Sedang Membaca
Keramat Imam Abu Hanifah
Avatar
Penulis Kolom

Santri Kutub dan editor di Jogja.

Keramat Imam Abu Hanifah

Di kalangan Ahlusunnah wal Jamaah, baik di luar maupun dalam negeri, nama Abu Hanifah tentu amat masyhur. Pasalnya, ia termasuk salah seorang dari empat imam mazhab yang paling masyhur. Tiga imam mazhab lainnya ialah Malik bin Anas, Syafi’i bin Idris, dan Ahmad bin Hanbal.

Bahkan, ia adalah imam pertama di antara mereka. Walhasil pemikiran dan ajaran-ajarannya banyak dirujuk oleh para ulama berikutnya. Ia dikenal sebagai sang pengusung kebebasan berpikir. Ia juga dikenal sebagai seorang ulama jenius, sekaligus seorang sufi yang sangat zuhud.

Abu Hanifah lahir pada 80 Hijriah atau 699 Masehi di Kota Kufah, Irak. Abu Hanifah adalah nama populernya. Sementara, nama aslinya ialah Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi. Keluarganya memiliki hubungan kekerabatan dengan Sahabat Ali bin Abi Thalib, menantu dari Nabi Muhammad saw. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi bahwa nasab dari Abu Hanifah berasal dari golongan orang-orang yang mulia, sekalipun nasabnya tidak bersambung dengan Nabi Muhammad saw.

Abu Hanifah adalah seorang tabiin yang mulia. Ini berarti ia adalah generasi muslim awal setelah generasi sahabat Nabi Muhammad saw. Ia pernah bertemu secara langsung dengan Anas bin Malik, dan meriwayatkan hadis darinya. Anas adalah salah seorang sahabat yang sangat dekat dengan Nabi. Selain itu, Abu Hanifah juga bertemu dengan beberapa sahabat Nabi yang lain, seperti Abdullah bin Abi Auqa, Sahal bin Sa’ad as-Sa’adi, dan Abu Thufail bin Wailah. Abu Hanifah tidak sekadar bertemu dengan nama-nama sahabat tersebut, melainkan juga memperoleh ilmu dari mereka.

Baca juga:  Guru Majid dan Tukang Cukur

Di masa kecil, Abu Hanifah sering mendampingi sang ayah, Tsabit bin Zuta, berdagang kain sutra di Kota Kufah. Namun, tidak seperti pedagang lainnya di masa itu, Abu Hanifah adalah seorang pedagang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan.

Ia punya kebiasaan pergi ke Masjid Kufah untuk belajar Alquran. Karena kecerdasannya yang luar biasa, ia sudah mampu menghafal Alquran serta ribuan hadis di usia yang masih sangat belia. Bakat kecerdasannya ini dapat kita masukkan ke dalam salah satu keramat yang dimiliki oleh Abu Hanifah.

Saat memasuki usia remaja, Abu Hanifah mengikuti jejak ayahnya dengan berprofesi sebagai pedagang. Profesinya ini dijalaninya dengan penuh totalitas, sehingga ia berhasil menjadi pedagang sukses lantaran sering memperoleh keuntungan dari perniagaan yang dilakukannya.

Di sisi lain, ia mempunyai potensi dan kecerdasan yang luar biasa. Asy-Sya’bi, salah seorang ulama terkemuka di Kufah lantas menasihati Abu Hanifah untuk memfokuskan diri pada ilmu pengetahuan daripada bergelut dengan dunia perniagaan.

Abu Hanifah adalah seorang ulama yang hidup pada pemerintahan dua dinasti besar Islam. Ia menghabiskan 52 tahun umurnya pada masa pemerintahan Dinasti Umaiyah dan 18 tahun umurnya pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Ia menjadi saksi hidup kejayaan Dinasti Umaiyah sekaligus keruntuhannya. Ia juga adalah saksi saat Dinasti Abbasiyah mulai menggalang kekuatan untuk melawan Dinasti Umaiyah dan merampas kekuasaan dari tangan mereka.

