Sebagaimana diketahui pada umumnya, mayoritas kucing tergolong sebagai jenis hewan yang fobia pada air. Dia sangat enggan jika tubuhnya terbasahi oleh air. Tatkala tersinyalir air akan membasahi tubuhnya, dengan gesit dan ekstra hati-hati untuk menghindarinya, lebih-lebih pada musim hujan yang tidak tau pasti kapan hujan akan turun.
Fobianya pada airpun bukan tanpa alasan, tentu terdapat beberapa dasar yang melatar belakanginya. Pertama, gerakannya menjadi lamban. Kehidupan kucing yang terbiasa bergerak dengan lincah dan gesit menjadi terhambat, bilamana bulunya terkena air, sebab bulunya terbebani oleh air dan alokasi waktu yang dibutuhkanpun cukup lama untuk mengeringkan bulunya. Kedua, tubuhnya kedinginan. Fungsi bulu pada kucing utamanya mirip seperti mantel yang melindunginya dari terik matahari dan menghangatkannya saat cuaca dingin. Namun, saat bulunya basah spontanitas bulunya tidak berfungsi sebagaimana biasanya. Ketiga, indra penciumannya menjadi terganggu, pada mulanya insting kucing dapat digunakan untuk mencari mangsanya serta membedakan mana air murni dan air kimiawi. Namun, penciumannya menjadi terganggu ketika bulunya basah terkena air.
Dengan beberapa faktor yang mendasarinya cukuplah menjadi bukti bahwa kucing termasuk salah satu hewan yang fobia pada air. Keberadaan tubuhnya sekuasa mungkin dihindarkan dari air. Bahkan untuk sekedar minum sekalipun, tetap menjaga tubuhnya agar tidak terkena air.Senada dengan fobianya kucing pada air, kebiasaan manusia yang enggan menyeburkan kakinya di kolam tempat basuh kaki. Faktanya sering terjadi dan kita jumpai di kamar mandi musolla, masjid atau tempat-tempat yang sudah disucikan lainnya (dijaga dari najis). Kebanyakan tempat memang menyediakan kolam di sekitar kamar mandi atau paling tidak di tempat sebelum seseorang menginjakkan kaki di area yang disucikan. Tidak lain dengan maksud agar seseorang yang keluar dari kamar mandi, memabasuh kakinya terlebih dahulu.
Namun anehnya, tak jarang dijumpai segelintir masyarakat yang enggan membasuh kakinya, tentunya dengan berbagai alasan mereka gunakan untuk membenarkan tindakan mereka. Semacam justifikasi airnya kolamnya kotor, airnya najis atau hanya sebatas keengganan mereka membasuh kakinya.
Walaupun sebenarnya berbicara masalah keengganan atau tidaknya seseorang tidak bisa dijadikan alasan untuk membenarkan suatu tindakan. Pembuatan kolam yang tersedia di depan kamar mandi bukan tidak punya alasan yang mendasarinya. Sebagaimana lumrahnya, kamar mandi merupakan tempat yang digunakan untuk membuang hajat, mandi, atau bersesuci lainnya. Keberadaanya tidak disediakan menjadi tempat yang suci dan bersih. Spontanitas kamar mandi menjadi tempat yang akrab dengan benda najis dan kotor. Besar kemungkinan kaki seseorang terkena najis, walaupun penjustifikasian najis belum berlaku selagi tiada indikasi terhadapnya. Sekali lagi hanya potensi najis besar kemungkinan terjadi.
Berlandaskan pencegahan potensi tersebarnya najis, disediakanlah kolam agar kaki seseorang dibasuh terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kakinya sedang dalam kondisi suci sebelum akhirnya ia memijak tempat yang suci.
Sedikit berbeda dengan sekedar keengganan belaka, penjustifikasian air kotor ataupun najis pada air di kolam. Posisi kolam yang sering digunakan serta terkadang butuh rentang waktu yang lama untuk menguras dan membersihkannya kembali. Menjadi penyebab utama pada perubahan air. Keadaan air yang tampak kotor sehingga dikategorikan sebagai najis.
Akan tetapi kesimpulan najis terlalu cepat diungkapkan, bilamana faktor pencetusan najis hanya disebabkan oleh perubahan air, entah dari segi rasa, bau, maupun warna. Sedikit mengutip dari kitab Fath Al-Qarib, Potensi air memang rentan menjadi najis, bilamana air berubah sebab bercampur dan berpadu dengan suatu benda yang tidak bisa dipisahkan lagi. Contoh sederhananya air dengan pewangi baju, keduanya akan menjadi satu kesatuan ketika dicampurkan. Kekuatan kesuciannyapun menjadi lemah ketika pewangi baju lebih dominan daripada air. Air dikatakan suci hanya pada zatnya sendiri namun tidak dapat mensucikan pada selainnya. Sehingga sedikit najis saja mengenainya, spontanitas kesucian air terkontaminasi olehnya.
Perubahan air tidak semata-mata mutlak melemahkan, sebagaimana tertera dalam kitab Qut Al-Habib Al-Gharib, terdapat beberapa faktor pengecualian yang berlaku padanya. Meskipun bercampur dengannya tidak terjadi masalah apapun. Dalam artian kondisi air tetap sebagaimana asalnya, suci zatnya serta dapat mensucikan pada selainnya. Seperti halnya air dan lumpur atau lumut di kolam. Ketika air berubah sebab bercampur dengan keduannya, tidak berpengaruh apapun pada kesuciaannya. Air hanya tampak kotor namun tetap dikatakan sebagai air mutlak bukan air najis.
Dan entahlah, mungkin terdapat hal lain yang melatar belakangi tindakannya dan hanya saja tidak dapat diungkapakan. Berbicara mengenai kata “kemungkinan”, boleh jadi tindakannya didasari oleh fobianya pada air. Jika kakinya diceburkan ke air kolam akan terjadi hal tidak diinginkan, sebisa mungkin dirinya menghindar bersentuhan dengan air seperti mayoritas kucing yang fobia pada air. Jika demikian keadaannya, bukankah mestinya dia tidak boleh mandi menggunakan air ?