Sedang Membaca
Banyak Jalan Menuju Dakwah
Avatar
Penulis Kolom

AlumnusUIN Sunan Kalijaga dan Pegiat Komunitas Santri Gus Dur Yogyakarta.

Banyak Jalan Menuju Dakwah

Akhir-akhir ini gambus semakin populer, terutama Ramadan kemarin berkat grup Sabyan Gambus di Jakarta. Namun ada kisah menarik dari para habib atau keturunan Nabi Muhammad Saw tentang gambus yang dibawakan oleh Habib Segaf bin Abu Bakar Assegaf.

Cerita ini penulis dapatkan dari Habib Novel Alaydrus. Awalnya penulis hadir pada pembukaan dan halalbihalal Majelis Ar-Raudhah Solo saat mendengarkan ceramah beliau. Sebagaimana biasanya, ceramah beliau berorientasi membahagiakan orang lain.

Saat majelis selesai, penulis menggali lebih jauh melalui ceramahnya yang lain di YouTube bagaimana konsep membahagiakan orang lain. Salah satu ceramah yang penulis temukan  di antaranya Habib Segaf bin Abu Bakar Assegaf. Beliau adalah salah satu habib yang menyenangkan orang lain atau penulis mengartikan sebagai jalan dakwah melalui gambus.

Diceritakan oleh Habib Novel Alaydrus, ketika Habib Segaf sedang perjalanan dari Jakarta ke Pekalongan kemudian ke Solo bertemu salah seorang ulama datang ke Indonesia untuk mencari Habib Segaf. Ternyata ulama tersebut duduk di samping Habib Segaf saat di kereta. Ulama tersebut bercerita, ia sedang mencari Habib Segaf, karena di negaranya ia pernah membenci Habib Segaf.

“Orang ini benci pada Habib Segaf, kenapa hidupnya main gambus terus. Apa ini gambus, tidak sesuai syariat, tidak benar,” ungkap ulama itu.

Baca juga:  Obituari: Ki Enthus dan Dua Wajah Keislaman Lupit-Slenteng

Akhirnya ia mimpi bertemu Nabi Muhammad Saw. “Itu Segaf yang suka gambus adalah salah satu anak cucu yang sangat saya cintai. Kalau ingin mencintai saya, cintai Segaf!” cerita Habib Novel bil makna. Setelah bermimpi bertemu Rasulullah, ulama tersebut ke Indonesia untuk meminta maaf dan meminta doa.

Bagi Habib Novel, gambus yang dimainkan oleh Habib Segaf merupakan gambus yang bisa menghidupkan hati. Menurutnya, sudah langka orang yang mempunyai gambus seperti itu. Gambus yang dimainkan olehnya adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT bagi Habib Novel Alaydrus.

Jalan Membahagiakan Orang

Jalan dakwah menggunakan gambus merupakan cara untuk membahagiakan orang lain. Para orang terdahulu banyak yang berdakwah juga dengan menggunakan musik, seperti halnya Wali Songo. Bahkan Wali Songo juga membuat syair-syair sebagai jalan dakwah, misalnya Sunan Kalijaga yang membuat Kidung Rumeksi ing Wengi. Syair tersebut menceritakan orang yang tetap terjaga di malam harinya dan berdoa untuk keselamatan semuanya.

Bagi Sastro Adi Wijoyo, Wakil Sekretaris Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi), musik merupakan bunyi-bunyian yang akan menimbulkan resonansi. Dalam ilmu fisika, resonansi merupakan peristiwa bergetarnya suatu benda karena pengaruh getaran gelombang elektromagnetik luar. Menurutnya, ketika semua saling beresonansi maka semua saling bergetar. Jika musik itu memilih maksud tertentu, baginya, misalnya seperti menghibur, menenangkan, atau membuat dapat lebih konsentrasi maka musik tersebut bisa menjadi wasilah.

Baca juga:  Warisan Budaya: Dari Gerimpheng Aceh Hingga Ndambu Papua

Seperti halnya gambus yang dibawakan oleh Habib Segaf dan para Wali Songo terdahulu, musik menjadi wasilah untuk mengenal ajaran agama Islam dan menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tidak semua orang memang bisa membawakan musik yang berhasil menjadi wasilah, dibutuhkan kedalaman syair dan keshalihan orang yang membawakannya.

Bagi Habib Novel, jika ia mendengarkan gambus Habib Segaf terasa menggetarkan hati. Apalagi kalau yang dibawakannya melalui gambus itu, menurut Habib Novel, selawat-selawat nabi, mampu untuk menghidupkan hati.

Habib Segaf merupakan putranya habib Abu Bakar Assegaf yang termasuk murid Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-Habsyi pengarang maulid Simtudduror. Habib Ali lahir di desa Qosam pada Jumat, 24 Syawal 1259 H/1839 M, dan diberi nama Ali oleh Al-Allamah Sayyid Abdullah bin Husein bin Tohir untuk mengambil berkah dari Sayidina Ali Kholi’ Qosam.

Di masanya, menurut cerita Habib Novel Alaydrus, pernah dilarang membaca maulid, karena membaca maulid tahunan di kota Seiwun, Yaman. Seiwun pada waktu itu, belum ada pesawat dan sosial media seperti sekarang ini, namun yang datang untuk acara maulid sekira 50 ribu orang.

Mereka yang membenci Habib Ali, memfitnah merebut kekuasaan kota tersebut dan mengkudeta kekuasaan karena pengikutnya puluhan ribu, akhirnya penguasa pada saat itu melarang aktivitas maulid nabi oleh Habib Ali Al Habsyi. Kemudian Habib Ali menugaskan muridnya yang bernama Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi untuk membuat maulid di Indonesia.

Baca juga:  Dinamika Kiai NU atas Tari Gandrung Banyuwangi

Itulah sedikit sejarah maulid Simtudduror masuk ke Indonesia. Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi merupakan orang yang mampu mengeluarkan Habib Abu Bakar dari khalwatnya selama kurang lebih 16 tahun.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top