Ar-Raghib al-Ishfihani dalam kitab “Al-Muhadharat” berkata bahwa suatu waktu Imam Abul Hasan Asy-Syadzili, pendiri tarekat Syadziliyah dan pemilik Hizib Bahar, menuturkan sebuah kisah yang diperolehnya melalui sebuah mimpi. Yakni kisah tentang perjumpaan Imam Al-Ghazali dengan para nabi yang difasilitasi oleh Nabi Muhammad saw:
Suatu waktu saya sedang beristirahat di teras Masjid al-Aqsha. Aku tertidur dan mimpi melihat sebuah ranjang yang tengah disiapkan di halaman Masjid. Kemudian terlihat berduyun-duyun manusia berdatangan memasuki ruangan dengan riang gembira. Aku bertanya kepada mereka, “rombongan apa ini?”. Mereka menjawab, “Kami rombongan para nabi dan rasul. Datang kemari untuk meminta syafaat bagi al-Hallaj kepada Nabi Muhammad saw atas perlakuan buruk yang dialaminya,” jawab mereka.
Lalu saat aku kembali melihat ranjang, aku melihat Nabi Muhammad saw sedang duduk di atasnya. Sementara para nabi dan rasul lainnya duduk di tanah. Di antara mereka adalah Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Nuh as. Lalu aku bangun untuk menyaksikan dan mendengarkan pembicaraan mereka.
Nabi Musa terlihat berdiri dan memulai pembicaraan dengan Nabi Muhammad saw. Nabi Musa as berkata kepada Nabi Muhammad saw, “Dalam sabdamu engkau berkata, ‘Ulama umatku seperti nabi-nabi bani Israil’, tolong tunjukkan kepadaku salah satu di antara mereka. Lalu Nabi Muhammad saw menjawab, “Ini orangnya!” sembari beliau menunjuk Imam al-Ghazali.
Kemudian Nabi Musa menguji Imam al-Ghazali dengan mengajukan sebuah pertanyaan dengan harapan mendapatkan jawaban yang tepat. Kemudian Imam al-Ghazali menjawab satu pertanyaan tersebut dengan sepuluh jawaban. Lalu Nabi Musa as pun merasa tidak puas. Jawaban terlalu bertele-tele. Kemudian Imam al-Ghazali berkata, sepuluh jawaban yang saya berikan atas satu pertanyaan yang engkau ajukan ini justru terinspirasi dari engkau sendiri wahai Nabi Musa, yaitu saat engkau ditanya oleh Allah Swt, “Apa yang ada di sisi kananmu wahai Musa?” (QS Thaha: 17), sebuah pertanyaan yang jawabannya adalah tongkat, namun engkau menjawabnya dengan berbagai sifat yang menyertai tongkat tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali yang terinspirasi oleh Nabi Musa ini dimaknai oleh Sebagian ulama bahwa jawaban yang panjang atas pertanyaan singkat dari penanya ini sebagai taktik agar bisa berlama-lama dengan sang penanya. Sebab, dalam konteks Nabi Musa, sang penanya adalah Allah Swt, yang di mana Nabi Musa ingin bercengkrama lebih lama. Sedangkan Imam al-Ghazali ingin berlama-lama dengan Nabi Musa as.
*) Mengenai hadis Nabi Muhammad yang dikutip oleh Nabi Musa as: ulama-ulama dari umatku seperti nabi-nabi bani Israil, secara sanad hadis dipermasalahkan oleh para ulama. Hadis tersebut secara sanad tidak memiliki sumber yang jelas . Hadis yang masyhur sekaligus sahih adalah al-Ulama’u waratsatul Anbiya’ (ulama adalah ahli waris para Nabi).