dengan lagu Semesta Shalawat dan Ya Badial Jamal yang memakai perpindahan nada satu dan satu setengah (diatonis). Ya Ahlal Madinah dan Hubbul Kubro, oleh Kiai Faizi sendiri dikategorikan ke dalam pop Arabic Modern, sedangkan Yassir Lana dikelompokkan ke genre Khaliji (Teluk). Benang merah yang mengikat lagu-lagu ini terletak pada temanya yaitu shalawat.

Di tengah gempuran kreasi musik berbasis Artificial Intelligence serta minimnya lagu-lagu bercorak Islami, kehadiran album Semesta Shalawat dari MFP (M. Faizi Project) serupa tetes-tetes embun di pagi hari yang sangat menyejukkan.

Warna progresif yang dihadirkan MFP di Semesta Shalawat tampaknya merupakan sebuah eksperimen untuk mengintegrasikan gambus dengan racikan yang jauh lebih kekinian. Dalam pembacaan saya, pada Semesta Shalawat  ada semangat budaya hibrida di sana, jadi  bukan sejenis kawin paksa; warna musik khas Yaman, Hadramaut, Eropa dan Madura oleh Kiai Faizi dipersekutukan dengan mesra.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top