Pada masa-masa seperti itulah, Abu Hanifah hidup. Ia menjadi seorang ulama yang sangat alim di bidang ilmu fikih. Dari alimnya, ia menjadi rujukan utama bagi banyak pencari ilmu, terutama bagi mereka yang ingin mendalami ilmu fikih. Kealimannya bukan hanya tersebar di Irak, melainkan juga di wilayah Islam lainnya, seperti Madinah dan Makkah. Tak pelak, para penguasa di masa itu berkeinginan besar untuk memberikan jabatan penting di pemerintahan kepadanya. Namun, semua jabatan penting yang ditawarkan oleh para penguasa selalu berhasil ditolaknya.

Baca juga:  Haul ke-14 Edward Said: "Seseorang Telah Mengubah Susunan Mawar Itu"

Abu Hanifah adalah seorang ulama yang punya banyak keramat. Di antara keramat yang dimilikinya adalah keistikamahan dalam beribadah kepada Allah Swt.

Drs. H.M. Laily Mansur, L.PH., dalam bukunya Ajaran dan Teladan Para Sufi (1966: 30), menjelaskan bahwa selama 40 tahun Abu Hanifah secara istikamah memenuhi malam-malamnya dengan salat, dan selama itu pula salat Subuh selalu dilaksanakannya dengan wudhu pada waktu salat Isya. Dalam salat itu pula, Abu Hanifah secara istikamah mengkhatamkan Alquran. Konon, sampai meninggal dunia, ia sudah berhasil mengkhatamkan Alquran sebanyak 7.000 kali.

Keramat yang lain dari Abu Hanifah adalah ilmu pengetahuannya yang sangat luas. Ia adalah ahli fikih yang berhasil melahirkan pemikiran-pemikiran brilian di bidang ilmu hukum.

Konon, ia berhasil memecahkan persoalan-persoalan hukum yang jumlahnya kurang lebih 60.000 masalah. Oleh sebab itulah, pantas bila para ulama di masa itu memberinya gelar “Imam al-A’zham”. Dengan demikian, ia sesungguhnya adalah seorang jenius di zamannya, sebab kepakarannya di bidang ilmu fikih tidaklah terbantahkan, bahkan mungkin tidak tersaingi oleh para ulama sezamannya.

Keluasan ilmu yang dimiliki oleh Abu Hanifah tentu tidak di bidang ilmu fikih semata. Ia ternyata juga merupakan seorang ulama di bidang ilmu filsafat dan tasawuf. Terkait dengan kedalaman ilmunya, khususnya di bidang ilmu tasawuf, Yahya bin Mu’azd ar-Razi berkata,

Baca juga:  Kisah Guru Murid: Kiai Idris Kamali dan Kiai Tholchah Hasan

“Suatu ketika aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad Saw., dan aku bertanya kepadanya, ‘Wahai Nabi, di mana akan kucari engkau?’ Nabi Muhammad menjawab, ‘Di dalam ilmu Abu Hanifah.”

Keramat Abu Hanifah yang lain berupa kesabaran dalam menghadapi cobaan. Pernah suatu ketika ia ditawari oleh penguasa Bani Umaiyah suatu jabatan penting di pemerintahan. Namun, karena suatu alasan, ia memilih untuk menolaknya. Penolakan ini ternyata berbuntut pada penyiksaan yang dialami oleh Abu Hanifah.

Ia ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Semasa di penjara, berkali-kali ia disiksa, sampai-sampai petugas yang menyiksanya menyerah dan mengaku khawatir bila sang imam tewas.

Demikianlah gambaran keramat yang dimiliki oleh Imam Abu Hanifah. Toh demikian, ia tetaplah manusia biasa yang juga pasti menemui ajalnya. Abu Hanifah wafat pada tahun 148 Hijriah atau 767 Masehi di Bagdad.

Kematiannya lantas menjadi duka bagi seluruh rakyat Irak khususnya, dan rakyat muslim secara luas. Ribuan orang berbondong-bondong untuk memberikan penghormatan terakhir kepada sang imam besar. Jenazahnya dimakamkan di Khaizaran, Irak. Semoga Allah Swt. melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada Abu Hanifah. Amin. (aa)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top