Sedang Membaca
Kerukunan Mazhab di Makam Syekh Yazid al-Busthami
Ulummudin
Penulis Kolom

Mahasiswa Studi al-Qur'an dan Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kerukunan Mazhab di Makam Syekh Yazid al-Busthami

Bagi orang yang bergelut dengan dunia tasawuf, nama Syekh Yazid al-Busthami tentu tidak asing lagi. Ia merupakan salah satu mursyid dalam tarikat Naqsyabandiyah. Berbeda dengan sufi-sufi lain yang biasanya mengembara ke berbagai daerah untuk mematangkan sipritualnya, Syekh Yazid tidak pernah beranjak dari kampung halamannya. Walaupun demikian, tingkat spiritualnya tidak ada yang meragukan.

Mungkin banyak di antara kita yang masih menganggap bahwa Syekh Yazid adalah orang Arab. Nyatanya, ia adalah orang Persia yang lahir di kota Basthom, yang sekarang termasuk ke dalam provinsi Semnan, Iran. Untuk mengaksesnya, kita bisa naik bus jurusan Mashad dan turun di terminal Shahrood. Dari sana, kita dapat menumpang taksi menuju Bashtom dimana Syekh Yazid dikebumikan. Waktu tempuh Tehran-Shahrood adalah sekitar 5 jam.

Makam Syekh Yazid sudah menjadi destinasi utama peziarah di kota Bashtom. Bangunannya terletak di sebuah kompleks yang cukup luas dengan nuansa klasik yang  kental. Kita akan merasa seolah-olah sedang berada di abad pertengahan karena bangunan-bangunannya masih mempertahankan arsitektur aslinya sejak ratusan tahun. Warna kelabu dari batu bata ditambah dengan kubah kerucut yang tak lazim membuat bangunan tampak eksotik.

Adapun makam Syekh Yazid dibiarkan terbuka tanpa bangunan di depan masjid. Di sampingnya terdapat plakat berwarna kuning keemasan yang berisi informasi singkat mengenai Syekh Yazid ini. Syekh Yazid atau biasa juga disebut Abu Yazid, di tengah masyarakat Persia dikenal dengan nama Bayazid Bastami. Ia bergelar Sultan al-‘Arifin atau raja dari orang-orang yang arif atau bijaksana.

Baca juga:  Kisah Sufi Unik (2): Al-Mu'anisi Bernazar Tidak Makan Daging Gajah

Abu Yazid merupakan salah satu sufi awal dalam sejarah Islam. Ia lahir pada akhir abad kedua Hijriyyah di lingkungan yang masih banyak penganut Majusi. Menurut catatan sejarah, ia tidak meninggalkan sebuah tulisan dalam bidang tasawuf. Namun, informasi tentang kehidupan dan ajarannya dapat dilacak melalui tokoh-tokoh yang pernah berjumpa dan mencatatnya.

Salah satu cerita terkenal dari Syekh Yazid adalah ketika ia berpapasan dengan seekor anjing, ia mengangkat bajunya karena menghindari anjing yang najis. Tiba-tiba anjing itu memandangnya dan ia diberi karunia dapat mendengar ucapan sang anjing. Melihat tingkah Syekh Yazid, anjing itu berkata kepadanya, “Tubuh ku kering tidak akan menimbulkan najis. Jika terkena najis pun, kamu bisa membasuhnya 7x dengan air dan tanah, maka najisnya akan hilang. Namun, jika engkau mengangkat gamis mu karena menganggap diri yang berbaju badan manusia lebih mulia, dan menganggap aku yang berbadan anjing ini najis dan hina, maka najis yang menempel di hati mu tidak akan bersih walau kau basuh dengan 7 samudera”.

Karena merasa bersalah Syekh Yazid kemudian mengajak anjing itu berjalan bersama. Akan tetapi, tawaran itu langsung ditolak seraya berkata, “Engkau tidak pantas berjalan dengan ku. Mereka yang memuliakan mu akan mencemooh mu dan melempari ku batu. Aku tidak tahu alasan orang-orang yang menganggapku hina. Padahal, aku berserah diri kepada Allah yang menciptakan wujud ku seperti ini. lihatlah, aku tidak menyimpan dan membawa sepotong tulang pun, sedangkan engkau masih menyimpan sekarung gandum.”

Baca juga:  Berziarah di Kota Mati

Perkataan anjing tersebut benar-benar menohok kesadaran terdalamnya. Ia merasa hina karena kesombongan yang menempel dalam dirinya. Lantas ia mengadu,  “Ya Allah, untuk berjalan dengan seekor anjing pun aku tak pantas, apalagi berjalan bersama-Mu, ampuni aku dan sucikan hati ku dari najis.”

Kisah tersebut memberi pelajaran yang luar biasa bagi kita saat ini. Kesombongan dalam diri hanya akan membuat kita hina di hadapan sang Pencipta. Jangankan terhadap sesama manusia, sombong terhadap anjing yang dianggap najis pun tidak diperbolehkan. Berbagai pangkat kemuliaan hanya akan menjauhkan kita dengan Allah jika kita merasa lebih tinggi dari makhluk-Nya yang lain.

Selain itu, Syakih Yazid juga dipercaya sebagai sufi yang memasukkan filsafat timur ke dalam tasawufnya, sehingga di kalangan umat Islam pun ajarannya cukup kontroversial. Ajarannya yang terkenal adalah mengenai kebersatuan makhluk dengan Tuhannya atau dikenal dengan istilah ittihad. Sufi selanjutnya yang mungkin melanjutkan ajarannya adalah al-Hallaj dengan hulul-nya dan Ibnu ‘Arabi dengan wahdat al-wujud-nya. Terlepas dari semua itu, ia merupakan sufi besar yang ajarannya masih hidup sampai sekarang.

Yang menarik di makam ini adalah para peziarah yang datang berasal dari golongan yang berbeda. Peziarah Sunni dan Syi’ah bertemu di tempat ini tanpa saling curiga. Mereka sama-sama menghormati sosok yang telah mengajarkan kebijaksanaan tanpa merasa terganggu dengan perbedaan. Sang sufi menjadi jembatan antara kedua belah pihak untuk menjalin keharmonisan. Mereka asyik duduk berdampingan dan memanjatkan doa kepada Tuhan yang sama tanpa saling mencela. (RM)

Baca juga:  Pengalaman Salat Tarawih di Masjid Ibnu Thulun, Kairo

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
2
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Scroll To Top