Sedang Membaca
Humor 5 Profesor Muhammadiyah yang “Sebetulnya” NU: Prof. A. Malik Fadjar (1)
Hamzah Sahal
Penulis Kolom

Founder Alif.ID. Menulis dua buku humor; Humor Ngaji Kaum Santri (2004) dan Ulama Bercanda Santri Tertawa (2020), dan buku lainnya

Humor 5 Profesor Muhammadiyah yang “Sebetulnya” NU: Prof. A. Malik Fadjar (1)

Malik Fadjar

Dua tokoh nasional ini tinggal sama-sama tinggal di Kota Malang. Satu bernama Prof. Dr. A. Malik Fadjar, satunya bernama Dr. KH A. Hasyim Muzadi. Nama pertama adalah tokoh Muhammadiyah yang “jempolan”, sementara tokoh satunya, tokoh NU “panutan”.

Suatu hari, keduanya bertemu di bandar udara di Jakarta, sama-sama mau pulang ke Malang. Kiai Hasyim mendapati Prof Malik Fadjar sedang merokok. Demikian dialog keduanya yang saya kutip dari ngopibareng.id:

Kiai Hasyim Muzadi kemudian menegur, “Lho, sampean Muhammadiyah kok merokok?”

Malik Fadjar lalu menjawab, “Ya, aku sedang pindah NU (Nahdlatul Ulama).”

Tokoh NU yang pendiri Pesantren Al-Hikam Malang dan Depok ini pun tercengang dengan jawaban itu. “Lho, nanti kalau rokoknya sudah habis?”

“Ya, pindah Muhammadiyah lagi,” ucap Malik Fadjar.

Betapa cair dua tokoh ini. Kenapa? Karena rokok, eh, yang betul karena keduanya adalah tokoh yang “dewasa”. Selain dewasa, mungkin karena keduanya sama-sama punya selera humor yang tinggi. Di Muhammadiyah, Prof. A. Malik Fadjar (AMF) yang wafat di Jakarta, Senen 7 September 2020, terkenal dengan pemikirannya yang terbuka dan segar.

Gaya humor (dan mungkin rokoknya) Prof. Malik Fajar adalah cerminan dari sikap dan pemikirannya. Humornya bahkan lebih serius, bukan soal NU dan Muhammadiyah, tapi soal mazhab. Kita kenal Muhammadiyah tidak bermazhab (saya tidak tahu persis yang tertulis secara oraganisasi dan yang dipraktikkan seperti apa), tapi Prof. Malik dikenal sebagai pendiri “mazhab Maliki” di Muhammadiyah.

Baca juga:  Memahami Islam Moderat Melalui Humor

Saya kok meyakini, “mazhab Maliki” versi Profesor Malik Fajar ini bukan saja humor untuk memuluskan hobinya yang tidak baik, yaitu merokok, namun juga secara implisit, ia ingin mengatakan begini: “Wahai saudara-saudaraku di Muhammadiyah, jangan risau dengan perbedaan mazhab.”

Walhasil, bagi saya, dalam diri beliau ini ada unsur NU-nya, bukan soal humor dan rokok yang identik dengan NU, tapi karena perkara mazhab itu. Serius ya? Humor kok jadinya serius begini. Humor, kata Gus Dur, memang serius. “Bagaimana tidak serius, wong mau ketawa saja kok dipersiapkan,” kata Gus Dur.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top