Sedang Membaca
Kisah Banser, Keluarganya, Tugasnya, dan Uangnya
Syamsul Arifin
Penulis Kolom

Pegiat literasi keislaman, kebudayaan, dan ke-NU-an. Tinggal di Jombang, Jawa Timur.

Kisah Banser, Keluarganya, Tugasnya, dan Uangnya

Banser (Barisan Ansor Serbaguna) di tanah air sudah tak diragukan lagi dalam mengabdikan dirinya menjaga kiai, bangsa, agama bahkan negara sekalipun. Nahdlatul Ulama (NU) tanpa Banser rasanya kurang kuat, namun Banser tanpa NU rasanya kurang terarah bahkan khawatir lepas dari kendali.

Jangan bahas soal materi (uang) kepada Banser. Pergulatan sejarah perjuangan Banser dari zaman ke zaman, materi tak pernah muncul ke permukaan. Kenapa?

Karena materi bukan kekuatan utama bagi Banser, namun panggilan hati dari seorang ulama, kiai serta ideologi Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah (Aswaja) yang tertancap dalam membuat materi tersingkirkan dengan sendirinya. Apakah materi tak penting bagi Banser?

Sangat penting untuk menunjang hidupnya dan menafkahkan anak serta istrinya, namun rasanya tak sepenting tanggung jawab menjaga keberadaan ulama, kiai, bangsa agama dan negaranya dari gangguan-gangguan orang tak bertanggung jawab.

Meski memikul tanggung jawab moral di atas, Banser juga tak lupa dengan tanggung jawab menjadi kepala rumah tangga di masing-masing rumahnya, segala tanggung jawab tersebut selama ini bisa diatur dengan baik, hingga kewajiban menafkahi anak dan istrinya serta kewajiban melaksanakan tanggung jawab moral berjalan dengan baik.

Kesibukan-kesibukan tersebut secara konsisten dilakukan Banser dari hari ke hari tanpa ada keluh kesah meski tampak baju khasnya itu terkadang basah dengan keringat. Beruntunglah para wanita yang memiliki pasangan Banser. Alhamdulillah…!!!

Baca juga:  A. A. Achsien, Wartawan NU yang Lahir 12 Juli, Wafat 12 Juli

Sebuah cerita fakta menarik dan menginspirasi, khususnya terhadap kalangan nahdliyin, salah satu anggota Banser di Kecamatan Mojoagung Kabupaten Jombang Jawa Timur di bawah komando H Zulfikar Damam Ikhwanto Ketua PC GP Ansor Jombang (sekarang).

Sebutlah namanya Kurniawan, wih keren. Penulis sengaja sembunyikan nama aslinya, karena ia tak mau terkenal dan disebut-sebut banyak orang. Sampai sini, semoga sudah bisa menginspirasi. Lagi-lagi, beruntunglah para kaum hawa yang sudah atau sedang berupaya memiliki pasangan seorang Banser.

Kurniawan saat diminta mengamankan suatu kegiatan yang melibatkan Banser ia tak perlu berpikir dua kali, satu kata yang muncul dari dia dengan spontan, yaitu ‘SIAP’.

Kurniawan yang setiap harinya bekerja sebagai kuli bangunan, sehari sebelum berangkat ke acara, tentunya harus minta izin terlebih dahulu kepada atasan, guna untuk menaruh kepercayaan dirinya terhadap atasannya begitu juga sebaliknya. Lain dari itu, agar besok setelah usai melaksanakan tugas, dia bisa bekerja lagi.

Tak lupa juga, ia harus pamitan kepada sang istri dan dua anaknya. Di rumah yang cukup sederhana yang terbuat dari mayoritas gedek itu tercipta suasana syahdu, dingin, apalagi disertai dengan senyum lepas oleh istri dan anak-anaknya. “Assalamualaikum,” ucapnya.

Kurniawan lalu berangkat tugas dengan pakaian seragam Banser lengkap. Kurniawan tampak gagah di sepanjang jalan yang ditempuhnya meski harus bersepeda tujuh linu (75) karena hanya kendaraan itu yang masih ia punya.

Baca juga:  Banyak Universitas Kita Bergerak Mirip Gasing

Sesampainya di lokasi acara, Kurniawan yang sudah bisa dikatakan lama bergabung di Banser, terhitung kurang lebih dari 18 tahun, tampak sudah gesit di lapangan, meniup peluit untuk mengatur alur lalulintas di jalan raya, mengatur keluar masuknya kendaraan di parkiran, menata kursi dan seterusnya.

Sebab jasa Kurniawan, acara berjalan dengan lancar. Saat acara berlangsung, Kurniawan yang sebelumnya sibuk mengatur segala macam kebutuhan acara, kini saatnya ia menikmati rokok yang diberikan tuan rumah, makan makanan yang dibungkus plastik atau kertas seperti pada umumnya, minum air gelasan yang sebelumnya juga dibagikan kepada para tamu.

Namun tampaknya, waktu makan Banser terlalu singkat karena selain waktu makannya belakangan, juga harus kembali melancarkan arus lalu lintas dan mengatur kendaraan para tamu yang diparkir sebelumnya usai acara rampung.

Selesai acara Kurniawan pun pamit kepada si tuan rumah untuk pulang kembali menyapa sang istri juga anak-anaknya. Si tuan rumah begitu ramahnya, sesama umat Islam ucapan terima kasih dan kembali kasih sudah biasa diucapkan setelah hajatnya rampung, apalagi hajatnya berlangsung sesuai rencana.

Tanpa uang saku dari tuan rumah, Kurniawan pun tersenyum lega karena tugasnya berjalan sukses. Ia kembali menaiki sepeda tujuh linunya (75).

Sesampainya di rumah, alhamdulilah langsung disambut istri tercinta. Kurniawan pun langsung meraba saku celananya mengambil amplop yang berisi uang, lalu diserahkan kepada istri, padahal di acara tadi tak sepeser pun menerima uang saku dari tuan rumah.

Baca juga:  Ajaran Dinasti Surya tentang Sang Hyang Nistemen

Beberapa waktu kemudian, cerita ini diketahui Ketua PAC Ansor Mojoagung Ahmad Zaidi, kemudian iseng menanyakan terkait uang yang diberikan kepada sang istri. Si Kurniawan menjawabnya sesantai mungkin.

“Owh ini Pak Ketum, amplop tadi sudah saya siapkan dari rumah, barangkali istriku tanya, dapat sangu nggak mas?” ujar Zaidi menirukan jawaban Kurniawan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
4
Ingin Tahu
1
Senang
3
Terhibur
3
Terinspirasi
3
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top